NASIONALNEWSPILPRESPOLITIK

Banjir Teror di Tahun Politik, Jokowi Didesak Copot Kepala BIN

601
×

Banjir Teror di Tahun Politik, Jokowi Didesak Copot Kepala BIN

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Indonesia tengah dilanda rentetan teror dengan pola baru. Pertama, teror dilakukan dengan membantai secara sadis lima Polisi di dalam Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian RI (Mako Brimob) di Depok yang disiarkan secara langsung melalui media sosial milik para pelaku pada 8 Mei 2018.

Kedua, penusukan aparat Kepolisian di depan Mako Brimob pada 9 Mei 2018 dan kemarin kita dikejutkan lagi dengan aksi teror di tempat ibadah umat Nasrani di Surabaya di tambah lagi aksi penyerangan Polda Riau beberapa waktu lalu.

Apakah ini aksi teror murni ataukah ada muatan sosial-politik lainnya? Mengapa kita sebagai bangsa seolah-olah tidak belajar dari peristiwa-peristiwa teror sebelumnya?

Tanpa bermaksud mendahului hasil investigasi dari aparat terkait, kami untuk sementara mengambil beberapa kesimpulan. Pertama, sulit rasanya untuk tidak melihat rentetan aksi teror ini berdiri sendiri. Serangan di Rutan Mako Brimob itu menjadi sebuah pemantik dari sebuah rencana teror yang telah dipersiapkan secara matang oleh para pelaku.

Lalu, apakah serangan ini digerakkan oleh satu tokoh sentral seperti Aman Abdurrahman? Bukankah ia di dalam penjara dan sekarang sedang menjalani persidangan kasus teror di Starbucks Thamrin pada 2016 lalu? Tentu ini luka yang mendalam bagi segenap anak bangsa, sekaligus duka cita juga atas sejumlah korban baik dari aparat itu sendiri maupun masyarakat sipil tak berdosa.

“Untuk itulah kami dari Aktivis FRAKSI (Front Gerakan Aktivis Indonesia) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevalusi kinerja dan bila perlu mencopot pejabat terkait pemberantasan tindak terorisme yang tidak memiliki komitmen dan kerja nyata untuk memberantas aksi teror yang belakangan ini marak terjadi,” kata Sekjen Fraksi, AM Awaluddin Mangantarang, Senin (21/5/2018).

“Sudah Selayaknya Slogan Kerja..Kerja..Kerja dibuktikan dan dilakukan struktural kabinet Jokowi dan semua jajarannya,” sambung dia.

Jika mereka tidak sanggup menyatakan komitmen dan kesanggupannya untuk menumpas atau menghancurkan terorisme dalam kurun waktu yang ditetapkan, maka presiden atau pemerintah harus mencari dan meminta komitmen dan kesanggupan pejabat baru Kepala BNPT (Badan Nasional Penaggulangan Terorisme), Kapolri, Kepala BIN (Badan Intelejen Negara), Panglima TNI dan lain-lain.

Saat ini yang dibutuhkan rakyat adalah kerja nyata para pejabat tersebut menyatakan siap memberantas terorisme maka bisa tetap menjabat di posisinya. Bahkan, para pejabat itu harus diberikan fasilitas yang memadai.

Awaluddin juga menerangkan, pihaknya menilai pengangkatan sejumlah pejabat terkait khususnya Kepala BIN beberapa waktu lalu sarat dengan kepentingan politik partai penguasa, dengan adanya dugaan titipan dari partai penguasa atau dengan makna lain bagi-bagi kue kekuasaan. Sehingga katanya, mengabaikan persoalan kompetensi dan keahlian selaku Kepala BIN yang selama memang di isi oleh orang-orang berlatar belakang Intelejent dan Umumnya dari TNI.

“Setahu kami, Pak Budi Gunawan minim pengalaman di dunia intelijen. Belum pernah memimpin lembaga intelijen di institusi Kepolisian. Memang, reputasi ini cukup banyak membuat pertanyaan. Kami sebenarnya beberapa waktu lalu mempertanyakan di mana kelebihan Budi Gunawan sehingga pantas menjadi Kepala BIN,” paparnya.

Terlebih lagi kata Awaluddin, saat itu tidak ada penjelasan dari presiden mengapa sosok Budi yang ditunjuk sebagai pengganti Sutiyoso. Seharusnya bisa ditunjukkan ke publik di mana yang dianggap Sutiyoso tidak mampu dan oleh karena itu Kepala BIN lebih tepat diemban oleh Budi Gunawan.

“Kami menilai, tidak adanya penjelasan yang pasti dari pihak Istana menandakan bahwa penunjukan Budi sebagai Kepala BIN lebih dilandasi oleh alasan politis dibandingkan alasan kinerja waktu itu,” ungkapnya.

“Masih banyak sosok lain yang jauh lebih kompeten dan bersih dibandingkan Budi Gunawan. Apapun dan bagaimanapun tanggapannya, kita harus tetap ikut mengawasi agar lembaga negara ini dapat bekerja dengan semestinya, menjadi mata dan telinga Indonesia yang peka,” pungkas Awaluddin.


Redaksi

You cannot copy content of this page