NEWSPOLITIKSULTRA

Abdurrahman Shaleh Dinilai Gagal Paham soal Kritikan Lokasi Kongres

982
Foto: Logo Kongres PAN V Sultra/MEDIAKENDARI.com

Reporter: Rahmat R
Editor: Kardin

JAKARTA – Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sulawesi Tenggara (Sultra) Abdurrahman Shaleh dinilai gagal paham soal kritikan penyelenggaraan kongres PAN V di Kendari, Sultra.

Hal itu disampaikan oleh Pemuda Sultra di Jakarta, Laode Iswar Anugrah. Menurut dia, soal ketidak layakan itu disampaikan agar menjadi bahan pertimbangan DPP PAN bukan justru memaksakan kehendak pribadi.

Dalam pernyataan Abdurrahman Shaleh bahwa Sultra dianggap daerah terpencil adalah kekeliruan. Sebab, dalam analisis dua tokoh sebelumnya benar, sebab patokan mereka adalah daerah yang melaksanakan kongres sebelumnya.

Kongres I Yogyakarta, ke II Semarang, ke III Batam dan ke IV Bali adalah daerah yang mempunyai perhotelan bintang V.

“Memang harus diakui terpencil tetapi perbandingannya adalah Yogyakarta sampai Bali sebagai tuan rumah Kongres PAN sebelumnya,” katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat (24/01/2019).

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini menyebut, mantan Ketua DPW Sultra tiga periode, Nur Alam, memiliki peran dalam pembangunan di Sultra baik secara politik, sosial, ekonomi dan budaya.

Laode dalam analisisnya, Abdurrahman Shaleh tidak boleh terlalu percaya diri terhadap persiapan Sultra sebagai tuan rumah. Apalagi faktanya kritikan yang disampaikan itu benar sesuai kondisi daerah.

“Soal pembangunan di Sultra tidak lepas dari peran Nur Alam sebagai gubernur dalam membangun Sultra selama 10 tahun,” bebernya.

Berdasarkan data Pilkada 2014 lalu, Abdurrahman Shaleh seharusnya, tidak bisa menduduki jabatan sebagai Ketua DPRD Sultra, baik itu dilihat dari geo politik maupun dari perolehan suara.

“Abdurrahman Shaleh ini adalah sejatinya tidak bisa jadi Ketua DPRD Sultra. Dari segi geo politik menurut keladziman di Sultra harusnya orang kepulauan yang menjadi Ketua DPRD. Secara hitung-hitungan suara juga sangat rendah. Yang seharusnya menjadi Ketua DPRD adalah Adriatma Dwi Putra,” urainya.

Ia menjelaskan dari data yang diperoleh, Abdurrahman Shaleh ini menjadi ketua DPRD pada periode 2014-2019 tidak terlepas dari pengaruh Nur Alam untuk melakukan kaderisasi.

“Menurut saya, ini adalah kebijaksanaan Nur Alam sebagai komitmen penataan terhadap kader PAN di Sultra waktu itu. Yang secara bijaksana mengusulkan Abdurrahman Shaleh sebagai Ketua DPRD,” jelas Laode.

Sementara, dari masyarakat, ternyata penunjukkan Abdrruhman sebagai Ketua DPW PAN di Sultra adalah tidak melalui forum yang resmi dan menyalahi AD/ART.

Dilakukan secara lisan Zulkifli Hasan di Bandara Haluoleo saat perjalanan menuju pulang ke Jakarta.

“Ini adalah bentuk arogansi Ketua DPP PAN, Zulkifli Hasan yang menabrak aturan partai dan juga era di Zulkifli Hasan memecat ratusan kader PAN di seluruh Indonesia,” bebernya.

Ia juga mempertanyakan soal dukungan Pemda Sultra dalam bentuk apa kongres PAN di Sultra ini.

Persoalan Sultra menjadi langganan event nasional menurut Izwar adalah mayoritas terjadi di era mantan Ketua DPW PAN Nur Alam sewaktu menjabat Gubernur Sultra.

“Yang saya ketahui, Sultra menjadi langganan event nasional yang dimaksud itu adalah kegiatan yang dibiayai pemerintah baik menggunakan APBD maupun APBN,” urai mahasiswa yang aktif pada kajian politik Indonesia ini.

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version