BUTON SELATANEKONOMI & BISNIS

Astaga! Ratusan Ton Jagung Milik Petani di Busel “Dimakan” Ulat

1312
Tampak hamparan kebun jagung siap panen
Tampak hamparan kebun jagung siap panen, milik salah seorang petani di Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Selatan, Sultra. (Foto: Basri/MEDIAKENDARI.com)

Reporter: Basri / Editor : Kang Upi

BUSEL – Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Buton Selatan (Busel) mencatatkan hasil panen jagung sebanyak 1.970 ton untuk periode Januari – Juli 2020 untuk kategori jagung pipih kering.

Jumlah hasil panen tersebut dilaporkan menurun hingga ratusan ton dibanding catatan hasil panen yang sama di tahun sebelumnya, yang mencapai mencapai angka 2.103 ton.

Kepala Distan Busel, Muhammad Syafir melalui Kepala Bidang Ketahanan Pangan, La Djiu mengungkapkan, dari total 917 hektar lahan panen selama musim barat hasinya hanya 1.970 ton.

La Djiu juga menuturkan, jumlah tersebut merupakan hasil panen dari petani di tujuh kecamatan yang ada di Busel, dengan produktifitas rata-rata sebanyak 2,148 ton per hektar.

“Data yang masuk ini baru panen musim barat kemarin, sementara untuk musim timur belum masuk, kemudian juga belum ada data spesifik tiap kecamatannya,” ungkap La Djiu, Rabu 5 Agustus 2020.

Dirinya meyakini data hasil panen tersebut akan bertambah seiring masuknya laporan hasil panen petani pada musim timur yang saat ini tengah sedang berlangsung.

Meski demikian, dirinya juga meyakini jumlah hasil panen tahun ini menurun drastis dibanding tahun lalu yang mencapai angka 2.103 ton. Penurunan itu akibat serangan ulat yang mengakibatkan petani gagal panen.

“Jelas mengalami penurunan jumlah produksi akibat serangan hama ulat saat musim kemarin yang dirasakan hampir seluruh petani jagung di Sultra,” tutur La Djiu.

Dijelaskannya juga, saat serangan ulat terjadi pihaknya langsung turun ke lapangan memberikan penyuluhan bagi masyarakat tentang cara pengobatan serta pencegahan nya.

“Jadi saat serangan ulat merajalela kemarin, kita langsung turun ke semua desa dan kelurahan untuk memberikan pemahaman dan pembekalan terkait tindakan menghadapi serangan hama itu,” terangnya.

Dalam penanganan hama tersebut, lanjutnya, saat ini pihaknya terkendala kurangnya petugas penyuluh pertanian, karena hanya ada tujuh penyuluh pertanian yang melayani 70 desa dan kelurahan.

Namun, pihaknya tetap berupaya dengan memaksimalkan sumber daya yang ada agar bisa meningkatkan produktifitas hasil pertanian dan tanaman pangan di Busel.

Apalagi kata dia, jagung merupakan komoditas pangan andalan karena potensinya yang besar di daerah itu, sebagai pengganti pangan alternatif ketika terjadi krisis pangan beras.

Sebagai upaya dalam meningkatkan hasil panen jagung, kata La Djiu, pihaknya terus membina petani lokal untuk bisa mengendalikan dan membasmi organisme pengganggu tanaman jagung.

“Kita bantu pestisida, kemudian kita sosialisasikan juga jika pemerintah terlambat bagikan pestisida maka petani bisa membeli dulu secara swadaya, jangan setelah rusak tanaman baru ada tindakan,” tegasnya.

Dirinya juga berharap, petani menjadikan komoditas ini sebagai sektor andalan dalam rangka mengantisipasi krisis pangan beras, yang berpotensi terjadi ditengah pandemi.

Menurutnya juga, produksi jagung yang ada di Busel selama ini sebagian besar masih untuk konsumsi lokal, sangat sedikit yang bisa diantarpulaukan. Apalagi untuk melayani permintaan kebutuhan jagung dari daerah lain.

“Kita memacu warga mengembangkan komoditas itu. Jadi kita terus upayakan bukan hanya bibit maupun fasilitas pertanian, tapi kita juga akan genjot perluasan lahan untuk pengembangan tamanan jagung di Busel ini,” pungkasnya.

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version