Reporter: Rahmat R
Editor: La Ode Adnan Irham
JAKARTA – Sejak dilantik sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia dinilai sudah menciptakan kontroversi. Pasalnya, Bahlil membawa-bawa etnik sebagai perwakilan warga Papua yang kemudian dikritik salah satu Tokoh Papua, Natalius Pigai dan Aliansi Relawan Jokowi (ARJ) Propinsi Papua Barat.
Sorotan juga dilakukan pemuda asal Sulawesi Tenggara (Sultra) yang mengatasnamakan Ketua Forum Muda Progresif Jakarta, Rivaldi Ramudhin. Ia menilai pernyataan Bahlil kurang tepat dan tidak etis sebagai Kepala BKPM yang mengatakan dirinya perwakilan Papua.
BACA JUGA: Ketua Gerindra Sultra Yakin Prabowo Bakal Bantu Jokowi
“Beliau kelahiran Maluku pada 7 Agustus 1976, selain itu, ia di tengah-tengah masyarakat Sultra, juga sedang ramai opini yang berkembang bahwa sosok Bahlil Lahadalia merupakan putra asli Sultra sekaligus keterwakilan masyarakat Sultra dalam Kabinet Indonesia Maju Jilid II,” ungkapnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu (26/10/2019).
Kata pria yang kerap disapa Adi ini, Bahlil tak seharusnya membawa-bawa etnik, sebab akan menuai kontroversi dan berpotensi menimbulkan bibit konflik horizontal antara masyarakat Sultra dan Papua.
“Sikap saling klaim-mengkalaim seperti ini dinilai dapat memicu konflik baru dan amarah warga asli Papua yang belum diakomodir dan diberikan kesempatan dalam kabinet Indonesia maju, tetapi seolah opini yang berkembang sudah terwakili,” kicau Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang Tangerang ini.
Kata Rivaldi, mestinya Bahlil Lahadalia lebih bijak bersikap dan mengeluarkan pernyataan sebagai seorang pejabat negara yang baru saja dilantik, sehingga tidak memancing kontroversi dan menjadi bibit konflik nantinya.
Harusnya Bahlil memposisikan dirinya sebagai pemimpin semua warga negara Indonesia tanpa harus mengembangkan isu primordial ke daerahan. Apalagi Adi percaya keputusan Presiden Jokowi memilih Bahlil Lahadalia bukan karena berasal dari Papua ataupun Sulawesi, tetapi karena kemampuan dan pengalaman Bahlil di dunia bisnis dan investasi.
“Yang terpikirkan adalah keselamatan banyak orang, berapa ribu warga kita dari Sultra yang ada di Papua, jangan sampai karena persoalan saling klaim kemudian masyarakat Sultra yang ada di Papua menjadi obyek luapan kekecewaan dan amarah masyarakat papua,” tuturnya. (B)