DAERAHHUKUM & KRIMINALKOLAKA TIMUR

Bantah Klaim Menyesatkan, Kuasa Hukum Warga Mandar Ungkap Fakta Sejarah Kolaka Timur

512
Ilustrasi

KOLTIM, MEDIAKENDARI.com – Polemik lahan antara warga Mandar dan pihak lain di Kabupaten Kolaka Timur terus bergulir setelah munculnya video seorang pria berinisial A yang mengklaim mengetahui riwayat transmigrasi serta sejarah wilayah tersebut sejak tahun 1970-an.

Dalam videonya, A menegaskan tidak pernah ada “transmigrasi Mandar” di Kolaka Timur dan mempertanyakan legitimasi keberadaan masyarakat Mandar di wilayah itu.

Namun pernyataan tersebut langsung dibantah keras oleh kuasa hukum warga Mandar, Sdri. Priska Faradisya, S.H., M.H. Menurutnya, klaim yang disampaikan A tidak hanya keliru tetapi berpotensi menyesatkan publik dan mengaburkan fakta sejarah yang sudah tercatat secara sosial maupun administratif.

“Pertama, penting untuk diluruskan. Memang betul warga Mandar yang kami dampingi bukan peserta program transmigrasi. Mereka datang sebagai kelompok migrasi mandiri sejak sekitar tahun 1995, sebanyak 18 Kepala Keluarga. Mereka hidup berdampingan damai dengan warga transmigrasi Bali yang berjumlah sekitar 60 KK,” tegas Priska, Selasa malam, 11 November 2025.

Ia menjelaskan bahwa kesalahan istilah yang sempat muncul di beberapa pemberitaan terkait penyebutan “transmigran Mandar” sudah diklarifikasi.

Penyebutan itu muncul karena masyarakat Mandar tinggal, bekerja, dan berinteraksi di kawasan yang sama dengan warga transmigrasi. Namun secara fakta, kedatangan mereka tidak melalui program negara.

“Kesalahan istilah ini sudah kami akui dan klarifikasi. Tapi menghilangkan keberadaan mereka atau menyebut mereka tidak pernah ada adalah bentuk pembelokan fakta,” tambahnya.

Lebih jauh, Priska membeberkan sejumlah fakta sejarah yang membantah klaim A. Ia menyoroti pernyataan A yang mengaku mengetahui kondisi Kolaka Timur sejak 1970-an. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak logis secara historis.

“Perlu diketahui, Kabupaten Kolaka Timur baru resmi terbentuk pada tahun 2013 melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2013. Jadi pernyataan mengetahui Kolaka Timur sejak 1970-an itu jelas tidak sesuai realitas administratif,” tegas Priska.

Ia juga menyampaikan bahwa keberadaan warga Mandar di wilayah tersebut memiliki rekam sosial dan bukti penyelesaian perselisihan yang diakui pemerintah desa.

Bahkan, pada masa itu, mereka diberikan pembagian lahan seluas 18 hektare dari total 90 hektare sebagai solusi damai yang difasilitasi oleh tokoh daerah almarhum H. K., dan disetujui oleh pihak desa serta saksi-saksi yang masih hidup sampai hari ini.

“Fakta-fakta ini bukan cerita tanpa dasar. Kami siap hadirkan saksi hidup yang mengetahui prosesnya,” ujarnya.

Dari sisi hukum, Priska menegaskan bahwa penguasaan fisik yang nyata dan berkelanjutan selama lebih dari 20 tahun telah memberikan dasar yang kuat bagi warga Mandar untuk diakui haknya atas tanah tersebut.

Ia mengutip ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

“Selama dua dekade, lahan itu dikelola, ditanami, dijaga, dan tidak pernah ada keberatan dari pihak lain. Maka menurut hukum, ada dasar kuat untuk penetapan hak yang sah,” jelasnya.

Priska juga menanggapi gaya bahasa dan klaim yang dilontarkan A dalam video tersebut. Ia menilai narasi yang dibangun bukanlah sebuah argumentasi, melainkan upaya menggiring opini tanpa dasar.

“Maaf, tapi cara berbicaranya tidak mencerminkan kedewasaan. Seperti anak kecil yang sedang berimajinasi menjadi ahli sejarah,” tegasnya.

Menutup pernyataan, Priska meminta seluruh pihak, termasuk pemerintah dan aparat penegak hukum, agar tidak terpengaruh oleh opini yang tidak didukung bukti.

“Jika ada pihak yang mencoba mempermainkan hukum atau menyebarkan narasi keliru untuk memprovokasi, kami tidak akan tinggal diam. Kami siap menempuh jalur hukum sampai tuntas,” tutupnya.

 

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version