EKONOMI & BISNISKENDARIMETRO KOTA

BEI Sultra Ingatkan Ciri Saham Berisiko Bangkrut, Ini Tips Aman Berinvestasi

893
Kepala Bursa Efek Indonesia Sulawesi Tenggara, Bayu Saputra Ramadhan.

KENDARI, MEDIAKENDARI.com – Investasi saham kini semakin diminati masyarakat sebagai salah satu instrumen untuk menumbuhkan kekayaan. Namun, seperti halnya investasi lainnya, saham juga memiliki risiko kerugian.

Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Bayu Saputra Ramadhan, mengungkapkan dua jenis risiko utama yang perlu diwaspadai investor, yaitu capital loss dan risiko kebangkrutan perusahaan.

Bayu menjelaskan bahwa capital loss atau kerugian modal terjadi ketika nilai saham yang dibeli mengalami penurunan harga. Kerugian ini baru nyata apabila saham tersebut dijual pada saat harga rendah.

“Banyak masyarakat yang masih salah kaprah, jadi kalau harga saham itu turun itu belum rugi. Ruginya kalau kita jual,” ungkapnya saat menjadi Narasumber di Bincang Kita, Jumat, 25 Juli 2025.

Ia membandingkan saham dengan emas, yang juga mengalami fluktuasi harga dari waktu ke waktu.

“Sempat 2 juta waktu itu, sekarang sudah diangka 1,8 juta atau 1,9 juta. Nah apakah rugi kalau kita punya emas sekarang harganya turun? Belum, kan kita belum jual. Nah kalau nanti kita jual, baru rugi. Kenapa saya katakan demikian, karena harga emas dan harga saham ini sama,” jelasnya.

Menurut Bayu, secara jangka panjang, grafik harga saham umumnya menunjukkan tren naik apabila perusahaan memiliki fundamental yang kuat. Namun sebaliknya, jika perusahaan tidak sehat, harga sahamnya cenderung terus menurun.

“Kebalikannya kalau perusahaannya jelek, tentu dia fluktuasinya ke bawah trennya. Sehingga ketika kita beli di sini, jualnya di harga bawah, nah ini capital loss ada kerugian di sana,” tambahnya.

Selain penurunan harga saham, risiko lain yang patut diwaspadai adalah kebangkrutan perusahaan. Bayu menegaskan bahwa kebangkrutan tidak terjadi secara tiba-tiba. Tanda-tandanya biasanya terlihat sejak jauh-jauh hari.

“Tentu perusahaan yang bangkrut ini tidak langsung, kejadiannya tuh tidak cepat. Biasanya perusahaan yang mau bangkrut itu tanda-tandanya sudah ada bertahun-tahun,” ungkapnya.

Beberapa indikator yang bisa diamati antara lain penutupan gerai, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara bertahap, hingga tidak mampunya perusahaan membayar utang.

“Kalau kita menyimpan sahamnya sampai bangkrut maka bisa jadi dua hal. Uang kita bisa kembali bisa enggak, karena perusahaan kalau bangkrut tentu yang dia dahulukan dulu yang dibayar seperti pajak. Bayar dulu ke negara, setor dulu nih utang pajaknya berapa,” jelas Bayu.

Setelah membayar pajak dan utang lainnya perusahaan akan melunasi gaji karyawan. Bila masih ada sisa dana, barulah investor atau pemegang saham akan menerima haknya, itu pun dengan catatan pemegang saham berada di urutan terakhir dalam prioritas pembayaran.

“Jadi pemegang saham ini urutannya adalah mereka paling terakhir untuk menerima kembalian kalau perusahaannya rugi. Karena mereka owner jadi haknya orang lain dulu diberikan,” ujarnya.

Meski demikian, Bayu mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu takut berinvestasi. Dari sekitar 960 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebagian besar berada dalam kondisi yang sehat dan stabil.

“Tentu berbahaya, tapi dari 960 perusahaan yang ada di Bursa Efek, masa semuanya mau bangkrut?” katanya.

Ia menyarankan masyarakat lebih cermat dalam memilih perusahaan untuk berinvestasi saham. Hindari perusahaan yang sering diberitakan mengalami PHK massal atau kesulitan keuangan.

“Bahaya nih nanti bangkrut, solusinya jangan beli perusahaan yang kalau kita lihat di berita tuh, ada PHK massal terus ditiap bulan. Jadi risiko itu sebenarnya adalah kita sendiri yang buat karena sebenarnya perusahaan yang menguntungkan ada lebih banyak dibanding perusahaan yang mau bangkrut,” tutupnya.

 

 

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version