NEWS

BKKBN Sambut Baik Keterlibatan Persatuan Guru NU

462

JAKARTA – Perkawinan anak merupakan masalah krusial yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Kurangnya orang tua yang teredukasi serta kondisi ekonomi yang lemah dinilai menjadi penyebab tingginya angka perkawinan anak. Hal itu berdampak pada kondisi biologis khususnya pihak perempuan, dimana usianya belum cukup matang untuk melahirkan berpotensi menyumbang jumlah bayi yang terlahir stunting.

Hal inilah yang turut menjadi perhatian Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) saat melakukan audiensi dengan Kepala BKKBN di Ruang Sekretariat Stunting BKKBN, Jakarta, Rabu (12/07/2023).

Kepala BKKBN, Dr. (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) dalam pertemuan itu menyambut baik dukungan Pergunu dalam rangka ikut serta berperan aktif menurunkan angka stunting dan perkawinan anak.

“Menurut saya peran yang bisa dilakukan oleh Pergunu adalah dengan membuat semacam kelas pra nikah bekerjasama dengan pihak KUA. Jadi, bagaimana kita memiliki inovasi untuk membantu Kemenag karena pengaruhnya sangat besar untuk menurunkan stunting, setidaknya tidak melahirkan bayi stunting baru,” ungkap dr. Hasto.

Lebih lanjut, dr. Hasto menjelaskan apabila bayi sudah terlanjur stunting, maka akan lebih sulit untuk diatasi. Karena itu lebih baik melakukan pecegahan. Adapun upaya pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin dengan menggencarkan edukasi oleh guru anggota Pergunu di sekolah kepada siswa-siswinya mengenai dampak perkawinan anak.

Hasto berharap Pergunu dapat memulai program penurunan stunting dengan segera mengadakan pilot project. “Apabila menyasar misalnya 1,9 juta calon pengantin, pilot project dapat dimulai dulu dari provinsi yang memiliki penduduk padat, seperti Jawa Tengah,” ujar dr. Hasto.

Lanjut Hasto, “Misal, dalam waktu tiga bulan dilakukan beberapa kali pertemuan, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan dasar oleh dokter umum. Hasilnya dimasukan aplikasi elsimil sehingga dapat dikeluarkan sertifikat. Dr. Hasto menambahkan BKKBN siap menyediakan narasumber maupun bahan ajar yang dibutuhkan.

Sejalan dengan dr. Hasto, Sekretaris Jenderal Pergunu dr. Aris Adi Leksono mengatakan bahwa Pergunu memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung program percepatan penurunan stunting. Pergunu merupakan badan otonom NU yang menghimpun dan menaungi para guru, dosen, dan ustadz.

“Kami memiliki anggota yang massif, di mana struktur kelembagaannya terdapat di 35 provinsi, 417 cabang kabupaten/kota, 10.000 perwakilan di tingkat kecamatan, dan saat ini sedang bergerak membentuk ranting di tingkat desa khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” jelas Aris.

Lebih lanjut dia menyebutkan peran Pergunu salah satunya adalah memberikan pelayanan kepada siswa dari keluarga tidak mampu dengan datang langsung ke rumahnya untuk memberikan support misalnya bantuan berupa kuota internet untuk belajar.

Menindaklanjuti pertemuan Pergunu dengan Wakil Presiden, yang mana diminta untuk terlibat dalam pencegahan stunting, maka ide dan saran dari dr. Hasto disambut baik oleh Pergunu.

Aris mengungkapkan kondisi yang umum ditemui di lapangan. “Perkawinan anak dapat disebabkan karena pengasuhan orangtua kurang maksimal. Ada beberapa orangtua menolak tindakan membangun kesehatan dan kurangnya kepedulian tumbuh kembang anak sesuai umur.”

“Ada pula orang tua memiliki pikiran bahwa vaksin haram, sudah kadung pacaran lama takut hamil di luar nikah, maka anaknya dinikahkan tidak peduli umur anak belum matang,” paparnya.

Memang penting untuk meluruskan perspektif budaya yang masih keliru di masyarakat. “Kerap kali masyarakat memiliki dahaga spiritualitas namun pelariannya kurang tepat, kurang memahami agama dan bagaimana cara mengamalkannya,” jelasnya.

Dirinya menambahkan contoh pespektif keliru lainnya adalah banyak yang menafsirkan bahwa dengan menikah maka dijamin akan kaya, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.

Guru memiliki media mengajar di sekolah dan di pesatren, di masyarakat memiliki sarana khutbah sehingga dapat memiliki kesempatan untuk mengedukasi masyarkat agar memiliki keperihatinan terkait sutiasi yang dihadapi Indonesia saat ini.

“Ini dapat menjadi peran strategis para guru untuk bekerjasama secara massif sesuai dengan potensi yang dimiliki,” ucap Aris. (Adm).

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version