KENDARIMETRO KOTAPEMPROV

Di Hadapan DPD RI, Sultra Ungkap Ketimpangan Anggaran untuk Wilayah Kepulauan

407

KENDARI, MEDIAKENDARI.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) menegaskan perlunya percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan guna menjawab disparitas anggaran antara wilayah kepulauan dan non-kepulauan.

Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B DPD RI, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Gubernur Sultra, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, melalui Sekretaris Daerah Provinsi Sultra, Drs. H. Asrun Lio, M.Hum., Ph.D., mengatakan bahwa ketimpangan fiskal menjadi salah satu hambatan utama pembangunan di wilayah berciri maritim.

Meski memiliki wilayah laut yang luas dan jumlah pulau yang besar, alokasi anggaran dari pemerintah pusat belum mencerminkan kebutuhan riil pembangunan daerah kepulauan.

“Sulawesi Tenggara memiliki luas wilayah 148 ribu kilometer persegi, namun hanya menerima Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,67 triliun pada 2025. Nilai ini lebih rendah dibandingkan provinsi non-kepulauan yang biaya pembangunannya relatif lebih murah,” ungkap Asrun Lio saat membacakan sambutan tertulis Gubernur.

Ia menegaskan, kondisi geografis kepulauan membuat pembangunan infrastruktur dan layanan publik membutuhkan biaya lebih tinggi.

Mulai dari pengembangan konektivitas, pengiriman logistik, hingga penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan. Namun kenyataannya, besaran anggaran belum sejalan dengan tantangan lapangan.

PDRB Sulawesi Tenggara tahun 2024 tercatat sebesar Rp189,48 miliar dengan rasio 0,88 persen. Hal tersebut menjadi indikator lain bahwa wilayah kepulauan masih kesulitan mengejar kesejajaran ekonomi, karena terbatasnya kemampuan fiskal daerah.

Dalam forum yang turut dihadiri Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Dr. H. Abdul Kholik, dan berbagai kepala daerah kepulauan itu, Sultra menegaskan bahwa perjuangan RUU Daerah Kepulauan bukanlah permintaan otonomi khusus.

Undang-undang tersebut, menurut Gubernur, adalah payung hukum untuk memberikan perlakuan yang adil sesuai karakteristik geografis, sosial, dan ekonomi wilayah kepulauan.

“RUU ini akan menjadi instrumen keadilan pembangunan. Provinsi kepulauan bukan hanya berjasa menjaga kedaulatan laut nasional, tetapi juga menjadi jalur strategis perdagangan global. Sudah semestinya pembangunan berpihak pada realitas tersebut,” kata Asrun Lio.

Melalui RDP ini, Pemerintah Provinsi Sultra mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat solidaritas. Langkah itu tak hanya dilakukan melalui diskusi dan rapat formal, tetapi juga konsolidasi bersama DPR RI, akademisi, dan forum Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan.

Gubernur menegaskan bahwa perjuangan ini telah berlangsung sejak Deklarasi Ambon 2005 dan Deklarasi Batam 2018. Walaupun masa jabatan Sultra sebagai Ketua BKS Provinsi Kepulauan periode 2019–2024 telah berakhir, komitmen untuk mengawal RUU tetap berlanjut.

“Perjuangan ini panggilan moral. Karena tujuan akhirnya adalah menghadirkan pelayanan dasar yang merata, konektivitas yang lebih baik, dan menurunkan isolasi wilayah. Warga kepulauan berhak merasakan keadilan yang sama dengan warga di wilayah daratan,” tegasnya.

RDP tersebut ditutup dengan harapan agar pemerintah pusat dapat segera mengesahkan RUU Daerah Kepulauan sebagai fondasi hukum menuju pembangunan Indonesia yang inklusif dan berkeadilan.

Laporan: Yoni

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version