KENDARI – Humas Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Bahteramas, Masyita tiba-tiba meradang saat ditemui awak media, yang hendak mengkonfirmasi soal dugaan penelantaran pasien di RS bertaraf internasional itu.
Dari pantauan sejumlah awak media yang mencoba mendatangi ruangan Humas RS Bateramas tersebut, setibanya di ruangan tiba-tiba wartawan harus beradu argumen, karena wartawan dipaksa untuk memfoto copy id card terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara. Padahal sejumlah wartawan sudah memperlihatkan tanda pengenal masing-masing.
[ Baca juga: Karena Hanya Bermodal Kartu BPJS, RS Bahteramas Diduga Telantarkan Pasiennya ]
Masyita tetap menolak untuk berkomentar, apabila para pewarta belum menyerahkan foto copy id card masing-masing. Kondisi tersebut membuat awak media lebih memilih meninggalkan ruangan wanita setengah baya itu, ketimbang harus mencari tempat foto copy untuk menuruti permintaannya.
“Ini rumah saya, kalian tidak mempunyai hak dan saya tidak mau berkomentar, silahkan keluar. Pokoknya harus foto copy dulu id card-nya baru saya mau berkomentar,” tegas Masyita sambil memplototi para awak media, Selasa (13/2 2018).
Saat awak media meminta agar id card mereka difoto menggunakan handphone miliknya saja, Masyita justru tetap menolak sambil mengarahkan untuk segera foto copy id card. Bahkan, permintaan agar stafnya yang melakukan foto copy tanda pengenal itu, Masyita juga menolaknya.
“Tetap tidak bisa, silahkan sendiri yang foto copy dulu id cardnya baru saya akan berkomentar,” katanya.
Ardin Sardin, salah seorang wartawan yang ikut menemui Humas tersebut mengatakan, pihak RS Bahteramas terindikasi mencoba menghalang-halangi kerja jurnalis, dengan memaksa semua kawan-kawan seprofesinya untuk menyerahkan foto copy id card.
“Saya heran dengan Humas RSUP Bahteramas ini, masa dia paksa kami untuk foto copy id card. Kita minta beliau untuk foto saja pakai kamera handphonenya, atau stafnya saja yang disuruh foto copy malah ditolak juga. Ini kan strategi dia untuk menghalang-halangi tugas kami,” papar Wartawan Teropongsultra.id itu.
Anehnya lagi, lanjutnya, Humas RSUP itu terkesan melarang para awak media untuk menemui keluarga pasien. Karena pihak rumah sakit meminta agar rekaman wawancara ibu pasien segera dihapus.
“Waktu kami habis wawancarai ibu pasien, seorang Satpol PP perempuan yang bertugas di gedung Laika Waraka menghampiri kami dan meminta agar rekaman kami dihapus, katanya itu permintaan dari Bu Masyita, seraya dia mengarahkan kami ketemu langsung dengan Humas itu,” tuturnya.
Padahal kata dia, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Selain itu, Undang-Undang tentang Pers ini juga memberi sanksi kepada mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pers menyatakan,
“Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta,” tutupnya.
Reporter: Ruslan
Editor: Jubirman