NEWS

Gubernur Sultra Tegas Soal Pulau Kawi-Kawia, DPR RI akan Bentuk Panja

1389
Tampak Gubernur Sultra H Ali Mazi saat hadir RDP dengan Komisi II DPR RI

KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), H Ali Mazi, SH menunjukkan sikap tegas dan lugas perihal status Pulau Kawi-Kawia yang disengketakan dengan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Hal itu terlihat dari paparan Gubernur saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Gedung DPR Senin, 11 April 2022.

Rapat yang mengagendakan pembahasan soal sengketa Pulau Kawi-Kawia antara Kabupaten Buton Selatan (Sultra) dengan Kabupaten Kepulauan Selayar (Sulsel) itu, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang dan dihadiri sejumlah anggota Komisi II DPR RI lainnya baik secara langsung maupun online, termasuk legislator asal Sultra, Hugua, hadir langsung.

Pada kesempatan itu, Gubernur didampingi sejumlah pejabat lingkup Pemprov Sultra antara lain Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Ilyas Abibu, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Rahmat Hasan, Krepala Biro Pemerintahan Mulyasi, dan Kepala Badan Penghubung Wa Ode Kanufia. Sementara dari Pemkab Buton Selatan diwakili oleh Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Zainal.

Disampaikan Gubernur, persoalan Pulau Kawi-Kawia berawal pada tahun 2011, ketika Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Kakabia.

Baca Juga : Ibu Pedagang di Pelataran MTQ Kena Tembakan Gas Air Mata di Kaki Saat Demo Ricuh di Kendari 

Pada pasal 3 permendagri tersebut disebutkan, Pulau Kakabia masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar (Sulsel). Menurut Gubernur, hal tersebut sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sultra.

Pada tahun 2018, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar pernah mengajukan yudicial review terhadap UU/16/2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dan menghasilkan putusan MK RI Nomor 24/PUU-XVI/2018, yang menyatakan bahwa permohonan Pemohon I atas nama Muh. Basli Ali (Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar) dan pemohon II atas nama Mappatunru (Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar) tidak dapat diterima dan putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat.

Persoalan Pulau Kawi-Kawia terus berlanjut, dengan terbitnya Keputusan Mendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau Tahun 2022, dimana dalam lampirannya telah tertera Pulau Kakabia (Kawi-Kawia) dengan Nomor Kode 73.01.40123, masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar.

“Sehubungan dengan itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sangat keberatan atas keluarnya kepmendagri tersebut,” tegas Gubernur.

Ada beberapa alasan yang mendasari keberatan Pemprov Sultra. Pertama, bahwa sejak diterbitkannya Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Kakabia dan/atau Pulau Kawi-Kawia, Pemprov Sultra telah melayangkan setidaknya 5 (lima) surat kepada mendagri.

Namun, tidak satu pun yang mendapat respon atau difasilitasi oleh pihak kemendagri, untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang terjadi pada pulau tersebut, sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya konflik, khususnya pada masyarakat Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Kepulauan Selayar.

Baca Juga : Mahasiswa Sempat Blokade Jalan Pertigaan Kampus UHO

Adapun kelima surat tersebut, yakni Surat No: 135/2036, tanggal 4 Mei 2015 perihal Keberatan Status Pulau Kakabia. Kedua, Surat No: 135/990, tanggal 29 Februari 2016 perihal Keberadaan Status Pulau Kawi-Kawia. Ketiga, Surat No: 135/1991, tanggal 7 Mei 2021 perihal Permintaan untuk Meninjau Kembali dan/atau Mencabut Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Kakabia/Kawi-Kawia.

Keempat, Surat No: 019.3/895, tanggal 16 Februari 2022 perihal Permohonan Audience Terkait Keberadaan Status Pulau Kawi-Kawia. Kelima, Surat No: 136/1381, tanggal 16 Maret 2022 perihal Penyelesaian Permasalahan Posisi dan Batas Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Alasan kedua yang dikemukakan Gubernur, bahwa negara kita mengakui Pulau Kawi-Kawia menjadi bagian dari cakupan wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara yang dibuktikan pada setidaknya delapan dokumen, yakni (1) Peta Lampiran Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara; (2) Hasil Keputusan Mahkamah Konstitusi No: 24/PUU-XVI/2018; (3) fakta sejarah yang menunjukan bahwa Pulau Kawi-Kawia merupakan wilayah Kesultanan Buton dan Pemerintah Swapraja Buton.

Selanjutnya, dokumen (4) berita acara beserta lampiran hasil verifikasi Pulau di Provinsi Sultra Tahun 2008; (5) peta rupa bumi Indonesia Lembar Bukti NLP 2209 edisi 1 Tahun 1997, mencantumkan Pulau Kawi-Kawia sebagai bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Sampolawa, Kabupaten  Buton (saat ini Kabupaten Buton Selatan).

Berikutnya, dokumen (6) Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2012 – 2032; (7) Peraturan Daerah Kabupaten Buton Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton Tahun 2013 – 2033; dan (8) Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Sementara penetapan wilayah administrasi Pulau Kakabia menjadi bagian wilayah adminitrasi Kabupaten Kepulauan Selayar hanya dengan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2011,” kata Gubernur.

Dilanjutkan, ketika Permendagri 45/2011 tersebut ditetapkan, kemendagri tidak pernah mengundang rapat kedua belah pihak antara Pemerintah Provinsi Sultra dan Pemerintah Provinsi Sulsel.

“Sehingga besar dugaan kami, penetapan Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 diputuskan secara sepihak, dengan mengesampingkan prinsip musyawarah yang selama ini digunakan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia  dalam menyelesaikan satu permasalahan,” ujar Gubernur.

Alasan ketiga, lanjut Gubernur, bahwa menurut ketentuan Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, bila terjadi perselesihan batas daerah, maka pihak Kemendagri akan mengundang pihak yang bersengketa untuk membahas dan menuangkan dalam berita acara. Bila dalam beberapa kali rapat tidak ada kesepakatan maka pihak Kemendagri akan memutuskan/menetapkan berdasarkan pertimbangan dan dokumen yang disampaikan oleh masing-masing pihak.

Ditegaskannya, bahwa dalam Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 terdapat “kejanggalan” yang menurut kami tidak lazim, terkait dengan penulisan abjad Pulau Kakabia sebagaimana tertuang dalam Lampiran Kepmendagri tersebut pada halaman 3.817, dimana harusnya ditempatkan sesuai urutan abjad yang ada. Namun Pulau Kakabia ditempatkan paling akhir dari urutan abjad.

“Hal ini dapat diduga ada oknum yang sengaja melakukan rekayasa dengan maksud mengaburkan dan menyembunyikan penempatan penulisan nama abjad untuk Pulau Kakabia di pojok dan tidak berurutan, sehingga menyulitkan untuk membacanya,” ungkap Gubernur.

Bahwa berdasarkan rekapitulasi jumlah pulau di Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 pada halaman 3824, ada 2 (dua) kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara dihilangkan, yaitu Kabupaten Kolaka Timur dan Kabupaten Buton Selatan.

Baca Juga : Pemda Muna Barat Tentukan Besaran Zakat Lebih Awal Agar Segera Disalurkan 

Hal tersebut menjadi bentuk pengingkaran terhadap UU Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Kolaka Timur di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan UU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Berkaitan dengan itu, tegas Gubernur, patut diduga bahwa ada upaya oknum untuk menghilangkan Pulau Kawi-Kawia dari wilayah Buton Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, atau tindakan muslihat yang dilakukan oknum tertentu untuk mengaburkan status Pulau Kawi-Kawia (penamaan Kab. Buton/Buton Selatan)/Kakabia (penamaan Kabupaten Kepulauan Selayar) dari wilayah Kabupaten Buton Selatan.

Berangkat dari uraian tersebut, lanjut Gubernur, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan ini sangat mengharapkan agar permasalahan terkait posisi dan batas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dapat segera terselesaikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Menanggapi paparan yang disampaikan Gubernur, Wakil Ketua Komisi II DPR yang memimpin rapat, Junimart Girsang, mengungkapkan akan segera membentuk panitia kerja (panja) guna menyelesaikan persoalan status Pulau Kawi-Kawia dan disetujui oleh anggota Komisi II lainnya.

Penulis : Sardin.D

Facebook : Mediakendari

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version