KOLAKA TIMURPOLITIKSULTRA

Hari Anti Korupsi, FPR Singgung Pejabat Rangkap Jabatan Hingga Isu Fee Proyek di Koltim

878
Aksi unjuk rasa Forum Pemerhati Rakyat (FPR) Koltim, di Tugu Jalan Poros Rate-Rate. Foto : Jaspin
Aksi unjuk rasa Forum Pemerhati Rakyat (FPR) Koltim, di Tugu Jalan Poros Rate-Rate. Foto : Jaspin

Reporter : Jaspin

Editor : Kang Upi

TIRAWUTA – Memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia 10 Desember 2018, Forum Pemerhati Rakyat (FPR) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengkritisi lemahnya penegakan hukum di Koltim.

Hal ini diungkapkan FBR Kolaka Timur, dalam aksi demonstrasi yang digelar di Jalan Lintas Kolaka – Kendari, Senin (10/12/2018). Diikuti puluhan masa FBR Koltim.

Dalam orasinya, Koordinator Lapangan (Korlap) FBR Koltim, Sudirman Baso menyinggung sejumlah persoalan yang kurang direspon aparat penegak hukum hingga kini, meski telah dilaporkan.

Baca Juga : https://mediakendari.com/2018/12/10/ciptakan-pemilu-damai-panwascam-tinanggea-gelar-sosialisasi/

“Kami mendesak, aparat penegak hukum agar kiranya jangan hanya menutup mata dalam menangani kasus di Koltim. Sebab kasus yang sudah dilaporkan ke Kejari Kolaka itu sudah banyak, tatapi semuanya itu tidak ada realisasinya hingga saat ini,” tegas Sudirman dalam orasinya.

Selain permasalahan hukum, FBR juga mengkritisi tatakelola pemerintahan Pemkab Koltim, khususnya lemahnya pengawasan oleh Inspektorat dan DPRD Koltim.

Baja Juga : https://mediakendari.com/2018/12/10/hugua-optimis-capres-jokowi-makruf-bakal-menang-70-di-sultra/

Sebabnya, kata Sudirman, lemahnya pengawasan ini menyebabkan lahirnya polemik baru di tatakelola pemerintahan. Seperti, adanya oknum pejabat yang merangkap jabatan dan isu fee proyek hingga 25 persen.

“Lemahnya pengawasan internal dari Ispektrorat menyebabkan banyak kasus penyalahgunaan anggaran APBD, dan Pungutan liar dana proyek hingga yang mulai 20 hingga 25 persen, tiap kontraktor,” tambahnya.

FBR juga mendesak DPRD Koltim, segera menyelesaikan polemik Pasar Poni-Poniki dan Rate-Rate yang hingga saat ini belum ada solusi terbaik bagi masyarakat, khususnya para pedagang.

Diungkapkannya, kebijakan pemindahan pedagang dari Pasar Rate-rate ke Pasar Poni-poniki menyebabkan para pedagang kehilangan mata pencarian. Karena Pasar Poni-poniki yang dibangun pemerintah selalu sepi.

Sementara, keinginan pedagang untuk kembali berjualan di Pasar rate-rate yang lebih ramai selalu ditentang pemerintah.

“Namanya penjual, pasti mencari rejeki. Dimana penjal itu mencari tempat dimana pembelinya banyak. Sementara di pasar Poni-Poniki itu, malah kerugian yang didapat,” pungkasnya. (b)

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version