NEWS

Masa Depan Nikel : Bahan Baku Utama Baterai Kendaraan Listrik

896

Saat ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan percepatan peningkatan nilai tambah untuk mineral, tidak terkecuali nikel. Program hilirisasi nikel menjadi pokok perbincangan di negara ini.

Pasalnya, salah satu langkah untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia, khususnya no. 7 ‘Energi Bersih dan Terjangkau’, adalah dengan mensubstitusi kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik.

Telah diketahui bahwa semakin banyaknya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar fosil akan berakibat pada pemanasan global yang berujung pada krisis iklim.

Untuk itu, kendaraan listrik berbasis baterai yang tidak menghasilkan emisi karbon menjadi salah satu sumber energi bersih. Agar menjadi terjangkau, maka perlu ada upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya dengan pembangunan industri baterai listrik.

Baca Juga : 2023, Bapenda Konawe Tidak Lagi Pungut PPJ Listrik dan Non Listrik 

Menurut data International Energy Agency 2021, secara global terjadi peningkatan permintaan kendaraan listrik berbasis baterai yang cukup besar dimana tahun 2020 meningkat 43% dibandingkan 2019 dengan stok mobil listrik global mencapai angka 10 juta. Pada kuartal pertama tahun 2021, penjualan mobil listrik global naik sekitar 140% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020, dengan 2 produsen tebesar yaitu China dan Eropa yang masing-masing mencapai angka penjualan sekitar 500.000 dan 450.000 kendaraan.

Sementara itu, pada tahun 2020 juga terjadi peningkatan produksi baterai untuk mobil listrik sebesar 33% dari 2019. Permintaan baterai untuk moda transportasi lain meningkat 10%.
Produksi baterai terus didominasi oleh China, yang menyumbang lebih dari 70% kapasitas produksi sel baterai secara global. Menurut data Statista 2021, permintaan untuk baterai diperkirakan akan meningkat dari 185 GWh pada tahun 2020 menjadi 2.035 GWh pada tahun 2030.

Peningkatan pesat kendaraan listrik ini dikarenakan keinginan masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas udara di negaranya dengan teknologi yang lebih maju dan ramah lingkungan. Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam hal ini ditunjukkan dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Melalui Kementrian Perindustrian, Indonesia sudah mempunyai roadmap pengembangan mobil listrik yang dimulai tahun 2020 dimana produksi mobil listrik dilakukan secara bertahap dari total produksi 1,5 – 4 juta unit mobil setahun.
Kenaikan permintaan kendaraan listrik akan meningkatkan permintaan baterai. Baterai merupakan komponen kunci untuk kendaraan listrik. Komponen baterai berkontribusi sekitar 35-40% dari harga mobil listrik pada saat ini.

Baca Juga : PJ Bupati Kolut Siap Maksimalkan Pembangunan

Komponen biaya terbesar untuk pembuatan baterai mobil listrik adalah biaya materialnya yang mencapai kurang lebih 60% dari total biaya pembuatan baterai itu sendiri. Hal ini membuat material bahan baku utama baterai menjadi vital untuk memenangkan persaingan industri baterai.
Mobil listrik menggunakan komponen utama baterai berasal dari bahan tambang seperti lithium, nikel, kobalt, mangan, dan alumunium yang digunakan sebagai bahan baku material katoda serta grafit sebagai material anodanya.

Material katoda memberikan kontribusi paling tinggi terhadap harga sel baterai lithium yaitu sekitar ±34%. Bahan baku ini, mayoritasnya didapat dari hasil pengolahan dan pemurnian nikel. Oleh karena itu, industri pengolahan dan pemurnian nikel sangat dibutuhkan sebagai dasar dari cita-cita besar ini.

Saat ini, pengolahan dan pemurnian nikel di Indonesia sebagai bahan baku baterai listrik telah dilakukan oleh beberapa perusahaan, salah satunya PT Halmahera Persada Lygend di Obi, Maluku Utara serta PT Huayue Nickel Cobalt dan PT QMB New Energy Material di Morowali, Sulawesi Tengah.

Untuk mensuplai keberlangsungan industri tersebut, perlu adanya kepastian rantai pasok bijih nikel dari proses penambangan. Peran perusahaan tambang juga menjadi penting di sini. Misalnya, pemasok bijih untuk industri pengolahan nikel di Pulau Obi berasal dari beberapa wilayah penambangan baik dari satu pulau yang sama, yaitu PT Trimegah Bangun Persada, PT Gane Permai Sentosa, PT Jikodolong Megah Pertiwi, dan PT Obi Anugerah Mineral atau dari luar pulau yaitu PT Gema Kreasi Perdana di Pulau Wawonii.
Keterkaitan antarperusahaan juga akan mendukung tercapainya industri baterai listrik yang berkelanjutan. Kedepannya, diproyeksikan akan ada peningkatan permintaan logam nikel yang selama ini untuk bahan baku baja tahan karat, bergesar pada bahan baku baterai.

 

Penulis: Rofingatun,Teknik Metalurgi ITB

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version