FEATUREDKendari

Mengintip Jejak Apriliani Puspitawati, Puteri Indonesia Asal Sultra

726
×

Mengintip Jejak Apriliani Puspitawati, Puteri Indonesia Asal Sultra

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Nama Apriliani Puspitawati yang juga sebagai pemenang Puteri Indonesia Intelegensia pada 2015 silam memang belum banyak dikenal oleh masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra), namun prestasinya tidak perlu diragukan lagi.

Wanita asal Kota Kendari ini telah melalang buana diberbagai daerah guna memberi pengajaran terhadap anak-anak kurang mampu. Baik pada sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajarnya sampai di bawah kolong jembatanpun dimasukinya.

Setelah kembalinya ke tanah kelahirannya, wanita yang sering disapa April ini langsung mendirikan Yayasan Puteri Sultra guna melatih para perempuan yang hendak tampil diajang bergengsi itu serta mengharumkan nama Sulawesi Tenggara di tingkat nasional.

Usahanya pun tidak sia-sia, dari yayasan yang didirikannya itu, April sudah mengutus tiga Puteri Indonesia perwakilan Sultra.

“Alhamdulillah beberapa tahun belakangan ini kami sudah mengutus tiga perwakilan dari Sultra,” ujar April saat awak Mediakendari.com bertemu di kediamannya di Kendari, Selasa (31/7/2018).

Keprihatinannya terhadap dunia pendidikan pun membuat Alumni SMA Kartika Kendari ini aktif dalam kegiatan sosial. Melalui yayasan yang menaunginya, April sangat giat membantu berbagai masalah pendidikan.

April menuturkan dengan menjadi Puteri Indonesia Intelegensia, dirinya lebih memahami persoalan pendidikan di Indonesia termasuk di wilayah Sultra yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat dan daerah.

“Pendidikan kita memang harus lebih menjadi perhatian, karena masih banyak anak-anak kita yang belum merasakan sekolah karena tidak mampu,” ujarnya dengan raut wajah serius.

Lebih lanjut, wanita yang masih kuliah Magister di Universitas Trisakti Jakarta ini menuturkan, persoalan pendidikan memanglah sangat kompleks, mulai dari hubungan antara murid dan guru yang memiliki jarak sampai pada kualitas pendidikan itu sendiri.

Di sisi lain katanya, wibawah para guru mulai mengurang di mata muridnya yang akhirnya para siswa sendiri sudah tidak melihat si pengajar itu sebagai panutan. Akhir dari situasi itulah yang sering membuat terjadinya pertikaian antara guru dan murid di beberapa sekolah termasuk di Sultra.

“Inikan aneh, ada guru dan murid berkelahi, siswa pukul gurunya sendiri. Inilah yang dinamakan kebablasan di dunia pendidikan kita,” terangnya.

Dirinya mengaku, sudah banyak mendengar dari orang tua siswa yang mengeluhkan persoalan biaya pendidikan mahal serta jalur-jalur lain untuk masuk di sekolah-sekolah vaforit dengan membanderol harga.

“Untuk itulah saya sering mengajar di kolom jembatan atau sekolah-sekolah kumuh di wilayah luar Indonesia,” ungkapnya.


Reporter: Kardin

You cannot copy content of this page