KENDARIMETRO KOTAPENDIDIKAN

Pendidikan Karakter di Era Global: Refleksi Dr. Abbas Baco Miro tentang Nilai Hadis

369
Ketgam: Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Kendari (UMKendari) menggelar Kuliah Tamu bertajuk “Transformasi Nilai-Nilai Hadis Nabi dalam Sistem Pendidikan Kontemporer” di Aula Gedung E UMKendari

KENDARI, MEDIAKENDARI.com – Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Kendari (UMKendari) menggelar Kuliah Tamu bertajuk “Transformasi Nilai-Nilai Hadis Nabi dalam Sistem Pendidikan Kontemporer” di Aula Gedung E UMKendari pada Kamis (16/10/2025). Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr. KH. Abbas Baco Miro, Lc., M.A.

Dalam pemaparannya, Dr. KH. Abbas Baco Miro menjelaskan bahwa hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan moral umat. Namun, di era globalisasi dan digitalisasi yang disertai krisis moral, nilai-nilai hadis perlu ditransformasikan agar tetap relevan dalam sistem pendidikan modern.

Beliau mencontohkan kisah Abdurrahman bin Auf saat berhijrah ke Madinah. Abdurrahman meninggalkan seluruh harta bendanya di Mekkah dan menghadapi ujian iman di tengah keluarganya. Namun, makna hijrah bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan meninggalkan keburukan menuju kebaikan.

Ketika tiba di Madinah, Abdurrahman menolak tawaran separuh harta dari Sa’ad bin Rabi’ al-Anshari dan memilih untuk bekerja keras di pasar. Menurut Dr. Abbas, kisah ini mengandung nilai pendidikan karakter yang kuat. Nabi Muhammad SAW membangun kekuatan umat melalui kerja keras, kemandirian, dan solidaritas.

Dr. Abbas juga mengisahkan Sulaik al-Ghathafani, seorang sahabat miskin yang datang ke masjid pada hari Jumat saat Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Ia duduk tanpa terlebih dahulu melaksanakan salat dua rakaat. Nabi pun menghentikan khutbahnya sejenak dan bersabda, “Wahai Sulaik, bangunlah dan salatlah dua rakaat, serta ringankanlah keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut Dr. Abbas, perintah Nabi tersebut memiliki makna yang jauh lebih dalam dari sekadar ajakan melaksanakan salat sunnah. Rasulullah SAW dengan penuh kebijaksanaan ingin menarik perhatian jamaah terhadap kondisi Sulaik yang sangat miskin dan membutuhkan bantuan. Dengan menyuruhnya berdiri dan salat dua rakaat di hadapan jamaah, Nabi sebenarnya sedang menghadirkan realitas sosial di tengah ibadah. Saat para sahabat melihat keadaan Sulaik yang sederhana dan mengenaskan, hati mereka tergerak untuk membantu.

Setelah Nabi kembali melanjutkan khutbahnya, beliau menyerukan pentingnya bersedekah bagi yang memiliki kelapangan rezeki. Mendengar seruan itu, para sahabat segera membawa sedekah, ada yang membawa pakaian, makanan, dan barang kebutuhan lain, hingga Sulaik pun mendapatkan bantuan. Rasulullah kemudian memuji mereka yang pertama kali bersedekah dengan sabdanya:

Dr. Abbas menjelaskan bahwa kisah ini menunjukkan kejeniusan pedagogis Rasulullah SAW dalam mendidik umatnya. Teguran yang tampak sederhana justru mengandung strategi pendidikan karakter yang luar biasa, menggerakkan empati jamaah, menumbuhkan kepedulian sosial, dan mengajarkan bahwa ibadah bukan hanya hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga horizontal antar sesama manusia.

Beliau menegaskan bahwa inti pendidikan Rasulullah adalah pendidikan karakter berbasis keteladanan dan konteks sosial. Keteladanan Nabi mengajarkan bahwa nilai-nilai hadis dapat menjadi landasan dalam membentuk kepribadian, empati, dan tanggung jawab sosial umat Islam.

Dalam konteks Pedagogi Islam Kontemporer, Dr. Abbas menekankan pentingnya memadukan metode tradisional Rasulullah seperti talaqqi, keteladanan, tanya jawab, dan kisah inspiratif, dengan pendekatan modern berbasis teknologi. Nilai-nilai hadis seperti ihsan, amanah, tawadhu, dan kasih sayang kini dapat diformulasikan sebagai soft skills yang terukur dan diintegrasikan dalam pembelajaran.

Contohnya, hadis tentang keadilan sosial dapat diterapkan pada pelajaran IPS atau PKN, sedangkan hadis tentang kepemimpinan menjadi dasar dalam pembelajaran etika profesi di perguruan tinggi. Pendekatan Project Based Learning (PBL) juga dapat digunakan dengan studi kasus etika yang relevan dengan nilai-nilai hadis untuk mengasah empati dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa.

Dr. Abbas turut menyinggung hadis riwayat Bukhari (no. 5364) dan Muslim (no. 1714) tentang Hindun, istri Abu Sufyan, yang mengambil sebagian harta suaminya untuk kebutuhan keluarga. Hadis ini menegaskan tanggung jawab sosial suami terhadap keluarga serta menjadi dasar konsep keadilan sosial dalam Islam.

Beliau juga menyoroti pentingnya digitalisasi dan mediatization nilai-nilai hadis melalui pengembangan modul e-learning dan media digital berbasis nilai Islam. Transformasi nilai hadis, menurutnya, harus mempertimbangkan keragaman budaya lokal tanpa menghilangkan makna universalnya. Misalnya, praktik sedekah yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat menjadi bentuk penerapan nilai-nilai Islam yang relevan dengan zaman.

Melalui kuliah tamu ini, Fakultas Agama Islam UMKendari menegaskan komitmennya untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap pentingnya transformasi nilai-nilai hadis sebagai fondasi pendidikan karakter Islam yang kontekstual, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan tetap berpijak pada ajaran Rasulullah SAW.

Laporan: Yoni

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version