JAKARTA, MEDIAKENDARI.COM – Demi mempercepat penurunan angka stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), terus melakukan berbagai upaya dan strategi, mulai dari sosialisasi sampai menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah dan non pemerintah.
Di mana baru-baru ini, BKKBN kembali berhasil menjalin Nota Kesepahaman dengan Badan Pangan Nasional, mengenai sinergitas ketahanan pangan dan gizi untuk anak-anak di Indonesia.
Salah satu fokus dari kerja sama Badan Pangan Nasional dan BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting adalah, pemetaan daerah-daerah rawan pangan dan serta solusi yang harus dilakukan.
Nota Kesepahaman ditandatangani Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dan Kepala BKKBN Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) ini bertujuan untuk membangun sinergitas, dan kerja sama mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana.
Kedua pimpinan Lembaga Negara ini menandatangani Nota Kesepahaman dalam kegiatan bertajuk “Gerakan Makan Telur Bersama” yang diadakan di Lapangan Desa Kebumen, Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Minggu (25/09/2022).
Baca Juga : Masa Aksi Bubar, Jalan Seputaran Bundaran Gubernur-Polda Sultra Kembali Kondusif
Nota Kesepahaman ini juga sebagai pedoman mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga. Ada enam ruang lingkup dalam Nota Kesepahaman nomor 154/KG.02.02/K/9/2022 dan nomor 38/KSM/G2/2022.
Lingkup pertama adalah koordinasi dan advokasi; Kedua, komunikasi, informasi, dan edukasi; Ketiga, pemanfaatan data dan atau informasi; Keempat, sinergi program dan atau kegiatan ketahanan pangan dan gizi melalui pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana.
Kelima, melakukan pencegahan dan pengentasan daerah rawan pangan dan masalah gizi termasuk stunting. Ruang lingkup keenam, mengatur kegiatan-kegiatan lain yang disepakati BKKBN dengan Badan Pangan Nasional.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya mendukung penuh BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting. Di mana dukungan itu akan dilakukan dalam bentuk kerja sama untuk mencapai sinergitas.
Menurutnya, Badan Pangan Nasional siap melaksanakan lima pilar strategi nasional percepatan penurunan stunting, yang salah satunya adalah peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat.
Baca Juga : Wali Kota dan Masyarakat Baubau Antusias Sambut Kedatangan Presiden Jokowi
Arief mengatakan wilayah rentan pangan di Indonesia terdapat di 74 kabupaten dan kota atau sekitar 14%,, yang ingin diturunkan menjadi dibawah 14%. Penyebab utama kerentanan pangan adalah neraca pangan wilayah defisit, persentase penduduk miskin tinggi dan prevalensi balita stunting tinggi.
“Pada tahun 2021, sebanyak 23,1 jiwa (8,49%) penduduk Indonesia mengkonsumsi kalori kurang dari standar minimum untuk hidup sehat dan aktif. Dan juga kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia belum beragam dan bergizi seimbang. Masih tingginya konsumsi padi-padian, minyak dan lemak, serta kurangnya konsumsi sayur dan buah, pangan hewani serta umbi-umbian,” katanya.
Lanjutnya, Badan Pangan Nasional akan menyandingkan data-data daerah rawan pangan dengan data-data daerah dengan prevalensi stunting tinggi. Dengan menyatukan kedua data tersebut maka upaya percepatan penurunan stunting bisa dilakukan dengan baik.
“Apakah ada irisan daerah rawan pangan dengan prevalensi stunting? Pertanyaan inilah yang akan kita jawab bersama-sama dan kita sebagai Badan Ketahanan Pangan siap membantu dengan sinergi untuk percepatan penurunan stunting,” jelasnya.
Baca Juga : Polda Sultra Amankan 10 Orang Diduga Provokator pada Aksi Peringati 3 Tahun Kematian Randi-Yusuf
Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai Badan Pangan Nasional berperan sangat penting dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting.
Menurut Hasto, adanya irisan (overlay) data-data yang dimiliki Badan Pangan Nasional terkait daerah yang mengalami rawan pangan, serta data dari BKKBN maka diharapkan akan mendapatkan lokasi yang akan dijadikan prioritas percepatan penurunan stunting.
“Kalau dipetakan secara umum, maka irisan yang harus kita bangun itu pertama data. Kita harus bisa membangun irisan data daerah yang rawan pangan, dengan daerah prevalensi stunting. Kami sudah punya data keluarga risiko stunting by name by address. Nanti dikombinasikan dengan data Badan Pangan Nasional, daerah rawan pangan maka daerah itu jadi prioritas,” bebernya.
Dengan adanya lokasi prioritas, maka bisa ditentukan strategi yang akan digunakan. Hasto memberi contoh, misalnya apakah dengan pemberdayaan untuk meningkatkan ekonomi warga atau melalui pemberian makanan langsung.
“Dengan memberikan makanan langsung, BKKBN sudah punya wadah, namanya Kampung Keluarga Berkualitas,” pungkasnya.
Penulis : Redaksi
Facebook : Mediakendari