Reporter: Ferito Julyadi
KENDARI – Masalah pertambangan bukanlah hal yang dapat disepelekan. Pengerukan tanah yang kian masif untuk mendapatkan hasil bumi, terkadang menyalahi aturan dan meninggalkan lubang menganga hasil pengerukan.
Hal tersebut tentunya berdampak terhadap masyarakat sekitar tambang. Perluasan tambang secara perlahan memaksa masyarakat kehilangan tempat tinggal.
Melihat hal tersebut, Ketua Koordinator Knowledge Sharing Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Stepahanie Octorina Saing menuturkan, dalam perencanaan semua pihak harus dilibatkan.
“Masalah yang sering kita dengar adalah masalah lingkungan dan masyarakat, sehingga dalam perencanaanya kita harus melibatkan segala pihak,” ujarnya saat menjadi pemateri dalam kegiatan ‘Temu Ilmiah Mahasiswa Tambang Indonesia XIII’, di salah satu hotel di Kota Kendari, Selasa 03 Februari 2020.
Stephanie menyebut, regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait pertambangan, jika dilihat dari aspek lingkungan sudah menjelaskan adanya reklamasi.
“Dalam regulasi sudah sangat jelas. Pemerintah menjamin reklamasi. Pemerintah juga meminta setiap perusahaan untuk membuat jaminan reklamasi per lima tahun, termasuk didalamnya rencana menambang serta jaminan penutupan tambang,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Kepala Sub Bidang (Kasubid) Penyiapan Program Mineral dan Batubara (Minerba), Herry Permana yang menjadi salah satu pemateri menuturkan, lahan merupakan salah satu permasalahan yang acap kali terjadi pada kegiatan penambangan.
“Terkait masalah lahan juga sedang dibahas. Apabila tidak ada kesepakatan, pengadilan menjadi jalur terakhir, dan pemerintah sebagai mediasi,” ujarnya.
Terkait reklamasi, Herry mengatakan, tranparansi dalam hal tersebut harus dan wajib diterapkan.
“Sebenarnya jaminan reklamasi itu hanya sebuah jaminan. Hanya saja, mekanismenya yang harus transparan,” ungkapnya. (A)