Oleh : Muhamad Ikram Pelesa
Pada Tahun 2011 Menteri Pendidikan Nasional berserta para pemimpin Perguruan Tinggi telah mendeklarasikan anti plagiat dan anti mencontek pada peringatan Hari Pendidikan Nasional. Pentingnya Deklarasi Anti Plagiat tentu masuk akal dalam dunia pendidikan, mengingat munculnya beberapa pemberitaan terkait plagiasi yang dilakukan para pengajar dan pembelajar didunia akademik.
Tentunya ada hal besar yang mendorong pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional saat itu menyoal kondisi lingkungan akademik yang mulai rawan dengan kejahatan intelektual atau plagiat. Sebelum deklarasi anti plagiat, setidaknya ada empat kasus besar yang muncul ke permukaan terkait dugaan plagiasi.
Kasus tersebut secara maraton terjadi pada Tahun 2010 yakni pada 2 Februari melibatkan dosen Universitas Mataram, 4 Februari melibatkan dosen Unpar Bandung, 16 Februari melibatkan dosen Untirta Banten dan 17 Februari yang melibatkan dua calon Profesor dari Kopertis V Yogyakarta). (Sumber: www.tempointeraktif.com yang dirilis pada tanggal 16 April 2010)
Demi menjaga performa peningkatan kualitas mutu pendidikan nasional, kejadian itu kemudian diantisipasi oleh Kementerian Pendidikan Nasional dengan membuat Permendiknas No. 17 tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di Perguruan Tinggi. Sebagai benteng etika dan ilmu pengetahuan generasi mendatang.
Deklarasi Anti Plagiat dan anti mencontek tentunya telah menjadi cikal bakal lahirnya komitment para tenaga pendidik dan peserta didik diseluruh indonesia, tanpa terkecuali Universitas Halu Oleo (UHO) untuk senantiasa meningkatkan kapasitas keilmuanya baik dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik maupun dalam melahirkan karya tulis Ilmiah.
UHO KAMPUS TERBESAR SULTRA DENGAN ALUMNUS HEBAT.
UHO, Universitas Halu Oleo yang dulu akrab dengan sebutan Unhalu merupakan kampus terbesar di Sulawesi Tenggara. Selain luas kampusnya begitu besar, jumlah Mahasiswa dan Alumninya juga luar biasa banyak dibanding kampus lain di Sultra. Tentunya keberadaan kampus ini telah banyak memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan hampir disemua lini, melalui Alumni UHO yang telah banyak tersebar pada strukur pemerintah serta lembaga-lembaga penyelenggara negara lainnya seperti Nur Alam (Gubernur Sultra), Hidayatullah (Ketua KPU sultra), Abd. Rahman Saleh (Ketua DPRD Sultra) dan masih banyak lagi. Hal ini membuktikan bahwa kualitas dari jebolan UHO tidak meragukan akan kualitas akedemik dalam memahami disiplin ilmu masing-masing. Untuk itu menjadi hal yang mengagetkan jika ternyata ada sebagaian dari tenaga pendidik (Dosen) diduga melakukan kejahatan intelektual atau plagiat, Demi untuk menggugurkan syarat pada kompetisi perebutan sebuah jabatan. Sungguh memalukan.
KLAIM INTELEKTUAL TERGADAI DEMI SEBUAH JABATAN.
Buntut dari pemilihan rektor yang begitu panjang dan melelahkan ternyata menuai berbagai macam persoalan, pasalnya Rektor terpilih MZ (inisial) diduga telah mempermalukan institusi UHO dalam dunia akademik. Dirinya diduga telah terbukti melakukan kejahatan intelektual yakni Plagiat terhadap beberapa karya tulis ilmiah dalam jurnal internasional demi menggugurkan syarat pencalonannya sebagai calon rektor UHO. MZ dalam karya tulisnya yang berjudul “Microwave enhanced sintering mechanisms in alumnia ceramic sintering experiments” yang terbit pada jurnal contemporary engineering sciences vol. 9 tahun 2016 hal. 237-248 pada bagian discussion, diduga telah menjiplak karya tulis Joel D. Ketz end Rodger D. Blake yanh berjudul “Microwave anhanced diffusion proceed of the microwave symp” yang diterbitkan pada tahun 1991 pada Hal. 2 bagian Introduction. Mestinya MZ telah didiskualifikasi dalam pencalonannya karena telah melanggar Permendiknas No. 17 Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat diperguruan tinggi, yang diperkuat pada Permenristek Dikti No. 19 Tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, dimana persyaratan calon Pemimpin PTN pasal 4 Huruf M tidak pernah melakukan plagiat, namun hal ini tergantung keputusan Menristek Dikti. (Sumber: http://nusantara.rmol.co/read/2017/06/23/296753/Kapolda-Sultra-Didesak-Proses-Dugaan-Plagiarisme-Rektor-UHO- )
MENRISTEK DIKTI MEMILIH CALON REKTOR PLAGIATOR
Kontestasi pemilihan rektor UHO baru saja selesai. Sayangnya, deklarasi anti plagiat dan anti mencontek tahun 2011 lalu itu tak ubahnya lomba-lomba deklarasi puisi yang dilakukan para pelajar menyambut hari kemerdekaan, Sehabis itu tak ada kontrol dan aplikasi yang jelas. Bahkan salah satu dosen UHO berinisial ZM yang diduga melakukan plagiasi berupa artikel dibeberapa media internasional, terpilih menjadi rektor. Suara menristek dikti sejumlah 35 persen sangat mempunyai andil di dalam putaran terakhir itu. Sebagaimana diketahui publik, terdapat dua putaran yang dilakukan oleh UHO terkait pemilihan rektor empat tahunan ini. Pada putaran pertama, terdapat 6 bakal calon rektor yang dipilih oleh 99 dari 101 anggota senat UHO. Pemenang suara tertinggi secara berurut adalah Prof. Buyung sarita 43 Suara, Dr. Muhammad Zamrun 40 Suara, La Sara 9 suara, Prof La Rianda 5 suara, Prof Aslan 2 suara dan Prof Nurlansi tidak memperoleh suara.
Tiga besar yang dipilih kemudian ditetapkan sebagai calon rektor. Pada putaran kedua, yakni Prof. Buyung Sarita, Dr. Muhammad Zamrun dan Prof. La Sara, terdapat hasil yang cukup drastis ketika menteri ikut ambil bagian dengan 35 persen suara itu. Secara mengejutkan, Dr. Muhammad Zamrun mendapatkan 71 suara sementara Prof. Buyung Sarita turun diurutan kedua dengan 61 suara, Prof. La Sara 16 suara.
Pada Permendiknas No 24 tahun 2010 tentang pemilihan rektor di PT, tentu tidak ada yang salah dalam proses tersebut. Akan Tetapi sebagai pejabat publik, sekiranya penting bagi kita untuk memertanyakan terkait pilihan menteri di atas. Faktor apa yang menjadikan menteri memilih MZ yang dengan sangat jelas telah melakukan proses plagiasi? Begitu rendahnyakah prestasi dan etika calon lain seperti Prof. Buyung Sarita dan Prof. La Sara sehingga menteri harus memilih Penjahat Intelektual ?
Sedang Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, telah tegas mengatakan dimana persyaratan calon Pemimpin PTN pasal 4 Huruf M “Tidak Pernah Melakukan Plagiat”. Ketika ZM terbukti melakukan plagiat maka Kemenristek Dikti harus segera membatalkan hasil pemilihan rektor UHO beberapa waktu lalu demi menjaga marwah penyelenggara pendidikan dan tenaga pendidik dalam perguruan Tinggi.
Mestinya Kemenristek Dikti lebih verifikatif dalam penyeleksian calon pimpinan PTN karena sangat disayangkan apabila sekelas kementerian yang mempekerjakan ribuan orang mulai dari sarjana hingga profesor tidak dapat menyiapkan perangkat untuk memverifikasi kebenaran dari syarat-syarat calon pimpinan PTN yang telah ditetapkan tanpa terkecuali soal kejahatan intelektual Atau Plagiat?
Pemerintah melalui Kemenristek Dikti harus komitmen dalam menjaga kualitas mutu pendidikan dan menjauhkan stigma negatif masyarakat terhadap perguruan tinggi, terkhusus dalam menjalankan Permendiknas no. 17 tahun 2010 Tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di PT dan Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri ketika terbukti melakukan kejahatan intelektual atau plagiat.
Dalam dunia pendidikan, oknum tenaga pendidik yang terbukti melakukan kejahatan intelektual atau plagiasi tentu tidak bisa diposisikan dengan begitu terhormat apalagi untuk jabatan rektor. ketika itu terjadi, maka akan menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak menguntungkan dunia pendidikan kita dan Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi secara kelembagaan. Mahasiswa dan dosen yang masih memiliki integritas tentu tidak akan tinggal diam melihat Klaim akan kualitas intelektualnya ternodai. Apalagi saat ini pemerintah melalui kementerian dan perguruan tinggi tengah mengkampanyekan istilah pendidikan karakter, menjunjung tinggi kejujuran dan seterusnya. Namun ketika ada tenaga pendidik yang diposisikan begitu terhormat apalagi sampai diamanahi sebagai rektor kemudian dilegitimasi oleh kementerian terbukti melakukan plagiasi, masihkah kita percaya dengan penyelenggara pendidikan itu ?
Penulis : Muhamad Ikram Pelesa Aktivis HMI Cabang Kendari.