HEADLINE NEWSHUKUM & KRIMINAL

Polda Sultra Terus Dalami Kasus Dugaan Pencabulan oleh Oknum Pejabat di Butur

775
×

Polda Sultra Terus Dalami Kasus Dugaan Pencabulan oleh Oknum Pejabat di Butur

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. Foto: Republika.com

Reporter: Hendrik B
Editor: La Ode Adnan Irham

KENDARI – Kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang diduga dilakukan oknum pejabat di Kabupaten Buton Utara (Butur), hingga kini masih dalam proses penyelidikan di Polda Sultra. Hal itu diungkapkan Kasubdit Penmas Bid Humas Polda Sultra, Kompol Agus Mulyadi saat dikonfirmasi MEDIAKENDARI.com, Senin (4/11/2019).

Kata Agus, perkembangan terakhir, pelapor tidak pernah datang saat dipanggil penyidik. Padahal pemanggilan sudah dua kali dilakukan. Sehingga dianggap menyulitkan proses penyelidikan. Sedangkan terduga pelaku sama sekali belum pernah dipanggil.

Informasi sebelumnya, oknum pejabat di Buton Utara (Butur) dilaporkan ke Polisi oleh Edi Ayah korban dalam: LP/18/IX/2019/Sultra/Res Muna/SPKT Sek Bonegunu, tanggal 26 September 2019.

Sebelumnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memastikan akan memberi layanan perlindungan terhadap korban dugaan eksploitasi seksual di Buton Utara. Keputusan diberikannya perlindungan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna Pimpinan LPSK yang dilakukan pada senin (21/10/2019) lalu.

“Sudah diputuskan diterima dengan layanan berupa layanan pemenuhan hak prosedural, rehabilitasi psikologis, dan fasilitasi restitusi,” ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu dalam rilisnya.

BACA JUGA:

Keputusan tersebut diambil berdasarkan temuan tim penelaah LPSK yang bergerak cepat mendatangi korban dan pihak terkait. Dalam penelaahan tersebut didapatkan informasi yang menjadi bahan pertimbangan pimpinan LPSK untuk menerima atau menolak permohonan perlindungan.

Pemenuhan hak prosedural sendiri dimaksudkan agar hak-hak korban serta para saksi terjamin selama proses peradilan. Hal ini penting karena sebagai korban maupun saksi, akan mengikuti rangkaian proses peradilan pidana terkait perkara yang menimpa korban.

“Dengan terjaminnya hak mereka, maka mereka dapat memberikan keterangan kepada penegak hukum dengan sebaik-baiknya,” jelas Edwin.

Sementara rehabilitasi psikologis ditujukan untuk memulihkan kondisi kejiwaan korban pasca menjadi korban. Adanya tindak pidana sendiri pasti akan meninggalkan trauma untuk korban.

Restitusi sendiri adalah hak korban berupa ganti rugi dari pelaku untuk korban. Restitusi diperoleh melalui proses peradilan pidana. Dan LPSK memiliki wewenang untuk melakukan fasilitasi berupa penghitungan ganti rugi. Hasil penelaahan tim LPSK diketahui ada kerugian materil yang dialami keluarga korban.

Selain kepada korban, LPSK juga memberikan perlindungan kepada ayah dan teman korban. Hal ini terkait pentingnya keterangan yang dimiliki mereka, dimana ayah korban merupakan pelapor sedangkan teman korban menjadi saksi atas perkara ini. (A)

You cannot copy content of this page