Reporter: Hardiyanto
KENDARI – Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sulawesi Tenggara yang menelan APBD sebesar Rp 14 miliar tersebut mendapat sorotan. Pasalnya pengerjaan rehabilitasi tersebut harusnya sudah mulai dikerjakan pada Mei 2020 lalu oleh pihak PT Rasawula Gavriel Sultra selaku kontraktor, tetapi faktanya tak demikian.
Terkait hal ini, Direksi PT Rasawula Gavriel Sultra, Rafi Sumardin mengatakan, rehabilitasi bangunan RSJ harusnya sudah mulai dikerjakan sejak 8 Mei 2020 lalu, sesuai jadwal kontrak yang telah ditanda tangani.
“Namun, karena adanya refocusing anggaran maka kami mesti bersabar. Kami pikir rehabilitasi bangunan RSJ tidak akan ditunda karena berada di bidang kesehatan. Apalagi ini adalah salah satu program proritas Gubernur Sultra yang ingin menjadikan RSJ sebagai pilot projek menuju bintang lima di sektor kesehatan,” jelas Rafi Sumardin saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Rafli mengungkap, pihaknya telah mendapat informasi dari Pemerintah Provinsi Sultra untuk bersabar menunggu anggaran rehabilitasi RSJ kembali dialokasikan, sehingga pekerjaan dapat dilanjutkan.
Ia membantah jika dikatakan melanggar aturan karena tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut.
“Kami sebagai pihak penyedia secara administrasi dan kesiapan di lapangan sudah sangat siap sekali untuk mengerjakan pekerjaan ini sehari setelah kami memenangkan paket pekerjaan ini. Jadi yang benar adalah pekerjaan ini ditunda karena satu dan lain hal yang tidak kami pahami,” akunya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Provinsi Sultra, Abdurahman Saleh mengatakan, melalui rapat paripurna pembahasan anggaran APBD regular 2021 telah diketuk palu untuk disepakati tentang rehabilitasi RSJ dengan sistem tahun jamak dengan anggaran Rp 4 miliar dahulu.
“Setelah dikonfirmasi ke Bappeda ternyata yang digodok di dinas tersebut adalah tambahan anggaran untuk biaya operasional RSJ. Ini artinya ada ketidaksesuaian antara apa yang disampaikan dan disepakati oleh Ketua DPRD Provinsi Sultra dengan keterangan Kepala Bappeda Sultra,” terang Rafi.
Ketua bidang Advokasi dan Kajian LPPBD Sultra, Ardan Setyadi, terkait kondisi ini ia mengkhawatirkan jangan sampai ada indikasi jual beli kewenangan di lingkup Pemprov Sultra.
“Kami akan menelusuri dan segera melaporkan ke pihak KPK jika kemudian dari hasil penelusuran kami terdapat penyelewengan kebijakan terhadap pekerjaan ini dan di kesempatan yang baik ini pula, kami ikut mengajak Gubernur Sultra untuk ikut menghadirkan lelang proyek yang transparan dan fair guna untuk mencegah masuknya pengusaha titipan di lingkup Pemprov Sultra,” tegas Ardan. (b)