OPINI

Siapa Yang Salah Dalam Kasus Covid-19? Corona, Media Atau Masyarakat?

876
×

Siapa Yang Salah Dalam Kasus Covid-19? Corona, Media Atau Masyarakat?

Sebarkan artikel ini
ilustrasi virus Corona.

Penulis : Rezki Amalia

Pada awal Desember 2019 lalu, China digemparkan oleh sebuah penyakit yang tidak dikenal menyerang infeksi saluran pernafasan. Diduga kuat penyakit tersebut diakibatkan oleh virus yang berasal dari pasar ikan Huanan yang menjual berbagai jenis hewan liar. Mengawali tahun 2020, pejabat kesehatan China mengumumkan penyebabnya. Sebuah virus corona (covid-19)  jenis baru yang bersifat menular dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia lain. Adapun gejala umum penderita covid-19 yakni demam, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan dan diare.

Virus corona menyebar dengan pesat, berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok  hingga tersebar ke berbagai wilayah, negara hingga ke lintas benua. Di Indonesia sendiri, kasus corona pertama dialami oleh seorang warga asal Depok berusia 31 tahun yang menunjukkan gejala seperti demam, batuk dan sesak pada 16 Februari 2020. Diketahui sebelumnya warga Depok ini telah melakukan pertemuan dengan warga Negara asing asal jepang pada 14 Februari 2020, dimana mereka berdua menghadiri sebuah pesta dansa yang berlokasi di Jakarta.

Setelah pertemuan tersebut, warga asal Depok ini mulai menunjukkan gejala-gejala yang telah disebutkan diatas dan mulai berobat disalah satu rumah sakit yang ada di Depok pada 26 Februari 2020. Sayangnya pihak medis di rumah sakit tersebut mendiagnosa pasien ini dengan penyakit bronkitis. Tidak sampai disitu, warga Depok ini selanjutnya kembali melakukan tes kesehatan uji laboratorium di rumah sakit berbeda yakni di rumah sakit   penyakit infeksi Sulianti Saroso. Berdasarkan uji laboratorium, pihak rumah sakit mengumumkan hasilnya  pada 2 maret 2020.  Warga Depok ini bersama ibunya yang berusia 64 tahun dinyatakan positif corona.

Setelah dinyatakannya dua warga Negara Indonesia positif corona asal Depok, tidak bisa dipungkiri penyebaran covid 19 yang sangat cepat kemudian menjadi ketakutan dan masalah dihampir seluruh provinsi di Indonesia. Semakin bertambahnya jumlah orang yang terkonfirmasi positif corona memaksa setiap daerah di Indonesia harus siap megambil langkah cepat untuk menanganan virus corona jika nantinya corona telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia.  

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan media sebagai sumber informasi utama bagi masyarakat. Tak heran, hal tersebut dijadikan kesempatan oleh beberapa oknum untuk menyebarkan informasi yang tidak bermanfaat dan bersifat menyesatkan pembaca. Bukan hanya itu, berita-berita yang belum tentu kebenarannya ini juga banyak menimbulkan miss informasi. Salah satu contohnya yaitu berita yang bercampur dengan teori konspirasi yang menyebut bahwa covid-19 merupakan senjata biologis tiongkok yang bocor. Berikut beberapa contoh pemberitaannya;

Wartakota.tribunnews.com (25 Januari 2020) Terungkap Penyebaran Corona Diduga Senjata Makan Tuan Yang Bisa Membunuh 65 Ribu Jiwa Dalam Setahun“.

Kumparan.com (26 Januari 2020) “Virus Corona Berasal Dari Laboratorium Senjata Biologis China

Pemberitaan semacam ini pertama kali ditulis oleh media Washington Times yang jika ditelaah tingkat kredibilitas media tersebut masih sangat kurang. Berita-berita seperti ini muncul karena adanya motivasi kepentingan media itu sendiri untuk membuat sebuah berita yang viral dan mendapatkan clickbait. Contoh lain berita mengenai Bill Gates yang seakan tau dan telah meramal bahwa corona virus akan menjangkiti dunia beberapa tahun yang lalu. Padahal pernyataan Bill Gates tersebut merupakan pernyataan umum terkait persiapan Negara-Negara di dunia dalam menghadapi pandemi pada 2018. Pernyataan darinya ini bukan berarti dia sudah terlebih dahulu tahu akan adanya virus corona.

Kompas.com (27 Januari 2020) “Ramalan Mengerikan Bill Gates Soal Wabah Virus Corona“.

CnbcIndonesia.com (23 Januari 2020) “Wow, Bill Gates Sudah Tahu Virus Corona Jangkiti Dunia?”.

 Tidak sedikit juga pemberitaan mengenai kebiasaan orang Wuhan memakan kelelawar dan tikus yang dicurigai sebagai penyebab munculnya virus corona.

Tagar.id ( 28 Januari 2020) “3 makanan Ekstream Warga Wuhan, Bibit Virus Corona“.

Terlepas dari semua itu, hal tersebut hanyalah sebatas kecurigaan yang menggiring opini publik untuk ikut menyalahkan hal tersebut.

Dalam sebuah pemberitaan yang menulis terkait sumber penyakit memang sangatlah penting, tetapi jika berita yang dimulai dengan judul-judul menggoreng dan sangat sensasional, terlebih lagi belum adanya data yang valid mengenai asal sumber penyakit tersebut, jatuhnya media-media seperti ini dinilai hanya mengandalkan sensasional dan daya tarik sebagai prioritas media dibandingkan dengan ketepatan serta keakuratan berita. Ditengah mewabahnya virus corona saat ini, banyaknya informasi yang bertebaran seakan membuat masyarakat sesak akan informasi dan kesulitan memilah informasi yang baik untuk dikonsumsi.

Bagaimana peran pers di Indonesia? Pers Indonesia seakan menambah kacau pemberitaan terkait virus corona. Bukannya menjalankan fungsinya sebagai pemberi edukasi serta memberikan informasi yang tepat untuk membantu masyarakat memahami situasi, kebanyakan pers justru memanfaatkan situasi covid 19 untuk keuntungan tertentu.  Beberapa media meletakan kalimat-kalimat yang memancing rasa ingin tahu pembaca pada judul berita untuk mengejar jumlah klik dan views pada laman berita. Ketidakberimbangan pemberitaan yang juga seakan lebih menonjolkan sisi buruk betapa mengerikannya virus corona dan sangat sedikitnya media yang memberitakan bagaimana penanganganan, cara menghindari, dan jumlah pasien yang dinyatakan sembuh serta cara-cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari virus corona tersebut.

Jika ditanya, apa sebenarnya yang masyarakat butuhkan dari media dalam kasus seperti ini? Jawabannya sederhana saja. Pertama media dituntut dapat menjadi sumber informasi yang relevan dan dapat diandalkan. Banyaknya informasi ditengah epidemi covid-19 seperti saat ini tentunya menimbulkan banyak spekulasi dan ketakutan bagi masyarakat. Masyarakat membutuhkan informasi yang tepat demi mengambil sikap yang tepat pula. Pers harusnya hadir dengan memberikan berita-berita yang relevan yang dapat membuka pola pikir masyarakat sampai sejauh mana wabah ini. Bisa dimulai dari mana asal penyakit ini, sampai dimana penyakit ini tersebar, bagaimana cara mencegahnya dan bagaimana cara penangannya atau bagaimana tanda-tanda penderita penyakit tersebut. Masyarakat sangat membutuhkan pers yang disiplin verifikasi untuk menjawab pertanyaan diatas guna mencegah adanya miss informasi dan berbagai macam spekulasi aneh yang bermunculan.

Secara tidak sadar, media mempunyai peran besar untuk mengubah perilaku masyarakat. Oleh karena itu hal kedua yang diharapkan masyarakat dari media yaitu masyarakat membutuhkan media untuk menjadi panduan baik agar masyarakat juga dapat berada dijalan yang benar dan terhindar dari hoax.

Selain berfungsi memberikan edukasi, media juga menjadi kontrol sosial yang dapat menekan pemerintah untuk bersikap lebih serius terkait sejauh mana langkah yang diambil guna menghadapi epidemi. Sebuah pemberitaan yang berkualitas sebenarnya tidak cukup hanya mengandalkan jurnalisme mulut, menulis berita berdasarkan kutipan pejabat terlebih menyoroti kutipan sensasionalnya saja.  Media semestinya memperkaya pemberitaannya dengan menggabungkan berbagai macam pendapat atau spekulasi mulai dari para ahli dibidangnya masing-masing, pemerintah bahkan masyarakat itu sendiri.

Sarana bertukar informasi yang kian berkembang mendorong setiap orang mengambil bagian dari penyebaran informasi. Meski memiliki dampak positif, fenomena ini justru mempercepat munculnya informasi-informasi yang tidak bertanggung jawab.

Kesadaran massa tak akan pernah menjangkau penjelasan-penjelasan detail dan rasional dari sebuah narasi yang diciptakan produsen informasi (Aditya, 2014). Jadi, tak ada yang bisa disangkal jika efektivitas media massa dan daring dalam membangun opini, hingga mempengaruhi sikap dan tindakan publik.

Soal pemberitaan mengenai virus Corona yang kian menjadi momok menakutkan misalnya, terlihat media massa ikut berperan mempropagandakan isu. Hal ini sangat tampak, seketika ada postingan yang beredar terkait meninggal maupun sementara dirawatnya beberapa pasien yang diduga atau terindikasi positif Corona. Berbagai hoax juga terlalu sering beredar seringkali meningkatkan ketakutan atau bahkan menimbulkan rasa acuh tak acuh masyarakat akan bahaya virus ini. Benar jika media berperan penting dalam membentuk persepsi dan keputusan publik. Optimisme publik harus dibangun melalui media. Informasi terkini memang harus disampaikan. Namun meski demikian harus tetap berimbang dalam pemberitaan.

 Dalam kondisi krisis seperti saat ini, penyebaran informasi hoax semakin gencar. Sementara itu, publik berada dalam situasi yang dinilai tidak jelas dalam mengkonsumsi informasi terkait covid-19. Padahal salah satu penyebab keresahan dan kepanikan masyarakat itu sendiri karena mengkomsumsi informasi hoax. Kebiasaan mengonsumsi informasi tanpa melakukan cek dan ricek mejadi faktor utama publik berpotensi terpapar hoax. Sepertinya masyarakat Indonesia belum siap menyambut kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat. Berbekal pengetahuan yang minim, masyarakat Indonesia cenderung sulit mengfilterisasi diri sehingga dengan mudah terpapar berita bohong.

Literasi digital masyarakat Indonesia yang masih rendah, khususnya dalam penggunaan media sosial, dapat memperburuk penyebaran rumor yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai masyarakat? Satu hal yang pasti, di tengah pandemi covid-19, masyarakat harusnya tidak ikut memperburuk keadaan. Alih-alih menerima informasi bulat-bulat, mengapa tidak menganalisa dan mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Sama halnya saat kita hendak menyampaikan informasi kepada orang lain, pastikan kebenaran informasi tersebut.

Kematangan dan kemampuan literasi akan menjadikan masyarakat tidak mudah panik dalam mengahadapi hujan informasi Covid-19. Setidaknya ada dua literasi sebagai modal di antara enam literasi dasar bagi masyarakat, yaitu: (https://geotimes.co.id/opini/pandemi-covid-19-dan-ujian-literasi)

Pertama, literasi baca tulis merupakan kunci untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan. Kedua, literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang diakses melalui jaringan internet.

Mari menggunakan media sosial dengan sentuhan literasi untuk berbagi informasi Covid-19 yang benar kepada keluarga, kerabat, rekan kerja, dan lingkungan warga. Paduan materi edukasi Covid-19, seperti; paduan informasi dan pengaduan, serta berbagai informasi yang positif berkaitan dengan Covid-19.

Rezki Amalia merupakan mahasiswi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Halu Oleo. Perempuan asal Konawe ini pernah dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi Terbaik 3 FISIP UHO 2019. Dirinya juga aktif dibeberapa lembaga kemahasiswaan seperti di UK- Seni UHO dengan minat baca dan tulis puisi. Kecintaannya akan menulis sudah ada sejak dirinya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Dirinya kerap kali menungankan isi kepalanya di blog pribadi miliknya dengan alamat ketikanlia.blogspot.com. Perempuan yang hobi traveling dan menulis puisi ini juga aktif sebagai relawan literasi, diantaranya ia pernah menjadi salah satu pemateri dalam memaparkan pentingnya literasi guna memerangi hoax kepada masyarakat sekaligus pada waktu yang bersamaan juga melaunching Desa Melek Media yang berlokasi di Desa Banggina, Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara. Banyak membaca dan menulis merupakan aktivitas yang sedang ia lakoni akhir-akhir ini. Menurutnya menulis adalah salah satu cara untuk hidup abadi dan arti hidup yang sebenarnya adalah dengan memberikan kehidupan lain sebuah arti.

You cannot copy content of this page