KendariMETRO KOTA

Soal Kritikan Ketua JaDi, Direktur AMAN Center: Hanya Fantasi Pembangunan

722
Direktur AMAN Center, Laode Rahmat Apiti
Direktur AMAN Center, Laode Rahmat Apiti

Reporter : Rahmat R.

Editor : Kang Upi

KENDARI – Direktur AMAN Center Laode Rahmat Apiti menanggapi kritikan Ketua Jaringan Demokrasi Indonesai (JaDi) Sultra Hidayatullah melalui kolom opini di salah satu media online, tentang pembangunan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra Ali Mazi – Lukman Abunawas (AMAN).

Menurut Laode Rahmat Apiti dalam rilisnya pada mediakendari, item yang disoroti Ketua JaDi yakni pemerintahan AMAN yang defensif menaggapi kritikan serta Program 100 hari AMAN yang belum tepat sasaran, serta pembandingan dengan Pemrov Jabar.

Atas kritikan tersebut, Rahmat menyebut kritikan mantan Komisioner KPU Sultra tersebut sebagai suplemen perbaikan. Kritik dalam pemerintahan merupakan injeksi. Sebab menutup ruang publik sama dengan mematikan kedaulatan rakyat.

“Publik memiliki fantasi masing-masing terkait dengan pemerintahan dan hak setiap orang untuk melakukan kritik dengan fantasinya masing-masing pula. tetapi memaksakan fantasi akan mengarah pada sakit jiwa,” kata pria yang kerap disapa Odet ini.

Lanjut dia, untuk menjawab fantasi dan atau keresahan mantan aktifis FITRA tersebut ada beberapa hal yang perlu diuraikan.

Pertama, pemerintahan AMAN tidak anti kritik. Karena jika publik memberikan gagasan konstruktif maka diberi ruang dan bebas dari intimidasi.

Bahkan, lanjutnya ruang dialog selalu dibuka. Jadi dipersilahkan untuk mengkritik asal solutif dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

“Pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang memberi ruang partisipasi publik. Akan tetapi untuk mewujudkan kritikan bukan seperti menyajikan mie instan sekali seduh langsung matang dan kita ketahui mie instan makanan yang paling buruk untuk kesehatan,” urai Rahmat.

Jadi kata Odet, asumsi JaDi Sultra soal defensif itu hanyalah fantasi belaka. Karena kritik juga harus dijawab dan biasanya kritik berangkat dari ketidak sempurnaan informasi yang diterima. Dan maka menjawab kritik adalah bagian dari menjawab keresahan pengkritik sehingga informasi nya sempurna.

Kedua, terkait program 100 hari tidak hanya program fisik tapi juga non fisik. Salah satunya mereformasi birokrasi agar lebih pro pelayanan publik dan bekerja untuk kepentingan rakyat.

“Pada aspek reformasi birokrasi menjadi agenda utama, hal ini tidak bisa dilakukan secara parsial. Maka untuk penempatan birokrasi harus melalui seleksi secara terbuka dan sesuai regulasi maka waktunya 6 bulan,” jelas Odet.

Seperti halnya dalam catatan Hidayatullah, terang Odet, bahwa Wagub Sultra juga pernah menghimbau Kepala SKPD serta birokrasi lainnya agar mundur bila tidak mampu bekerja.

“Himbauan ini tentu saja bagian dari untuk memacu kinerja birokrasi agar tidak malas serta kreatif. Terkait pemberantasan korupsi pemerintahan AMAN begitu komitmen bahkan ketika selesai dilantik langsung menyambangi Kantor KPK untuk berkordinasi dan meminta masukan agar pemerintahan AMAN bisa mencegah praktek korupsi birokrasi,” terang Pria asal Muna Barat ini.

Disebutkannya, selain itu rapat kordinasi dengan bupati/walikota untuk mensingkronkan program yang berorientasi pada masyarakat termasuk perijinan juga dilakukan. Gubernur dan Wakil Gubernur bahkan selalu menghimbau agar korupsi dilingkup birokrasi dihindari dan sebagai tindakan kongkrit nya dengan aksi-aksi nyata kedepannya.

Sementara itu, untuk opininya yang membandingkan Pemprov Sultra dengan Jabar sah saja selagi bersifat positif namun yang perlu diingat tiap pemerintah daerah memiliki skala prioritas sehingga tidak wajib untuk mencopy-paste karena kebutuhan tiap daerah fariatif.

Namun demikian, patut digaris bawahi bahwa Pemprov Sultra tidak berdiam diri untuk melakukan pembenahan disegala sektor.

“Membangun Sultra butuh masukan dari berbagai elemen dan AMAN Center siap berdialog dengan elemen manapun,” pungkas Rahmat. (b)


You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version