NEWS

Surat BPK RI untuk Dirut Perumda Aneka Usaha Diadukan ke Kejati Sultra

897
×

Surat BPK RI untuk Dirut Perumda Aneka Usaha Diadukan ke Kejati Sultra

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Kabut tebal dugaan korupsi dan pungutan liar (pungli) menyelimuti Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aneka Usaha Kolaka (AUK).

Puncaknya, Koordinator Pusat (Korpus) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Sulawesi Tenggara (Sultra) secara resmi melaporkan Direktur Perumda AUK berinisial A ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra pada Kamis (19/6) kemarin.

Laporan ini membidik dugaan tindak pidana korupsi dan pungli yang konon melibatkan puluhan perusahaan tambang yang terikat kontrak kerja sama operasional (KSO) dengan Perumda tersebut.

Kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Tenggara juga telah menyoroti pengelolaan Perumda Aneka Usaha Kolaka tahun buku 2024.

Audit BPK yang merupakan bagian dari pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024 itu, menemukan ketidaksesuaian yang memengaruhi kewajaran laporan laba rugi dan penerimaan dividen bagi hasil ke pemerintah daerah.

Ashabul Akram, Koordinator Pusat BEM Se-Sultra, menegaskan bahwa pelaporan ini adalah langkah lanjutan dari aksi unjuk rasa yang telah mereka gelar.

Ia menuding praktik korupsi, nepotisme, dan pungli yang diduga dilakukan Direktur Perumda AUK berlangsung secara terstruktur dan sistematis sejak 2024.

“Kami telah melakukan aksi unjuk rasa sekaligus melaporkan dugaan praktik korupsi, nepotisme, dan pungli yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis oleh Direktur Perumda Aneka Usaha Kolaka pada tahun 2024 lalu,” ujar Ashabul kepada media.

BEM bahkan mengklaim telah mengantongi bukti-bukti autentik atas dugaan korupsi ini sebelum melayangkan laporan resmi.

Tudingan BEM ini makin kuat setelah Kepala Bidang Pemeriksaan Sultra II BPK, Sudarmono, membeberkan temuannya. BPK secara spesifik menemukan adanya perubahan mekanisme pembayaran kewajiban mitra KSO pertambangan.

Yang mengejutkan, pembayaran kewajiban mitra KSO sebesar Rp11,9 miliar dilakukan melalui rekening pribadi dan secara tunai.

Dalihnya, agar dana tersebut tidak dihitung sebagai pendapatan dalam perhitungan PPh Badan Perumda Aneka Usaha Kolaka.

“Beberapa permasalahan yang ditemukan di antaranya bersifat ketidaksesuaian pengelolaan arus kas perusahaan yang berpengaruh tidak dapat diyakininya kewajaran laporan laba rugi Perumda AU Kolaka dan memengaruhi nilai penerimaan dividen bagi hasil Perumda ke Pemda, aspek administrasi, dan sistem pengendalian intern,” kata Sudarmono.

Namun, bola panas ini ditangkis keras oleh Direktur Utama Perumda Aneka Usaha Kolaka, Armansyah. Ia mencoba mengklarifikasi ke sejumlah media daring, termasuk sejumlah Media yang ada di Kota Kendari.

Armansyah membantah tuduhan mengenai dana Rp11,9 miliar yang disebut mengalir ke rekening pribadi. Menurutnya, informasi itu keliru, menyesatkan, bahkan bernuansa politis.

“Tidak benar ada dana masuk ke rekening pribadi. Itu berita menyesatkan dan saya tegaskan, hoaks,” tegas Armansyah saat memberikan keterangan resmi pada Kamis (19/6) kemarin.

Tidak hanya soal aliran dana, BPK juga menyoroti kelemahan fundamental dalam sistem pengendalian internal Perumda Aneka Usaha Kolaka. Satuan Pengawas Intern (SPI) Perumda Aneka Usaha Kolaka dinilai tidak berfungsi optimal.

Ironisnya, proses pengangkatan Dewan Pengawas dari unsur pemerintah daerah pun disebut tidak sesuai mekanisme yang seharusnya.

Ditambah lagi, Perumda ini belum memiliki standar operasional prosedur (SOP) spesifik untuk kegiatan penting seperti pengadaan barang/jasa dan manajemen risiko bisnis.

Tanpa SOP dan pengawasan internal yang kuat, celah untuk praktik penyimpangan seperti korupsi dan pungli jelas terbuka lebar.

Di tengah badai korupsi dan pungli ini, Perumda Aneka Usaha Kolaka juga tersandung dugaan tindak pidana penipuan terkait sengketa lahan kebun seluas 20,5 hektare di Desa Pesouha, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka.

Penanganan kasus ini terus bergulir di kepolisian. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara, Komisaris Besar Polisi Dodi Ruyatman, S.I.K., S.H., telah mengonfirmasi pelimpahan penanganan kasus ini ke Polres Kolaka sejak Agustus lalu.

Tujuannya, agar penyelidikan lebih efisien mengingat saksi dan terlapor berada di Kolaka.

Upaya media untuk mendapatkan klarifikasi dari Humas Perumda, Herman, menemui jalan buntu. Herman diketahui sedang berada di Makassar dan belum bisa memberikan keterangan.

Sengketa lahan ini bermula dari pelepasan lahan oleh PT Aneka Tambang (Antam) kepada Perusda pada tahun 2007.

Lalu, disusul perjanjian kompensasi bagi Ramli atas lahan seluas 20,5 hektare yang sebelumnya dikelolanya. Namun, janji kompensasi itu tak kunjung terealisasi sejak 2018.

Setelah dua kali somasi melalui kuasa hukumnya, Didit Hariadi, S.H., tidak direspons Direktur Utama Perusda, Ramli pun menempuh jalur hukum.

Dengan tumpukan laporan yang saling menguatkan ini—dari BEM, audit BPK, hingga sengketa lahan—Ashabul mendesak agar Kejati Sultra segera menindaklanjuti laporan ini.

“Hari ini kami secara resmi telah melaporkan Direktur Perumda Aneka Usaha Kolaka ke Kejati Sultra,” tegas Ashabul. “Kami mendesak Kejati Sultra segera melakukan penyelidikan secara menyeluruh dan menetapkan Direktur Perumda AUK sebagai tersangka.”

Menanggapi laporan tersebut, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Abdul Rahman Morra, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari BEM Se-Sultra.

Ia memastikan laporan tersebut akan segera ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum.

“Laporan ini kami akan lanjutkan ke pimpinan sekaligus menunggu perintah pimpinan untuk proses selanjutnya,” jelas Abdul Rahman Morra.

Ia menilai laporan tersebut objektif dan didukung oleh indikasi kecurangan. “Namun bagi saya ini hal yang murni objektif adanya indikasi-indikasi kecurangan yang diduga dilakukan oleh Perumda Aneka Usaha Kolaka,” tambahnya.

Sebagai langkah awal, Abdul Rahman Morra mengatakan Kejati Sultra akan mulai menghimpun data dan informasi terkait setelah ada arahan dari pimpinan.

“Yang jelas kami akan mengumpulkan data-data kalau memang sudah ada tindak lanjut dari pimpinan,” pungkasnya.

Sorotan BPK, termasuk rekomendasi untuk menghentikan penerimaan dana kewajiban mitra KSO pertambangan di luar ketentuan dan melaporkan penggunaan dana yang diterima melalui rekening pribadi, tentu akan menjadi pijakan kuat bagi Kejati Sultra.

Ditambah dengan sengketa lahan yang kian rumit dan bantahan keras dari sang direktur, mampukah Kejati Sultra membongkar benang kusut di Perumda Aneka Usaha Kolaka ini? Patut ditunggu kelanjutannya!

Laporan : Redaksi

You cannot copy content of this page