NEWS

Tamatan SMK Disebut Banyak Jadi Pengangguran

1133
Ilustrasi, (Sumber MoneyKompas.com

KENDARI, MEDIAKENDARI.COM – Pengamat ekonomi Kota Kendari Sulawesi Tenggara, Dr. Syamsir Nur mengatakan, tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) banyak menjadi pengangguran.

Bahkan menurutnya, jumlah tamatan SMK yang menganggur menjadi penyumbang tertinggi angka pengangguran terdidik di Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Kasus pengangguran terdidik relatif unik karena mengalami peningkatan, meski tidak signifikan. Pengangguran terdidik itu mereka kelompok angkatan kerja yang memiliki pendidikan SMK/SMA maupun perguruan tinggi,” ungkap Dr. Syamsir Nur.

Dia mengungkapkan, untuk tamatan SMK pada tahun 2021 yang menganggur sebanyak 5,12 persen kemudian di tahun 2022 mengalami peningkatan menjadi 5,27 persen.

Sementara itu pada tamatan SMA di tahun 2021 sebanyak 6 54 persen dan menurun sebesar 4,88 persen di tahun 2022. Kemudian tamatan D IV hingga S3 mencapai 4,69 sampai 5,11 persen.

Baca Juga : Mahasiswa INDOTEC Kendari Menduga Uang Atribut Digunakan Direktur untuk Keperluan Pribadinya

“Tamatan SMK kejuruan itu yang paling tinggi, setelah itu SMA. Itu angkanya cukup besar, kalau SMK lima koma sekian persen, SMA 4,8 persen dan seterusnya,” bebernya.

Syamsir mengatakan angka pengangguran terdidik atau tenaga kerja yang memiliki pendidikan tersebut secara keseluruhan mencapai 80 persen.

“Angka tersebut menjadi penyumbang tertinggi angka pengangguran secara umum atau keseluruhan,” ujarnya.

Menurutnya secara tren tingkat pengangguran terbuka sudah mulai menurun. Hanya saja memang untuk kasus pengangguran terdidik itu relatif unik karena dia mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan.

Baca Juga : Hewan Ternak Tertular PMK di Sultra Akan Disurvey Ulang

“Meskipun angka pengangguran secara umum atau pengangguran terbuka di Sultra trennya justru menurun setiap tahunnya. Di tahun 2022 mengalami penurunan 3,36 persen dibandingkan tahun 2021 yakni 3,92 persen,” ungkapnya.

Dijelaskannya juga, tingginya angka pengangguran terdidik yang pertama karena ada mismatch atau tidak kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki pekerja dengan pasar kerja.

Kedua, dunia usaha maupun dunia industri di Sultra itu sangat terbatas, sehingga tidak mampu menjadi sumber lapangan kerja.

Akibatnya mau tidak mau, pengangguran terdidik atau tenaga kerja yang punya pendidikan ini menunggu untuk melakukan pekerjaan di sektor pemerintahan.

“Itu problemnya sebenarnya. Jika tidak ditangani dengan baik bisa jadi bom waktu,” jelasnya.

Baca Juga : Kejati Sultra Periksa Dua Inspektur Tambang PT KKP, Lima Mangkir

Untuk mengantisipasi angka pengangguran yang didominasi oleh pendidik cukup tinggi, menurutnya peran pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten sangat dibutuhkan.

“Misalnya melakukan peningkatan kualitas terhadap tenaga kerja yang terididk tersebut. Seperti melalui upskilling yakni meningkatkan skil berdasarkan kebutuhan pasar kerja atau melakukan reskilling yang disesuaikan dengan kelas pendampingan atau pelatihan,” ucapnya.

“Supaya bisa sesuai atau matching, ini nanti diterjemahkan oleh opd teknis untuk bisa dilakukan,” tambahnya.

Pasalnya, persoalan tenaga kerja bukan hanya dihulunya untuk bisa menyiapkan tenaga kerjanya, melainkan dihilir juga harus dipastikan ada investasi, industri atau dunia usaha yang bisa menampung tenaga kerja yang terdidik tadi.

“Apalagi sekarang sultra masuk sebagai provinsi yang bonus demografi, ini mesti dimachting kan dengan bagaimana menyelesaikan problem pengangguran terdidik,” pungkasnya.

Reporter: Dila Aidzin

Facebook : Mediakendari

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version