Reporter: Nina Piratnasari
KENDARI – Isu wacana Pemerintah untuk memberikan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako, oleh Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) dinilai telah meluas dan membuat psikologi pasar terganggu.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jaswanto, Minggu, 13 Juni 2021.
Menurutnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) harus mengambil tindakan tegas untuk menghentikan beredar luasnya isu tentang pajak sembako. Psikologi pasar dapat terjadi jika ada kepanikan dan kegaduhan.
“Kami berharap kepada Menteri Keuangan untuk menghentikan kegaduhan ini dan kembali kepada PMK Peraturan Menteri yang telah berlaku saja, tidak perlu mempajaki sembako dengan alasan apapun,” tegasnya.
Ia berharap agar upaya upaya yang ada segera dihentikan agar tidak berlarut dan berdampak pada harga pangan yang bisa melonjak.
“Pasti ada yang dikorbankan. Pertama petani, pengusaha akan menekan operasional ongkos pembelian karena harus terbebani PPN, yang kedua adalah pedagang dan konsumen,” tambahnya.
Kata dia, meskipun kondisi negeri ini membutuhkan banyak pemasukan dari pajak, tetapi hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membebankan kepada bahan pangan, karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan dasar masyarakat yang mempunyai efek domino sangat besar bagi daya beli dan keberlangsungan ekonomi.
“Kami mencatat ada beberapa bahan pangan yang dalam 2 hari terakhir ini mengalami kenaikan, seperti ayam yang biasanya Rp 25.000 sampai Rp 30.000, sekarang menyentuh Rp 40.000, minyak goreng biasanya Rp16.000 jadi Rp 17.000,” katanya.
Selain itu, harga daging sapi juga masih belum pada posisi normal, dimana yang biasanya hanya Rp 130.000, hari ini naik menjadi Rp 140.000, telur ayam dari harga Rp 23.000 jadi Rp 25.000, bawang putih katting dari Rp 35.000 jadi Rp 48.000, dan bawang putih biasa dari Rp 32.000 menjadi Rp 40.000.
“Kami mohon kepada Menteri Keuangan agar berikan keputusan untuk tidak memasukan sembako dalam RUU KUP No. 6 tahun 1983,” tutupnya. (B)