FEATUREDOPINI

Toleransi serta Kepentingan Sambut Pilkada 2018

756
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memperjuangkan cita-cita idiologi, agama dan kepentingan sudah diatur dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, di mana dalam setiap pengamalannya tentu penuh dengan tata aturan dan juga harus pula berjalan sesuai dengan koridor norma serta etika yang ada di dalam konteks bernegara.

Terkadang di dalam momentum pemilihan baik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan Umum, selalu saja kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air yang berbeda di dalam memperjuangkan cita-cita dan tujuannya masing-masing, terlebih lagi dalam jika berbicara dalam konteks politik lokal maupun nasional, bahkan kita terkadang seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seharusnya, setiap warga negara Indonesia saling menghormati dan menghargai prinsip satu sama lain, serta upaya jerih payah yang dilakukannya, tanpa harus melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain.

Dalam setiap rivalitas seringkali terjadi gesekan pemaksaan kehendak untuk mencapai kepentingan berbagai macam cara yang dilakukan, bahkan seringkali menggunakan isu SARA untuk menjatuhkan lawan dalam meraih simpatisan, hal ini acapkali yang menjadikan terjadi gesekan-gesekan hirisontal yang berujung pada ancaman kekerasan.

Padahal jelas dalam agama apa saja selalu mengajarkan umatnya untuk saling mengasihi dan menyayangi namun pada kenyataan yang ada, hal tersebut terlalaikan akibat dari sikap “Ekstrim Fanatisme” dalam membela kandidatnya dikontestasi politik dalam perhelatannya.

Semenjak pesta demokrasi masyarakat pertama digelar, melalui pemilihan langsung pada Tahun 2009, banyak rentetan kejadian kecurangan yang berakhir pada tindakan kekerasan/kriminal. Terjadinya tindakan kekerasan dibeberapa pemilihan sudah seringkali terjadi.

Perlu diketahui, sebagaimana indeks kerawanan yang disusun oleh Bawaslu, dari Indeks Kerawanan Pemilu disebutkan ada tiga provinsi yang dianggap paling rawan, antara lain Provinsi Papua, Maluku dan Kalimantan Barat. Juga terdapat enam kabupaten/kota yang dianggap paling rawan dalam Pilkada, antara lain Mimika (Papua), Paniai (Papua), Jayawijaya (Papua), Konawe (Sultra) dan Timor Tengah Selatan (NTT).

Indeks kerawanan yang terjadi pada Pilkada sebelumnya disebabkan kurangnya sikap sadar diri dari masyarakat dan di tambah lagi lemahnya peraturan yang ada, sebelumnya dalam kontestasi peraturan pemilihan sangatlah banyak membuka peluang terjadinya konflik. Untuk itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, menurunkan Peraturan KPU demi memuluskan arah penyelenggaraan Pemilu dan meminimalisir kemungkinan terjadinya ruang terhadap pelanggaran agar tidak terjadi gesekan Horisontal antar masyarakat serta demi terciptanya Pilkada yang damai dan profesional.

Dengan ketatnya peraturan tersebut, akan berdampak pada sikap mawas diri para tim pemenangan dan relawan untuk menghidari didiskualifikasi keturutsertaan kandidatnya dalam kontestasi pemilihan.

Sikap saling menjatuhkan rivalitas lawan yang kebetulan berbeda pilihan dalam memperjuangkan tujuan dan cita-cita politiknya. Memperjuangkan kepentingan politik seringkali terbentur dengan berbagai perbedaan persepsi dan visi yang ada dalam kelompok lainnya. Kendati hal itu menyangkut sesama muslim maupun tidak, mereka hanya peduli akan kepentingan politiknya.

Dalam hal berbeda pilihan, juga dapat memunculkan rivalitas dan persaingan yang terkadang menjadi rawan bagi masa akar rumput pengikutnya. Seharusnya, para kandidat dan tim harus mampu berpolitik secara santun dan beretika, sebab tujuan dari semuanya adalah untuk mendapatkan simpati bukan antipati dari masyarakat.

Upaya-upaya untuk mendukung salah satu jagoan, calon pemimpin daerah dan wakilnya adalah sebuah fenomena biasa, semua itu disebabkan sikap ingin mencari pangung popularitas dan eksistensi. Seringkali sikap yang ditampilkan para pendukung berlebihan dan ekstrem.

Para calon pemimpin, seharusnya dapat ditampilkan sikap prilaku jujur, adil dan menghargai sesama calon dengan toleransi yang lebih terukur. Pengalaman adanya saling tuding, pukul dan provokasi antar pengikut akar rumput, menjadi pengalaman pahit dalam sejarah kampanye dan pemilihan seharusnya ini dijadikan bahan instrospeksi diri terutama sebagai sesama warga Indonesia yang memiliki jalan perjuangan yang sama, yaitu untuk mengharumkan nama daerah dan bangsa.

Kerukunan antar umat beragama, menjadi dambaan umat untuk menciptakan suasana lingkungan yang lebih kondusif dalam memikirkan dan menyiapkan calon pimpinan bangsanya dengan rasa tenang. Setiap masyarakat yang mengaku warga negara Indonesia sebaiknya terus-menerus mengingatkan pada dirinya sendiri, agar tidak terjerumus dalam upaya tarik menarik pada konflik kontestasi pemenangan calon yang hanya sesaat saja.

Corong dan mimbar kampanye merupakan media untuk melontarkan kata-kata dan tindakan, di sanalah seharusnya yang menjadi tolak ukur setiap pemilih, apakah setiap visi dan misi yang diusung itu baik dan rasional atau justru sebaliknya.

Dengan mendatangkan keributan dan perselisihan antara sesama warga negara, yang dilakukan para pendukung Pasangan Calon (Paslon), di depan para wajib pilih, hanya akan merugikan bagi diri sendiri. Masing-masing hanya akan menderita kerugian karena ulah dan hasil perbuatannya.

Abdullah bin Mas’ud r.a meriwayatkan, “Orang-orang sebelum kalian dulu berselisih sehingga mereka celaka”. Oleh karenanya, biarkan perbedaan menjadi hikmah yang dapat mengantarkan kepentingan yang lebih besar. Silahkan kita berbeda pilihan, tetapi saling menjaga dan memberi rasa damai antar sesama manusia haruslah di kedepankan karena sesungguhnya semua hanyalah dinamika yang tak perlu dilebih-lebihkan.

Untuk itu kita sebagai masyarakat yang peduli dengan demokrasi damai di negeri tercinta ini harus memiliki sikap toleransi yang tinggi oleh semua pihak, sehingga tidak ada lagi namanya Ujaran kebencian, sentimen SARA untuk menjatuhkan kredibilitas orang lain serta provokasi yang hanya akan menjatuhkan wibawah demokrasi bangsa dan daerah kita apalagi sampai menghilangkan kultur persatuan dalam frame kebersamaan padahal hanya untuk menuju dalam satu tujuan politis yang tidak fana sehingga kita semua berharap tak adalagi perselisihan dalam menuju Pilkada yang kita kita inginkan damai dan lancar.

Penulis: Nittoni Eryck Starda (Ketua PPK Kecamatan Wonggeduku)

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version