HEADLINE NEWSNASIONALNEWS

Tradisi Melukat di Bali Pukau Wartawan Korea

906
×

Tradisi Melukat di Bali Pukau Wartawan Korea

Sebarkan artikel ini
Delegasi Wartawan dari Korea saat berkunjung ke Bali. Foto: MEDIAKENDARI,com

Redaksi

BALI – Rombongan wartawan dari berbagai media di Korea yang tergabung dalam Journalist Association of Korea (JAK) berkunjung ke Bali. Kunjungan itu merupakan program kerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Saat berkunjung ke Bali, 11 wartawan Korea terpukau dengan tradisi  Melukat, Minggu (3/11/2019).

Delegasi JAK diikuti 11 wartawan Korea yakni, Mr Jung Kyu Sung (President of JAK), Mr. Moon Kwanhyun (Vice President Yonhap News Agency), Mr. Jang Taeyeoup (VP Jellaibo), Mr. Chioi Sukhwan (VP Money Today), Mr. Lee Juhyung (President of Daegu-Gyeongbuk Journalist Association, Daego Ilbo), Mr. Park Jikyoung (The Kwangju Ilbo), Mr. Park Sang Joun (The Maeil Shinmun), Mr. Kwon Ki Taek (Busan Ibo), Mr. Lim Jinsu (President of CBS Branch), Mr. Kim Soo Han (President of The Herald Business Branch), dan Mr. Lee Won Hee (Director of JAK).

Tradisi Melukat adalah salah satu tradisi ritual untuk membersihkan diri dari 10 sifat buruk manusia yang ada di Desa Adat Pakraman Sala, Abuan, Kabupaten Bangli Bali. Melalui ritual Melukat di sumber air suci Taman Pancamuhan, diyakini juga mampu menyebuhkan berbagai penyakit, termasuk sakit akibat black magic seperti pelet dan lainnya.

“Dengan melukat di sumber air Taman Pancamuhan, diharapkan Ida Sang Hyang Widi Wasa menganugerahkan kemampuan spiritual serta pengetahuan agar mampu dimanfaatkan dalam kehidupan,” jelas Bendesa Adat Desa Sala, Abuan, Bangli, Ir. I Ketut Kayana kepada rombongan wartawan dari Korea dan PWI Pusat, Minggu, (3/11/2019).

BACA JUGA:

Dijelaskan Kayana, makna dari tradisi Melukat, yaitu untuk menyucikan diri melalui air utama (Toya Daha). Artinya, air yang belum digunakan siapapun untuk mandi. Secara garis besar, masyarakat sekitar percaya mandi dengan Toya Daha, dapat membersihkan diri dari 10 energi negatif (Dasamala) yang ada dalam diri seperti Kama (nafsu atau keinginan yang tidak terkendalikan), Loba (ketamakan yang selalu ingin mendapatkan lebih), Krodha (amarah yang tidak terlampaui batas), Mada (rasa maduk yang menggelapkan pikiran), Moha (kebingungan yang menyebabkan seseorang sulit untuk berkonsentrasi sehingga tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna), Matsarya (iri hati yang menyebabkan permusuhan).

Delegasi Wartawan dari Korea saat berkunjung ke Bali. Foto: MEDIAKENDARI,com

“Ritual Melukat dimulai dari matur piuning, yaitu memohon restu pada Tuhan, agar prosesi pengelukatan berjalan lancar, serta diberikan restu oleh Tuhan. Selanjutnya prosesi mesiram di pecampuhan, yang mirip dengan pertigaan jalan,” terang Ketut Kayana.

Pecampuhan ini, jelas Kayana, diyakini sebagai sebuah tempat yang sangat suci, karena pertemuan dari dua buah sungai. Diyakini pula, pada pecampuhan tersebut sebagai tempat berkumpulnya para dewa atau yang biasa disebut Dewa Prayag.

Di sekitar sumber air suci Taman Pancamuhan terdapat beberapa air terjun dan juga beberapa kolam air tempat masyarakat melakukan ritual suci. Setiap orang yang ingin melaksanakan ritual Melukat wajib menggunakan kain merah sebagai perlindungan dari sanf pencipta, yakni Dewa Brahmana.

You cannot copy content of this page