JAKARTA, MEDIAKENDARI.com — Lembaga kajian kebijakan Visioner Indonesia meminta publik lebih cermat menyikapi tuduhan korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pelumas yang dialamatkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Tuduhan pada Sekda terkait dugaan terlibat penyimpangan di Badan Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta itu, menurutnya dinilai tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan opini publik.
Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah, menyebut tuduhan tersebut keliru, tak hanya secara administratif, tapi juga karena menunjukkan ketidakpahaman terhadap rantai birokrasi pemerintah daerah.
“Sekda tidak punya kewenangan operasional atas pengelolaan keuangan atau kegiatan teknis di Badan Penghubung. Fungsi Sekda hanya koordinasi dan pembinaan umum, bukan pelaksana teknis,” ujar Akril di Jakarta, Jumat (24/10).
Akril menjelaskan, Badan Penghubung punya struktur kerja yang mandiri. Di dalamnya sudah ada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK), serta Bendahara Pengeluaran. Mereka inilah yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Sultra melalui mekanisme pelaporan resmi.
“Kalau ada dugaan penyimpangan, klarifikasi seharusnya menyasar pelaksana teknis, bukan pejabat pembina umum seperti Sekda. Ini soal tata kelola dan rantai tanggung jawab yang harus dipahami publik,” tegasnya.
Visioner Indonesia menduga, munculnya tuduhan terhadap Sekda Sultra lebih kental nuansa politis ketimbang berbasis data dan prosedur hukum. Tuduhan itu dianggap sebagai upaya membangun persepsi negatif dan merusak reputasi pejabat yang selama ini dikenal profesional.
“Kami melihat ini bukan sekadar salah paham administratif, tapi ada indikasi serangan politik yang mengarah pada pembunuhan karakter. Padahal Sekda dikenal tegas, berintegritas, dan menjaga stabilitas birokrasi daerah,” kata Akril.
Menurutnya, dalam sistem pemerintahan, Sekda berfungsi sebagai penjaga harmoni lintas perangkat daerah dan penghubung kebijakan strategis Gubernur dengan pelaksana teknis di lapangan.
Visioner Indonesia mengingatkan, tuduhan publik tanpa bukti jelas justru merusak semangat reformasi birokrasi, menurunkan kepercayaan publik terhadap aparatur sipil negara, dan mengganggu stabilitas pemerintahan.
“Tuduhan tanpa dasar kepada pejabat publik bukan hanya tidak etis, tetapi juga berbahaya bagi tatanan birokrasi,” ucap Akril, seraya menyerukan agar semua pihak menghormati prinsip praduga tak bersalah dan menghindari penggunaan isu korupsi sebagai alat politik.
Visioner Indonesia juga mendorong Pemprov Sultra memperkuat sistem pengawasan internal dan melindungi pejabat yang bekerja sesuai aturan dari serangan opini yang tidak berdasar.
“Kami percaya, kebenaran administratif akan membuktikan Sekda Sultra tidak terlibat. Tuduhan tanpa bukti hanyalah gangguan sementara bagi mereka yang bekerja dengan integritas,” tutup Akril Abdillah.
