FEATUREDHUKUM & KRIMINALKONAWESULTRA

Warga Resah, Tambang Pasir Ilegal di Konawe Kian Menjamur 

808
×

Warga Resah, Tambang Pasir Ilegal di Konawe Kian Menjamur 

Sebarkan artikel ini

UNAAHA – Keberadaan Sungai Konaweeha khususnya di Kecamatan Bondoala, dan Sampara, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) membawa berkah tersendiri bagi para pengusaha tambang pasir. Namun, sayangnya keberadaan usaha penambangan pasir disepanjang sungai justru membawa dampak buruk terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar, khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar bantaran sungai.

Sejumlah masyarakat di area pertambangan pasir tersebut mengaku sangat diresahkan dengan keberadaan para penambang pasir didaerahnya. Menurut mereka, selain tidak memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian masyarakat sekitar, mereka juga menduga penambangan pasir itu disinyalir tidak mengantongi izin operasi, melainkan hanya mengantongi rekomendasi dari badan wilayah sungai Sultra. Masyarakat menilai maraknya tambang pasir yang tidak mengantongi izin lengkap, harusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah  karena akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Karena menjamurnya tambang pasir ilegal di sekitar areal aliran sungai (DAS) sudah mengancam terjadinya abrasi yang cukup serius.

Salah satu Warga Bondoala, Siege (47) mengaku resah dengan aktivitas tersebut. Kata dia, rumahnya hampir ambruk akibat tanah yang ditempati di pinggiran sungai sedikit demi sedikit habis terkikis akibat aktifitas tambang pasir ilegal tersebut.

Melalui media ini, bapak dua anak itu, meminta agar pemerintah melalui instansi dan lembaga terkait melakukan peninjauan dan verifikasi kelayakan tambang diwilayah itu.

“Dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir disebutkan larangan melakukan pertambangan pasir sebab dapat menimbulkan kerusakan secara teknis, ekologis, sosial dan kerusakan lingkungan serta pencemaran.

Pelanggaran terhadap UU tersebut bisa dikenakan sanksi penjara dua sampai lima tahun dan atau denda Rp 2 miliar sampai Rp 10 miliar, sebagaimana tertuang dalam pasal 73 pada UU tersebut,” ujarnya.

Salah satu warga di Desa Pebunoohaa, Kecamatan Bondoala, yang bermukim dibantaran sungai Konaweeha yang ditemui media ini, mengaku warga di kampungnya sangat resah adanya kegiatan penambangan pasir, karena bibir sungai sudah mulai terkikis akibat sedotan mesin pasir.

“Kami sudah seringkali melaporkan hal ini di BWS Sultra, bahkan pada pihak Kepolisian, namun hingga saat ini tidak ada respon sedikit pun dari pihak yang berwenang, paling kita hanya dijanji akan segeraa ditindak lanjuti,” keluhnya.

Dikatakannya, warga di daerahnya hanya bisa pasrah akibat tidak adany tindakan tegas dari pemerintah maupun aparat penegak hukum. Padahal kegiatan penambangan pasir tersebut, sudah cukup lama dilakukan dan tidak pernah ditegur maupun ditutup oleh pihak-pihak berwenang.

“Kami hanya takut, ketika pasir yang mereka sedot itu habis. Maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi musibah longsor yang sangat besar, dan yang akan merasahakan dampaknya bukanlah para penambang pasir itu, tapi kami warga yang bermukin di pinggir sungai ini,” ungkapnya.

Kegiatan penambangan pasir yang berada diperbatasan Desa Puusangi, Kecamatan Sampara dan Desa Pebunoohaa, Bondoala itu sudah cukup lama beroperasi. Namun, anehnya baiuk dari Pemerintah maupun dari Kepolisian yang seharusnya menegakkan aturan demi ketenteraman masyarakatnya malah melakukan pembiaran, tentu hal ini menimbulkan banyak tanda tanya ada apa di balik semua ini, padahal sudah jelas, melakukan aktivitas tambang tanpa izin resmi itu suatu pelanggaran.

Reporter: Andri Kokong.

You cannot copy content of this page