FEATUREDNASIONAL

Abaikan Standar Pelayanan Publik, Ombudsman RI: Kredibilitas Peranan Pemerintah Menurun

477

JAKARTA– Lembaga negara pengawas pelayanan publik Ombudsman RI pada November ini telah rampung melaksanakan Penilaian Kepatuhan secara serentak terhadap 22 Kementerian, 6 Lembaga, 22 Provinsi, 45 Pemerintah Kota dan 107 Pemerintah Kabupaten.

Menurut Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala, tahun 2017 Ombudsman tidak lagi menilai entitas penyelenggara pelayanan publik yang sudah masuk dalam zona hijau di tahun sebelumnya.

“Kami fokus pada Kementerian, Lembaga, Pemda penyelenggara layanan yang masih di zona kuning dan merah pada Penilaian Kepatuhan tahun lalu,” terang Adrianus, Selasa (5/12)

Lebih lanjut Adrianus, menjelaskan, dalam menjalankan fungsi pengawasan, sejak 2013 ORI melaksanakan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik. Penilaian terhadap pemenuhan standar pelayanan publik berpedoman kepada Pasal 8 UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.

“Dalam penelitian kepatuhan, kami memposisikan diri sebagai masyarakat pengguna layanan yang ingin mengetahui hak-haknya. Misalnya, ada atau tidak persyaratan pelayanan, kepastian waktu dan biaya, prosedur dan alur pelayanan, sarana pengaduan, pelayanan yang ramah,” jelasnya.

Dia juga mengungkapkan, pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi pada memburuknya kualitas pelayanan. Misalnya, dengan tidak terdapat maklumat pelayanan yang dipampang, maka potensi ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar.

“Untuk standar biaya yang tidak dipampang, maka praktek pungli, calo, dan suap jadi lumrah di kantor tersebut,” ungkapnya.

Pengabaian terhadap standar pelayanan publik, tambah Adrianus, juga akan mendorong terjadinya potensi perilaku maladministrasi dan perilaku koruptif yang tidak hanya dilakukan oleh Aparatur Pemerintah secara individu, namun juga secara sistematis lembaga.

“Dalam jangka panjang, pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi menurunkan kredibilitas peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan katalisator pembangunan pelayanan publik,” tutup Adrianus.

Redaksi

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version