Redaksi
KENDARI – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra mengecam terjadinya kekerasan terhadap jurnalis di Mapolda Sultra, Rabu sore 28 Oktober 2020.
Dimana, dua jurnalis menjadi korban kekerasan dan intimidasi sejumlah oknum kepolisian, saat meliput unjuk rasa mahasiswa di depan Mapolda Sultra, yang berlangsung ricuh.
Kedua jurnalis yang menjadi korban yakni Ilfa dari sultrademo.com dan Hardiyanto jurnalis mediakendari.com diduga mengalami kekerasan verbal dan psikis.
Selain itu, alat kerja kedua nya berupa handphone juga dirampas dan dokumentasi foto dan video hasil liputan keduanya juga dihapus secara paksa.
Isi rekaman hasil liputannya sendiri memuat video dan foto saat sejumlah oknum polisi menangkap pengunjuk rasa, yang berlangsung ricuh tersebut.
Sebelum menghapus foto dan video, kedua jurnalis dibawa ke pos provos di pintu masuk Mapolda Sultra. Ilfa diperiksa oleh sejumlah oknum Polwan dan Hardiyanto diperiksa sejumlah oknum Polisi pria di pos itu.
Keterangan Ilfa, sejumlah oknum polwan membuka galeri handphonenya, untuk menghapus foto dan dokumentasi sejumlah polisi menangkap pengunjuk rasa.
Bahkan facebook dan percapakan whatsapp pribadinya juga dibuka oleh sejumlah oknum polwan yang memeriksanya.
Sementara itu, Hardiyanto juga mengaku mengalami hal yang sama, yakni diperiksa dan diinterogasi oleh sejumlah polisi di pos propam Polda Sultra.
Handphonenya diperiksa dan diminta menghapus rekaman video saat sejumlah oknum polisi melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Terkait kekerasan tersebut, AJI Kendari dan IJTI Sultra mendesak Kapolda Sultra, Irjen Pol Yan Sultra Indrayanto memberi sanksi anggotanya yang menghalangi kerja jurnalis.
Dalam keterangan persnya, Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Pengda Sultra, Mukhtaruddin bersama Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari La Ode Pandi Sartiman menyatakan, kasus kekerasan terhadap jurnalis di Kendari terus berulang.
AJI Kendari dan IJTI Sultra mencatat, pada 2019 lalu, sebanyak sembilan jurnalis mengalami intimidasi dan penghalang-halangan saat liputan oleh polisi.
Terhadap hal itu, jurnalis sudah melaporkan oknum polisi ke Propam dan SPKT Polda Sultra. Namun, hingga saat ini, laporan itu tidak diproses oleh polisi.
Atas kekerasan yang masih kerap terjadi AJI Kendari dan IJTI Sultra menegaskan, bahwa masalah tersbut kontras dengan kesempatan bersama antara Polri dan Dewan Pers terkait perlindungan jurnalis.
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4, ayat 1 kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pasal 8; Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Pada pasal 18, (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalis, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Untuk menjamin penuntasan masalah ini, AJI dan IJTI akan melaporkan kasus kekerasan ini ke Porpam Polda Sultra, dan mengawal hingga tuntas.
Selain itu, kedua organisasi jurnalis itu juga mengimbau polisi dan semua pihak menghormati tugas jurnalis saat melakukan peliputan di lapangan.
Selanjutnya, juga dihimbau semua jurnalis, agar memperhatikan keselamatan saat melakukan peliputan dan menaati kode etik jurnalistik.