KENDARI – Mantan Gubernur Sultra periode 2003-2008, H Ali Mazi SH, terlibat dalam penertiban izin tambang PT Bumi Inti Sulawesi (BIS) di Blok Sorawolio yang terletak di kawasan hutan produksi terbatas yang secara geografis berada di Kelurahan Kaisabu Baru, Kecamatan Sorawolio, Kota Bau Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kasus itu kembali ke permukaan, karena sejak dilaporkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Buton Raya pada tahun 2011 ke Polda Sultra. Polda Sultra hanya satu kali memberikan surat balasan yang berisi pengecekan lapangan pada tanggal 30 September 2011, setelah itu sampai pada tahun 2018 dan lima kali pergantian Kapolda Sultra, laporan terebut tidak ada atensi balasan.
Bukan hanya Ali Mazi yang terlibat dalam kasus tersebut. Yang masuk dalam lingkaran hitam penertiban izin PT BIS di Blok Sorawolio yang disebut oleh LBH Buton Raya dan hasil investigasi Walhi Sultra, beberapa temuan diungkapkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kehutanan dan pertambangan sejak 2007-2012 yang melibatkan pejabat pusat dan daerah, diantaranya :
- Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan periode 2009-2014
- Mantan Gebrnur Sultra, Ali Mazi dan Nur Alam
- Mantan Kadis Kehutanan Sultra, Amal Jaya
- Mantan Kadis ESDM Sultra, Muh Hakku Wahab
- Mantan Walikota Baubau, Mz Amirul Tamim serta,
- 25 Anggota DPRD Kota Baubau, periode 2009-2014.
“Jadi, semuanya ini terlibat dalam ‘lingkaran hitam’ mereka ini pejabat paling bertanggung jawab dengan mengeluarkan izin eksploitasi kepada PT BIS, dan dari tahun 2007 sampai sekarang PT BIS belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan produksi dari Kemenhut tetapi sudah melakukan operasi,” ungkap Pengacara LBH Buton Raya, Dedi Ferianto ke Mediakendari.com pada Rabu 11 April 2018.
Bukan hanya itu kata Dedy, pada tanggal 30 November 2007, Ali Mazi mengeluarkan surat dengan nomor 522/428 tentang rekomendasi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk PT BIS yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia dengan luas 1.257 hektar.
“Ali Mazi keluarkan surat izin pinjam pakai dengan luas 1.257 hektar, namun izin eksplorasinya yang keluar dari Kementerian Kehutanan pada 17 Maret 2008 malah melebihi usulan yaitu 1.790,5 hektar, kan ini temuan juga,” ujarnya.
Dedi mengatakan, pada Rabu 11 April 2018, telah melakukan koordinasi dengan pihak Polda Sutra terkait perkembangan laporan LBH Buton Raya yang menurutnya telah bertahun-tahun mengendap dan tidak ditangani dengan serius.
“Kami tadi sudah ketemu dengan Dirkrimsus Polda Sultra, AKBP Yandri Irsan, dan beliau katakan izin pinjam kawasan dari Kementerian Kehutanan untuk PT BIS sudah ada dan keluar pada tahun 2012,” ujarnya.
Dedi membeberkan, Polda Sultra telah mengantongi izin PT BIS yang keluar pada tahun 2012, sementara aktivitas pertambangan telah dilakukan sejak 2007 silam.
“Pada tahun 2008 kami masuk kawasan PT BIS dan kawasan hutan sudah diobrak abrik, mereka melakukan pembukaan jalan dan lain-lainnya, dalam investigasi Walhi Sultra juga pada tanggal 11 Juli 2011, PT BIS telah membuka jalan di dalam kawasan,”ucapnya.
“Jalan yang dibuka itu dengan ukuran lebar 30-35 meter dan panjang 24 km. Yang jadi pertanyaan, dimana kayu di hutan itu, karena kami sudah periksa ke Pemkot Baubau, tidak ada data pemasukan daerah dari eksploitasi hutan itu,” tuturnya.
Di tempat berbeda, kasus ini juga diutarakan oleh, Pendiri LBH Buton Raya Erwin Usman saat melakukan jumpa pers di salah satu kedai kopi di Kota Kendari. Dia menjelaskan, dampak lain dari penerbitan izin PT BIS adalah kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.
“Dari investigasi di lapangan, antara LBH Buton Raya dan Walhi Sultra, ditemukan penutupan puluhan aliran sungai akibat penimbunan jalan, dan yang paling sadis itu Walhi temukan penerobosan kawasan hutan lindung sejauh 59,2 hektar, ini fakta,” ujar Erwin Usman Rabu,11 April 2018.
“Polda Sultra seharusnya serius tangani kasus ini, karena kegiatan PT BIS ini banyak merugikan Negara, kalau tidak mampu usut kasus ini, mereka bilanglah, supaya kita ambil tindakan hukum lainnya,” tegasnya.
Pengacara LBH Buton Raya, Dedi Ferianto mengatakan, akan mengambil tindakan hukum lainnya dengan berkoordinasi dengan KPK untuk melakukan penyelidikan.
“Kami akan ambil tindakan hukum lainnya, karena Polda Sultra tidak serius tangani persoalan ini, kemungkinan secepatnya kami akan agendakan untuk masukkan laporan ke KPK,” tutupnya.
Untuk diketahui, Sekda Kota Baubau sempat mengeluarkan surat pada 11 Oktober 2007 agar PT BIS tidak melakukan aktivitas sebelum mendapatkan Izin Pinjam Pakai Hutan dari Menteri Kehutanan sesuai UU Nomor 41 tahun 1999, namun hal tersebut tidak diindahkan oleh perusahaan dengan dalih telah mengantongi Izin Wali Kota Baubau Mz Amirul Tamim dan Mantan Gubernur Sultra, Ali Mazi.
Kemudian, Dinas Kehutanan melalui Mantan Kadis Kehutanan Sultra, Amal Jaya, Mantan Kadis ESDM Sultra, Muh Hakku Wahab, serta disetujui 25 Anggota DPRD Kota Baubau, periode 2009-2014.
Menurut LBH Buton Raya, DPRD Kota Baubau pada saat itu tidak pernah melakukan pembahasan dan bentuk lainnya selain hanya paripurnakan, kerena tidak ada bukti dari sekertariat tentang agenda pembahasan PT BIS baik absen dan lain-lainnya.