HEADLINE NEWSNASIONALNEWS

Aliansi Jurnalis Independen: Pentingnya Etika dan Profesionalisme Jurnalis

799
×

Aliansi Jurnalis Independen: Pentingnya Etika dan Profesionalisme Jurnalis

Sebarkan artikel ini
etua Bidang Pendidikan AJI Indonesia, Dandy Koswaraputra saat memaparkan materi Etika dan Profesionalisme dalam workshop yang diikuti perwakilan anggota AJI dari beberapa wilayah. Ist
etua Bidang Pendidikan AJI Indonesia, Dandy Koswaraputra saat memaparkan materi Etika dan Profesionalisme dalam workshop yang diikuti perwakilan anggota AJI dari beberapa wilayah. Ist

Redaksi

SEMARANG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, membekali 30 jurnalis tentang etika dan profesionalisme lewat workshop etik dan profesionalise jurnalis yang digelar di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jum’at 21 Februari 2020.

Kegiatan itu diikuti jurnalis berbagai media dari sejumlah daerah di Indonesia. AJI Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Australia, Jakarta dilaksanakan di Hotel Metro Semarang.

Salah satu pemateri pembekalan yang juga Ketua Bidang Pendidikan AJI Indonesia, Dandy Koswaraputra mengatakan, pembekalan etika dan profesionalisme sebagai sikap menghadapi Indonesia yang saat ini mengalami booming informasi melalui media sosial.

Hal itu terlihat dari jumlah pengguna Instagram yang mencapai 53 juta, 50 juta pengguna Youtube, 12 juta tweet per hari netizen Indonesia. Selain itu, 115 juta akun aktif FB di Indonesia dan 350 juta foto per hari global. Adapun media online di Indonesia mencapai 43 ribu, dan baru 200-an diantaranya terverifikasi di Dewan Pers.

“Rata-rata 25 ribu berita dan artikel diproduksi setiap hari di Indonesia,” katanya.

Suasana kegiatan workshop Etik dan profesionalisme jurnalis yang di gelar AJI Kota Semarang, Jumat 21 Februari 2020. Ist

Dia menjelaskan, dampak menjamurnya media online itu, diantaranya informasinya tidak akurat, berita cenderung dangkal, banyak pemberitaan keluar konteks dan bermunculan hoaks.

Di sisi lain, bermedsos tergolong baru, sehingga belum bisa membatasi materi yang boleh diunggah atau tidak. Masalah lain yang dihadapi saat ini adalah, saat etika terkait bermedia sosial itu belum diatur, namun sudah dijadikan sumber media maenstrem, seperti isu yang sudah menjadi viral.

“Tantangan yang akan muncul menjadi problem etik. Saat ini medesos mengalahkan media maenstrem,” kata Dandy.

Dia mengajak peserta workshop membahas kode etik bermedia sosial. Dia juga mengusulkan reinterpretasi etika media massa.

Menurutnya, prinsip dalam etika jurnalistik itu diantaranya objektivitas, kebenaran dan meminimalisasi yang membahayakan bagi publik.

Adapun prinsip etika media baru itu, kata dia, objektivitas yakni bersifat multidimensi, data diuji, diverifikasi dan koreksi oleh komunitas online, menjamin transparansi dan mememinimalisasi konflik.

Selain itu berprinsip pada kebenaran yakni pencarian kebenaran dan tuturan kebenaran. Dia kembali menegaskan pentingnya kode etik jurnalistik bagi jurnalis.

Pembicara lainnya, Triyono Lukmantoro, dosen Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menjelaskan, komponen yang harus dimiliki seorang jurnalis. Dia juga menjelaskan tentang moral dan hukum terkait pers, dimana etika dan hukum saling melengkapi.

“UUD itu menjamin jurnalis. Namun, banyak aturan yang membuat jurnalis tak leluasa, diantaranya aturan tentang rahasia negara,” katanya.

You cannot copy content of this page