Reporter : Hendrik B
Editor : Def
KENDARI – Kasus kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Tenggara (Sultra) terus terjadi, berdasarkan data yang dihimpun sepanjang tahun 2018 lalu, terdapat 155 kasus kekerasan terhadap perempuan di Sultra.
Aliansi Perempuan (Alpen) Sultra memaparkan, rata-rata bentuk kekerasan yang terjadi adalah kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, dan prostitusi paksa.
Baca Juga :
- Menkes Kunjungi RS Jantung, Pj Gubernur Andap Budhi Revianto: Alhamdulillah
- DKPP RI Jatuhkan Sanksi Kepada Komisioner KPUD dan Bawaslu Konawe
- PT Electronic City Indonesia Resmi Buka Gerai Baru di The Park Mall Kendari, Hadirkan Ragam Promo
- ASR-HUGUA Bakal Bentuk Badan Ekonomi Kreatif Daerah Untuk Bina Potensi Anak Muda
- Partai Gerindra Berangkatkan Dua Warga Konawe Pemenang Paket Umroh Saat Deklarasi Paslon HADIR
- Kadis Kominfo Sultra Apresiasi Kehadiran BSSN RI untuk Gelar Rapat Bersama dan Evaluasi Keamanan Siber dan Sandi Negara
“Data yang kami himpun perempuan pekerja seks sebanyak 933 orang di Kota Kendari. Dan sekitar 5 persen adalah pekerja seks usia anak,” terang Waode Surti Ningsi, Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Kendari, saat menggelar siaran Pers, Jumat (08/03/2019).
Dikatakannya, salah satu penyebab kekerasan ini, adalah faktor ekonomi, dimana lahan pertanian atau perkebunan masyarakat berahli fungsi menjadi lahan pertambangan, yang berakibat meminggirkan akses dan kontrol perempuan dari sumber-sumber penghidupannya.
“Kondisi itu memperburuk kualitas perempuan sebab mereka rentang sumber pangan dan mengalami kondisi kesehatan yang mendapat mengakibatkan kehilangan,” ungkapnya.
Pada tahun 2018 lalu, lanjutnya, solidaritas perempuan kendari menghimpun 154 orang perempuan buruh migran yang mengadu nasib dan mencari sumber-sumber kehidupan di luar negeri.
“Menjadi buruh migran atau menikah di usia anak merupakan pilihan instan yang terlintas dibenak mereka untuk menyambung hidup dan keluarganya,” tutupnya. (A)