KENDARI – Dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 7 ayat 1 huruf s, anggota DPR atau DPRD yang dicalonkan oleh Parpol yang berbeda, maka ia harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Fenomena ini juga terjadi di Sulawesi Tenggara (Sultra), banyak Anggota DPRD kabupaten/kota, provinsi bahkan DPR RI yang kembali maju bertarung dengan menggunakan kendaraan politik yang berbeda.
Namun hal ini dalam ilmu pemerintahan memiliki kajian tersendiri soal mundurnya Anggota DPRD yang berpindah partai tersebut.
Kepala Bagian (Kabag) Otonomi Daerah (Otda) Biro Pemerintahan Setda Sultra, Tomi Indra Sukiadi mengatakan, jika ada anggota DPRD maju dengan menggunakan partai lain dan masih menjabat sampai saat ini, jika pemberhentiannya belum diteken oleh gubernur maka hal tersebut wajar-wajar saja.
Sebab dalam aturan pemerintaham pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD SKnya ditandatangani oleh gubernur.
“Jika ada anggota DPRD maju kembali menjadi caleg dengan menggunakan partai lain maka partai awalnya harus mengusulkan PAW. Jika belum di PAW maka dia masih wajar untuk menjabat, ” katanya saat ditemui di Kendari, Rabu (25/07/2018).
Soal usulan pemberhentian tersebut kuncinya ada dalam partai awal Caleg yang berpidah partai tersebut.
Tomi menyebut contoh, misalnya dari anggota DPRD tersebut dulunya maju menggunakan partai A dan sekarang kembali menjadi caleg dengan partai B maka yang mengusulkan pemberhentian tersebut adalah partai A.
Pemerintah provinsi sendiri tidak akan memberhentikan jika tidak ada usulan dari partai awal.
“Ketika diusulkan pemberhentiannya maka akan di proses oleh pemerintah provinsi. Partai bersurat ke DPRD untuk pemberhentian, kemudian DPRD bersurat ke KPU siapa yang layak menggantikan anggota dewan tersebut, setelah itu, KPU bersurat kembali ke DPRD siapa yang menggantikan. Nanti DPRD mengusulkan penggantinya ke Bupati kemudian bupati meneruskan pemberhentian tersebut ke gubernur,” urai Tomi.
“Apabila sudah ada teken pemberhentian dari gubernur maka anggota dewan tersebut wajib melepas semua fasilitas negara karena sudah tidak anggota DPRD lagi,” sambungnya.
Tomi menjelaskan, semua pemberhentian anggota dewan yang berpindah partai tergantung usulan dari partai awal.
“Pemberhentian anggota yang pindah partai itu tergantung partai awalnya kapan mengusulkan PAWnya,” jelasnya.
Soal konsekuensi yang pindah partai kemudian diberhentikan kemudian masih menggunakan fasilitas, maka hal tersebut dikembalikan ke Individunya.
Dikatakannya, harusnya melepas semua fasilitas negara karena sudah tidak menjabat lagi sebagai anggota legislatif.
“Bukan rana saya ya, tapi seharusnya fasilitas itu ditinggalkan karena sudah bukan lagi anggota DPRD, ” tukas Tomi.