Redaksi
KENDARI – Meski DPRD Sultra telah menyetujui rencana kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) dengan syarat memiliki keahlian tertentu, namun status ahli dari para TKA itu tetap diragukan.
Hal tersebut diungkapkan Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Shaleh (ARS) yang mengaku tidak yakin jika 500 TKA yang akan datang bekerja di Kabupaten Konawe adalah tenaga ahli.
“DPRD Sultra menyetujui, dengan syarat yang harus dipenuhi PT VDNI dan PT OSS agar TKA bisa masuk di wilayah pertambangan di Morosi adalah visa yang digunakan TKA adalah visa 312 atau visa kerja dan bukan visa 211 atau visa kunjungan,” kata ARS.
Untuk itu, tulis ARS dalam rilisnya pada MEDIAKENDARI.com, dirinya meminta untuk dilaksanakannya lima hal terkait kedatangan TKA 500 ke Sultra yang hendak berkerja di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morosi di Konawe.
Kelima hal tersebut, yakni Pertama; perusahaan yang membawa tka sebaiknya dievaluasi dulu kepatutan perusahaannya, evaluasi kontribusi perusahaan kepada daerah termasuk bagaimana peran perusahaan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya atau local wisdom.
Kedua; kesempatan pemerintah daerah mengevaluasi sebelum memberi ijin. Ketiga; ini momentum tepat bagi pemerintah daerah terhadap semua perusahaan yang mempekerjakan tenaga asing untuk patuh terhadap deregulasi aturan dan pemerintah harus rule of law.
Keempat; melakukan evaluasi komprehensif terhadap hak dan kewajiban perusahaan menuju kesadaran penuh bahwa investasi membawa berkah kesejahteraan masyarakat.
Kelima; Pemda Sebaiknya membentuk Tim Terpadu Untuk melakukan Evaluasi, membuat Telaahan ke Gubernur, Forkopimda dan Stakeholder (Tokoh, Kampus Aktivis Lingkungan, dan Seterusnya) sebagai dasar memutuskan diterima atau ditunda, mengingat Kenapa TKA menjadi isu “Seksi” sebab banyak kepentingan disitu termasuk Pro-Kontra.
Selain itu, kata ARS, diatas semua itu, 500 TKA yang akan diizinkan masuk wajib dan benar-benar bersih dan bebas dari covid-19 yang dibuktikan dengan menjalani proses protokol kesehatan yang ketat guna memastikan mereka tidak membawa jangkitan covid-19 gelombang kedua.
Dirinya juga mengkritisi penggunaan visa kunjungan yang dinilainya merugikan negara. Menurutnya, tenaga kerja yang datang belum tentu tenaga ahli di bidangnya sebab banyak visa dapat diperoleh di Indonesia termasuk di Sultra.
“Kita tidak menolak TKA tetapi mereka harus mengikuti peraturan yang berlaku, sehingga pemerintah juga memiliki wibawa dan kedaulatan negara ini juga bisa terjaga. Kita tidak anti TKA melama mereka patuh dan taat atas aturan yang ada,” tulisnya.
Dirinya juga mengajak, semua pihak diantaranya Pemerintah, DPRD, perusahaan dan masyarakat agar potensi tambang di Sultra dapat dikelola dengan baik, sehingga menjadi rujukan tatakelola perusahaan dan ketenagakerjaan, bahkan menjadi acuan Provinsi Lain.
“Ini adalah sekelumit dari persoalan tambang dan TKA yang ada di Sultra. Saya yakin gubernur mengambil tindakan dengan dasar yang jelas, namun kami sebagai wakil rakyat menyampaikan tambahan gagasan ini sebagaimana isi surat ke DPRDSultra ke presiden RI sebelumnya,” tutupnya.