Redaksi
KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., melanjutkan kunjungannya ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN-RI), di Jakarta Selatan, Jumat 19 Februari 2021, guna menggelar pertemuan lanjutan dengan Menteri ATR/BPN, Dr. Sofyan A Djalil, SH, MA, MALD.
Menemani Gubernur Ali Mazi dalam audiensi ini, antara lain Asisten I Setprov Sultra Drs. Basiran, M.Si., Bupati Buton Selatan (Busel) H. La Ode Arusani, dan Staf Ahli Bupati Busel Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan Vivianti Nafii.
Audiensi ini mengagendakan masalah klaim wilayah dan kontinen atas Pulau Kawikawia yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Dalam klaimnya tersebut, Pulau Kawikawia yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Batuatas, Kabupaten Busel, Prov Sultra, ditarik ke dalam wilayah Provensi Sulsel dan diubah namanya sebagai Pulau Kakabia, dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar (Kepsel), Provensi Sulsel.
Masalah ini berlarut-larut dan sudah mengalami uji materi di tingkat Mahkamah Konsitusi. Keresahan ini juga yang menjadi pokok pembicaraan dalam audiensi di Kementerian ATR/BPN.
Dalam audiensi ini, Menteri Sofjan Djalil ditemani Direktur Jenderal Tata Ruang Dr. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM., Staf Khusus Menteri ATR/Ka.BPN Bidang Kelembagaan Dr. Teuku Taufiqulhadi, M.Si., dan Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Reny Windyawati, ST, M.Sc.
Perbenturan AturanB“Sengketa” atas Pulau Kawikawia antara Pemprov Sultra dan Pemprov Sulsel, sepintas lalu disebabkan tumpang tindihnya sejumlah peraturan di tingkat kementerian dan daerah, dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Pulau Kawikawia terletak di bagian Barat Kabupaten Buton Selatan. Pulau ini berjarak 93 Kilometer (Km) dari Pulau Batuatas, Kecamatan Batuatas, Kabupaten Buton Selatan), dan berjarak 63,5 Km dari Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Sejatinya, perairan di sekitar Pulau Kawikawia adalah zona tangkap perikanan tradisional nelayan Buton.
Selain secara tradisional, posisi Pulau Kawikawia telah ditegaskan dalam UU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan. Lampiran beleid tersebut menempatkan Pulau Kawikawia ke dalam wilayah administrasi Pemkab Busel.
Tetapi Pemprov Sulsel mengajukan gugatan atas Pulau Kawikawia dengan nama Pulau Kakabia, berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi, sebagai payung hukum sekaligus dasar klaim. Klaim tersebut dipertegas melalui Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Kakabia.
Sebelumnya, Pemkab dan DPRD Kebupaten Kepulauan Selayar pernah menggugat Lampiran UU 16/2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permintaan uji materi tersebut ditolak MK. Lembaga penafsir konstitusi tersebut berpandangan bahwa tidak tepat melakukan pengujian konstitusi terhadap batas wilayah —sebab tidak memiliki kekuatan norma konstitusionalitas.
Ketika itu, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, menyatakan batas wilayah administrasi sepenuhnya berada dalam kewenangan pembuat perundangan. Bila terjadi sengketa batas wilayah, penyelesaiannya dilakukan oleh pemerintah satu tingkat ke atas, atau merupakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebagaimana tertuang dalam Permendagri No. 141/2017 tentang Penegasan Batas Daerah.
Dalam Putusan MK No. 24/PUU-XVI/2018, Hakim Konstitusi Manahan menyatakan; Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan satu kesatuan yang utuh dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perselisihan batas daerah bukanlah masalah konstitusional.
Keinginan Pemprov Sulsel merebut Pulau Kawikawia dari wilayah Provinsi Sultra, dinilai aneh, sebab Pemprov Sulsel bahkan belum pernah menyatakan kepemilikan atas pulau tersebut dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), hal yang justru sejak lama telah dilakukan Pemprov Sultra terhadap obyek yang sama.
“Normalnya, obyek kewilayahan seperti itu seharusnya dimasukkan ke dalam Perda RT-RW Provinsi,” jelas Menteri Sofyan Djalil.
Dasar Klaim Pemprov. Sulsel Tidak Kuat Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Reny Windyawati, ST, M.Sc., menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima surat dari Kemendagri tertanggal 11 Januari 2021, mengenai Batas Ruang Laut yang menyebut batas Pulau Kawikawia tetap mengacu pada koordinat yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Buton Selatan.
“Terkait titik koordinat tersebut, sebenarnya, dalam surat keterangan DPR-RI sebagai preferensi saat MK melakukan keputusan sidang, di dalam kesimpulannya, pada poin 5 (lima), disebutkan bahwa selama di dalam lampiran peta Undang-Undang tersebut terdapat pulau, maka memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sehingga di dalam putusan MK itu dinyatakan bahwa Pulau Kawikawia merupakan bagian dari Kabupaten Buton Selatan,” jelas Reny Windyawati.
Mahkamah Konstitusi memutuskan agar masalah tersebut dikembalikan kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Bagian Administrasi Kewilayahan.
Selain mendengar keterangan dari Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Reny Windyawati, ST, M.Sc., kepemilikan Prov. Sultra atas pulau itu terekam dalam kertas kerja daerah.
Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Bupati Buton Selatan Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan Vivianti Nafii. Secara dokumen, tampak Pemprov Sulsel baru memasukkan klausul mengenai Pulau Kakabia dalam Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang Peraturan Daerah Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Selatan.
“Padahal Pulau Kawikawia bahkan sudah masuk dalam Perda Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Tenggara, di mana dalam lampiran Peta Potensi Perikanan, Pulau Kawikawia masuk sebagai Zona Perikanan Tangkap Provinsi Sultra,” terang Vivianti Nafii.
Penetapan jumlah pulau-pulau yang berada dalam wilayah Provinsi Sultra telah dilaksanakan pada tahun 2008, berdasarkan hasil Rapat Koordinasi, Inventarisasi, dan Pembentukan Nama Pulau di Provinsi Sulawesi Tenggara. “Dalam kertas kerja tersebut, tertera titik koordinat Pulau Kawikawia sebagai wilayah Provinsi Sultra. Fakta dan data ini bahkan telah dibuat sebelum terbitnya Permendagri No. 45/2011 tersebut,” kata Vivianti Nafii.
Dalam Peta Rupa Bumi Digital Indonesia (RBDI) yang diterbitkan Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 1997, tertera Pulau Kawikawia masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton. “Saat ini kecamatan tersebut telah dimekarkan menjadi Kecamatan Batuatas, Kabupaten Buton Selatan,” himpun Bupati La Ode Arusani.
Preposisi Kewilayahan Provinsi Sulawesi Tenggara
Menurut Gubernur Ali Mazi, klaim dari provinsi yang bertetangga dengan Provinsi Sultra tersebut dapat diartikan sebagai hendak mengurangi luasan wilayah Sultra yang sesungguhnya.
“Total luas wilayah Sultra adalah 148.140 Km2, yang terdiri atas wilayah daratan 38.140 Km2, dan luas lautnya 110.000 Km2, serta memiliki panjang garis pantai 1.740 Km. Kemudian Sultra memiliki 651 pulau, baik yang belum diberi nama dan yang telah diberi nama termasuk Pulau Kawikawia. Kita tidak ingin masalah pengklaiman wilayah ini terulang, sebagaimana masuknya wilayah Morowali yang sesungguhnya wilayah Sultra, menjadi bagian Provinsi Sulteng,” kata Gubernur Ali Mazi.
Dari jumlah 651 pulau, Sulawesi Tenggara memiliki 86 pulau yang didiami penduduk, sedangkan sisanya 565 pulau tidak berpenghuni. Dari jumlah tersebut, pulau yang telah memiliki nama sebanyak 361, sedangkan yang belum bernama sebanyak 290 pulau.
Kepada Gubernur Ali Mazi, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, menyarankan agar penyelesaian masalah ini melibatkan Menteri Dalam Negeri. “Penyelesaian klaim batas wilayah antara Provinsi Sulsel dengan Provinsi Sultra ini harus diselesaikan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” kata Menteri Sofyan Djalil.
Untuk kepentingan tersebut, Gubernur Ali Mazi telah melayangkan surat kepada Mendagri Tito Karnavian, yang telah didisposisi kepada Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (Bina Adwil) Kemendagri Dr. Drs. Safrizal Z.A., M.Si. untuk ditindaklanjuti. (ADV)