Reporter : Ardilan
Editor : Kang Upi
BAUBAU – Bandar udara (Bandara) Betoambari yang terletak di Jalan Hayam Wuruk, Kelurahan Katobengke, Kecamatan Betoambari, Kota Bau-Bau menjadi jalur favorit dan pintu keluar penyelundupan hasil laut.
Berdasarkan catatan Satuan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kota Baubau, dari 21 kasus penyelundupan di tahun 2019 yang digagalkan, 15 kasus diantaranya melalui Bandara Betoambari.
“Terbanyak di Bandara Betoambari dengan 15 kasus. Yang diselundupkan beragam mulai dari kerang-kerangan, kulit kimia, lola merah, terumbu karang, lobster bertelur, bintang laut kering, terompet dan kepala kambing,” ungkap Kepala SKIPM Baubau, Arsal, Kamis (23/1/2020).
Selain melalui bandara, SKIPM Baubau juga menggagalkan puluhan kasus penyelundupan hasil laut yang menggunakan jalur Pelabuhan Murhum, Jalan Yos Sudarso, Keluarahn Wale, Kecamatan Wolio, Kota Bau-Bau.
“Ada juga enam kasus lainnya, yang dilakukan penahanan karena komoditi yang hendak dibawa tidak memiliki dokumen yang lengkap,” kata Arsal.
Menurutnya, hasil laut yang diselundupkan melalui Bandara Betoambari umumnya merupakan hasil laut yang dilindungi oleh negara. Setelah penyelundupan digagalkan, hasil laut tersebut disita petugas.
“Komoditas yang disita itu seperti, satu koli udang ronggeng, tiga koli ikan ekor kuning, 15 ekor lobster bertelur, tiga koli teripang, tiga koli kepiting bertelur, udang vaname dan ikan bandeng,” tuturnya.
Arsal memaparkan, komoditi itu masuk dalam kategori yang dibatasi sehingga dilakukan penahanan sementara, pelepasan liar, pemusnahan dan mengembalikan komoditas tersebut ke daerah asalnya.
Dari catatan SKIPM Kota Baubau, kata Arsal, pemilik komoditas hasil laut yang diselundupkan itu umumnya warga negara asing. Mereka umumnya mengaku kurang faham soal aturan di RI.
“Pemilik komoditas ini kebanyakan warga negara asing dari jepang, china, inggris dan tunisia. Setelah kita jelaskan mereka mengerti dengan aturan di negara kita Indonesia,” tutupnya.