Reporter: Kang Upi
KENDARI – Penyebaran covid-19 di Sulawesi Tenggara (Sultra) berdampak serius pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat ini, termasuk diantaranya keharmonisan rumah tangga.
Pasalnya, penyebaran wabah berdampak pada menurunnya produktifitas ekonomi masyarakat yang memicu kemiskinan dan berkurangnya pemasukan untuk kehidupan berkeluarga.
Berdasarkan data Pengadilan Tingga Agama (PTA) Sultra, kondisi ekonomi termasuk salah satu faktor penyebab dominan pemicu keretakan hubungan dan keharmonisan rumah tangga.
Ketua PTA Sultra, Muslimin Simar, melalui Hakim Tinggi PTA, H.M Arsyad M saat dikonfirmasi MEDIAKENDARI.com membenarkan, faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab perkara peceraian.
“Kalau dari data kami itu yang tinggi itu kategorinya karena perselisihan dan pertangkaran, tapi kalo kita tarik lebih dalam itu faktornya biasanya karena persoalan ekonomi,” kata H.M Arsyad M di kantornya, Jumat 15 Mei 2020.
Dari data PTA Sultra, per Januari hingga April 2020 jumlah perkara perceraian yang ditangani instansi tersebut sebanyak 382 perkara untuk kategori cerai talak dan 1044 untuk kategori cerai gugat.
Untuk kategori wilayah, Kota Kendari menempati urutan tertinggi dengan jumlah 96 perkara cerai talak dan 219 perkara cerai gugat. Dan terendah Kolaka Utara dengan 17 perkara cerai talak dan 48 perkara cerai gugat.
Sementara itu, dari jumlah perkara yang ditangani PTA Sultra tersebut sebanyak 255 perkara untuk kategori cerai talak telah diputus dan untuk kategori cerai gugat sebanyak 775 perkara telah diputus.
H.M Arsyad menuturkan, berdasarkan data terkini jumlah perkara yang ditangani dan yang diputuskan PTA Sultra, terdapat penurunan jika dibandingkan data tahun sebelumnya.
Namun dengan belum usainya penyebaran pandemi asal Negeri Tirai Bambu yang berdampak memburuknya kondisi ekonomi saat ini, itu bisa berpotensi meningkatkan jumlah perkara.
“Kalo dari sisi jumlah itu menurun dibanding tahun lalu, tapi selama ekonomi masih belum baik maka itu masih bisa menjadi potensi yang menyebabkan keretakan hubungan rumah tangga,” kata H.M Arsyad.
Sementara itu, dari data rekapitulasi penyebab perceraian di PTA Sultra, perselisihan dan pertengkaran menjadi yang teratas dengan 694 perkara, disusul penyebab pasangan meninggal dunia sebanyak 158 perkara.
“Untuk faktor ekonomi secara langsung itu jumlahnya hanya 34 perkara, ini tidak bisa dibilang akibat corona, tapi jika dihubungkan dengan dampak ekonomi akibat virus ini, faktor ini bisa jadi berhubungan,” ungkapnya.
Ditegaskannya juga, faktor ekonomi telah menjadi salah satu penyebab utama dalam perkara perceraian di Sultra sejak dulu. Olehnya itu kondisi ekonomi saat ini disinyalir akan lebih berdampak.
“Untuk potensinya, itu pasti berdampak, sebelum terjadi saja covid-19 ini sudah jadi faktor yang cukup berpengaruh, apalagi dengan kondisi saat ini, itu bisa menjdi salah satu alasan pengajuan gugatan perceraian,” ujarnya.
Meski demikian, kata H.M Arsyad, dalam menanganai perkara perceraian, salah satu kewajiban PTA adalah menyelenggarakan mediasi untuk mendorong agar suami dan istri bisa kembali rukun.
Untuk proses mediasi ini bisa dilakukan atas perintah hakim, yakni dimediasi yang dilakukan Pengadilan Agama serta mediasi diluar persidangan, atau dilakukan secara internal dengan keluarga.
“Kita itu wajib ada mediasi, itu kewajiban kita untuk mendorong bagaimana keluarga ini bisa dipertahankan, jadi kita berikan support motivasi untuk menyelesaikan masalah secara baik, agar rumah tangganya bisa dipertahankan,” tegasnya.
H.M Arsyad berpesan, karena wabah ini sesuatu yang tidak diinginkan dan sebagai musibah yang juga melanda seluruh keluarga di Indonesia, maka setiap anggota keluarga harus menguatkan satu sama lain.
“Ini harus dihadapi bersama, ini adalah musibah dan cobaan, mau tidak mau suka tidak suka akan berdampak pada kondisi ekonomi, jadi harus ikhlas, dan saling pengertian dalam keluarga, serta tetap harus semangat menjagaa keharmonisan dan keutuhan keluarga,” pesannya.