REDAKSI
KENDARI – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Konawe (Kejari Konawe) Provinsi Sulawesi Tenggara menghadirkan Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa (KSK) dalam sidang kasus korupsi dana pemeliharaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Konawe tahun 2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari.
JPU menghadirkan Kery untuk memberikan keterangan sebagai saksi, dalam sidang kasus yang telah menyeret tiga mantan pejabat Diknas Konawe itu.
Bupati Konawe menghadiri sidang sebagai saksi di Pengadilan Tipikor di Kelurahan Watubangga Kecamatan Baruga, Kota Kendari Senin(5/8/2019)
Kery Saiful Konggoasa saat diwawancarai awak media membantah tudingan ketiga tersangka yakni mantan Bendahara Diknas Konawe Gunawan, Mantan Kadis Diknas Konawe Ridwan Lamaora dan Plt Dikbud Konawe, Jumrin Pagala.
“Jadi soal saya menerima uang itu, buktinya mana. Jadi dari temuan BPK seandainya dia yang memakai maka kembalikan, karena seandainya saya yang memakai pasti akan saya kembalikan,” tegas KSK.
KSK juga mengaku tidak mengetahui asal usul uang sebesar Rp 1,6 miliar, hasil temuan BPK. Ia juga mempersilahkan terdakwa untuk mengungkap catatan yang dimilikinya, yang disebut membuat daftar sejumlah nama penerima uang tersebut.
“Hukum itu bicara fakta bukan imajinasi, silahkan kalau mau menyebut, tetapi kalau hanya asal tuduh, maka saya juga bisa menuduh,” tambahnya.
Bantahan atas keterangan para tersangka juga disampaikan Wakil Bupati Konawe, Gusli Topan Sabara yang juga dihadirkan JPU sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Menurut Gusli, dirinya banyak menemukan keanehan dalam keterangan yang disampaikan tersangka, salah satunya soal jumlah dana dan alamat tempat tinggalnya.
“Dia pernah tulis 50, 100 dan 150 itu terakhir disebut 100, dan menurut dia dia antar di kediaman saya di Kelurahan Arombu, padahal saya tidak punya rumah di Arombu, rumah saya hanya di Kelurahan Ambekairi,” tegas Gusli.
Keanehan lain atas keterangan tersangka yakni pengakuan jika uang tersebut diantarkan padanya pada Februari 2014, sedangkan kasus ini bergulir pada tahun 2016.
“Kasus ini bergulir pada tahun 2016, Jadi uang apa yang dimaksud ini. Jadi ini seperti tersangka ingin mencemarkan nama baik saya, jadi saya akan menuntut balik untuk memulihkan nama baik saya,” jelasnya.
BACA JUGA :
- Dinas Pariwisata Sultra Terbaik Soal Keterbukaan Informasi Publik
- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Bersama Direktur Bendungan dan Danau Kementrian PUPR Kunjungi Lokasi Bendungan Pelisika
- KPU Muna Barat Sukses Raih Penghargaan Peringkat I Terkait Pengelolaan Pelaporan Dana Kampanye
- Nekat Bawa Sabu Seberat 104.25 Gram dengan Upah Rp 2 Juta, Pria di Muna Ditangkap Polisi
- Pemda Koltim Gelar Sayembara Logo HUT ke 12 Tahun
- Kapolri Apresiasi Peluncuran 2 Buku Antikorupsi di Harkordia
Hal senada juga disampaikan mantan Wakil Bupati Konawe Parinringi yang juga turut dihadirkan sebagai saksi. Menurutnya, dirinya bingung dan mengakui banyak kejanggalan dalam keterangan tersangka, yang menyeret namanya.
“Saya juga cukup bingung juga, karena mereka mengaku menyerahkan uangnya tahun 2015 sedangkan penyimpangan APBD-nya tahun 2016. Katanya juga dikasihkan Mei 2015, padahal seingat saya baru kegiatan bersama-sama Agustus 2016,” kata Parinringi.
Untuk kasus ini sendiri, Ia juga menuturkan jika dirinya tidak berencana menuntut balik atas keterangan ketiga tersangka yang telah mencemarkan nama baiknya dengan keterangan palsu.
“Kalau Pak Bupati dan Wakil Bupati ingin menuntut balik, itu haknya tetapi saya sepertinya cukup sampai disini saja, karena saya juga sudah memberikan keterangan yang sebenar-benarnya,” pungkasnya.
Untuk infomasi, sidang yang digelar Pegadilan Tipikor ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Andri Wahyudi, dengan JPU Gede Ancana. Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Sulawesi Tenggara, dugaan korupsi dalam kasus ini telah menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp. 4,2 miliar.