Redaksi
PANGKEP – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 8 Juni 2021 di Pangkep, Sulawesi Selatan. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali adalah “Dakwah yang Ramah di Internet.”
Program kali ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari Putri Potabuga selaku pendiri Climate Institute, Saprillah selaku Kepala Balitbang Kemenag Makassar, Aan Anshori selaku aktivis kebhinekaan, dan Sabara Nuruddin selaku Peneliti Madya Balai Litbang Agama. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan peserta sebanyak 57.550 orang.
Pemateri pertama adalah Putri Potabuga yang membawakan tema “Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Dakwah Online.” Putri menyoroti banyaknya kiriman hard dakwah di media sosial yang ciri-cirinya, antara lain mengandung paksaan dan menyudutkan agama lain. Konten seperti itu bukan menciptakan solusi, namun justru memancing SARA. “Konten-konten tersebut berdampak pada generasi milenial dan Z. Mereka jadi minder dan menarik diri. Oleh sebab itu, kita harus cerdas dan kritis dalam mencerna dakwah daring,” katanya.
Berikutnya, Saprillah, menyampaikan materi bertema digital ethics. Dalam paparannya, ia menyebut tentang fenomena di media sosial yang menyebabkan dakwah digital bersifat konservatif, ramai, sesak, dan tidak terkontrol. Hal tersebut membuat masyarakat Indonesia cenderung enggan menerima pendapat dari pihak lain. Fenomena ini terlihat sejak pemilihan presiden tahun 2019. “Menghadapi fenomena tersebut, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh, salah satunya adalah sertifikasi dai. Selain itu, pihak yang terlibat juga harus mengedepankan kemampuan dan kualitas literasi media, klarifikasi, dan dialog,” kata Saprillah.
Pembicara ketiga adalah Aan Anshori yang mengangkat tema “Cakap Digital Pancasila dan Ramah di Medsos.” Menurut Aan, cara dakwah digital harus sesuai dengan prinsip Pancasila, yaitu bijaksana, berkata baik, dan didukung argumentasi serta data yang akurat. “Berislam yang benar harus sesuai Pancasila. Kalau mau dakwah, pastikan Islamnya sesuai dengan pancasila. Semakin berislam, semakin kita mengutamakan semua sila dalam pancasila,” pesannya.
Adapun Sabara Nuruddin, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema “Digital Safety: Berdakwah yang Sehat di Era Internet”. Ia mengungkapkan hasil beberapa survei yang menyebut setidaknya 10% siswa muslim di Indonesia Timur memiliki kecenderungan kuat menjadi teroris. Kata dia, berbagai ceramah yang dilakukan beberapa ustadz populer, secara langsung dan tidak langsung mengarahkan pemahaman mereka menjadi lebih fundamentalis dan radikal. “Tantangan dakwah kita bukan lagi masyarakat yang homogen, namun penonton dakwah digital yang berasal dari berbagai kalangan dengan beragam pemahaman. Oleh karena itu, tidak bijak untuk menyampaikan pesan yang menyinggung,” tutur Sabara.