Editor : Wiwid Abid Abadi
KENDARI – Dinas Kehutanan (Dishut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), mengakui bahwa perusahaan tambang PT Karyatama Konawe Utara (PT KKU) yang beroperasi di Kecamatan Langgikima, Konawe Utara (Konut) masih menunggak pembayaran Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Planologi, Dinas Kehutanan Sultra, Sahid, saat menerima aksi unjuk rasa Forum Koalisi Aktivis Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan Sulawesi Tenggara (Kapitan Sultra) yang menyoroti soal dugaan perambahan hutan PT KKU diluar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), pada Rabu (28/8/2019).
Sahid bilang, PT KKU pernah melakukan pembayaran PNBP. Tapi, tunggakan PNBP PT KKU lebih besar dari pada yang sudah dibayarkan.
“Sudah pernah membayar (PNBP) memang, tapi masih ada tunggukan, dan tunggakannya lebih besar,” jelas Sahid.
Menurut pria yang baru dilantik sebagai Plt Kadis Kehutanan Sultra pada Kamis (29/8/2019) ini, Pemprov sudah melakukan upaya penagihan kepada suluruh perusahaan tambang yang masih menunggak kewajiban ke daerah, termasuk ke PT KKU.
“Tapi perkembangan penagihannya bagaimana, belum dapat informasi,” katanya.
Baca Juga:
- Dukung ASN, Bank Sultra Persembahkan Hadiah Motor di Jalan Santai HUT KORPRI ke-54
- Berkah dari Langit, Ibu Bhayangkari Ini Arahkan Pilot ke Desa Terisolasi Banjir Bandang
- 76 Titik Jaringan Polri Hidupkan Harapan, Warga Menangis Saat Koneksi Pertama Terhubung
- Polda Riau Kirim Peti Pendingin Jenazah ke Agam, Percepat Penanganan Korban Bencana
- Polri Salurkan Air Bersih dan Bagikan Masker untuk Warga Terdampak Banjir di Nagan Raya
- Ajakan ‘Main’ Bikin Resah, Mahasiswi di Kendari Laporkan Pria yang Masuk Kamar Tanpa Izin
Sebelumnya, aktivitas PT KKU di Konut menuai protes keras dari Kapitan Sultra. Kapitan menduga bahwa PT KKU merambah hutan diluar dari IPPKH yang telah diberikan ke perusahaan penanaman modal asing (PMA) itu.
Selain soal aktivitas diluar IPPKH, Kapitan juga menuding PT KKU menunggak PNBP ke daerah. Sehingga, selain diduga meninmbulkan kerusakan lingkungan, perusahaan itu juga diduga merugikan negara.
