Redaksi
MEDIAKENDARI.COM – Sehari setelah mengumumkan lokasi rencana ibu kota negara yang baru, Presiden Joko Widodo hari ini, Selasa (27/8), menyampaikan surat pemberitahuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah yang berada di kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Surat itu dilengkapi lampiran tentang beragam kajian yang dilakukan selama tiga tahun terakhir untuk memantapkan gagasan pemindahan ibu kota.
Dalam sebuah diskusi yang digelar di kompleks parlemen di Senayan, Jakarta, Selasa (27/8), anggota Badan legislasi DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP Junimart Girsang, mengungkapkan kajian itu dilakukan dari aspek ekonomi, sosial, budaya, dan paling penting aman dari bencana alam. Junimart menegaskan yang perlu dipastikan dalam rencana pemindahan ibu kota negara adalah soal kesiapan anggaran. Dia tidak yakin anggaran pemindahan ibu kota yang diproyeksi mencapai Rp466 triliun itu cukup.
DPR Didorong Untuk Merumuskan UU Pemindahan Ibukota Secara Cermat
“Hitungan saya dengan para petinggi Mabes Polri, Mabes Polri saja kalau dipindahkan itu membutuhkan biaya lebih kurang Rp147 triliun. Sementara Presiden mengatakan anggaran yang diperlukan sementara ini Rp 466 triliun,” kata Junimart.
BACA JUGA:
- Dinas Pariwisata Sultra Terbaik Soal Keterbukaan Informasi Publik
- Kapolri Apresiasi Peluncuran 2 Buku Antikorupsi di Harkordia
- Menkes Kunjungi RS Jantung, Pj Gubernur Andap Budhi Revianto: Alhamdulillah
- Dukung Ketahan Pangan Nasional, Bulog Unaaha, Kabupaten Konawe Terus Lakukan Penyerapan Hasil Produksi
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga sudah harus memberikan tenggat waktu kepada rakyat Indonesia kapan ibu kota akan dipindahkan, apakah dalam 5, 10, atau 20 tahun ke depan. Menurutnya fraksi PDIP juga akan meminta kejelasan pemerintah apakah rencana pemindahan ibu kota tersebut bisa langsung dilaksanakan setelah RUU disetujui.
Junimart menekankan DPR tidak perlu terburu-buru atau dipaksa untuk menyelesaikan undang-undang yang akan menjadi dasar pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam dan Kutai Kertanegara. DPR lanjutnya harus merumuskan undang-undang itu secara cermat.
“Kami tidak mau nanti disalahkan oleh rakyat dan kami tidak mau undang-undang tersebut digugat ke MK (Mahkamah Konstitusi),” ujar Junimart.
Junimart menganggap tidak masalah kalau undang-undang tentang pemindahan ibu kota negara itu baru disahkan oleh DPR periode mendatang. Apalagi, katanya, pemerintah belum menetapkan kapan ibu kota mulai dipindahkan. Junimart menegaskan pemindahan ibu kota negara tidak semudah perkiraan.
Banyak Negara Juga Memindahkan Ibu Kota
Sementara anggota Badan Legislasi DPR dari fraksi Partai Golongan Karya Firman Soebagyo mengatakan pemindahan ibu kota negara merupakan sebuah keniscayaan, sehingga tidak perlu ditakutkan dan diragukan. Ia mencontohkan pemindahan ibu kota di banyak negara, antara lain Malaysia yang memindahkan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya atau Myanmar yang memindahkan ibu kota dari Rangoon ke Naypyidaw.
Firman mengatakan pemindahan ibu kota negara merupakan salah satu cara mengurai kepadatan, kemacetan, dan beragam persoalan yang selama ini menyelimuti Jakarta. Dia menegaskan harus ada kepastian bahwa ibu kota yang baru nantinya adalah ibu kota pemerintahan, sementara pusat bisnis tetap berada di Jakarta.
Menurut Firman yang pertama kali dibutuhkan adalah dasar hukum untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta. Selama Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 belum dicabut, maka ibu kota Indonesia adalah Jakarta.
Niat Baik Presiden Dinilai Harus Didukung
Sementara pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan melihat alasan di balik pemindahan ibu kota, maka niat baik Presiden Joko Widodo itu perlu didukung.
“Siapapun presidennya, siapapun gubernurnya, sepertinya kepadatan, kemacetan, dan polusi susah dihilangkan oleh Jakarta. Maka pindah ibu kota (negara) ini menjadi satu-satunya solusi untuk mengurangi beban-beban itu,” tutur Adi.
Adi melihat pemindahan ibu kota negara juga akan menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi, supaya Indonesia itu tidak Jawa sentris dan Jakarta sentris.
Adi menilai sosialisasi rencana pemindahan ibu kota negara itu memang masih belum menyeluruh, sehingga banyak pula orang-orang dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga kaget. Ia menyarankan kajian akademik soal rencana pemindahan ibu kota negara harus disosialisasikan untuk memperoleh tanggapan, kritik, atau masukan, agar perencanaan disusun secara matang.
Adi juga berharap agar presiden mendatang tidak akan membatalkan rencana pemindahan ibu kota negara tersebut. [fw/em]