Reporter : Erlin
Editor : Def
ANDOOLO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rabu (26/12/2018).
untuk menindak lanjuti pengaduan dari masyarakat Desa Lambodi Jaya dan Desa Teteinea Jaya Kecamatan Lalembu, terkait sengketa lahan dengan Warga Desa Lambandia dan Desa Lere Kecamatan Basala.
Rapat tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD, Irham Kalenggo, didampingi Ketua Komisi II Try Haryono, serta dihadiri anggota DPRD Anshari Tawulo, Hj.
Djoko Suprihatin, Nurmantasia dan Binmas Mangidi. Turut hadir juga Asisten I Setda, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polres Konsel, Camat Lalembu, dan Camat Basala, serta beberapa Kepala Desa dari dua Kecamatan itu.
Dalam kesempatan itu, Kades Lere, Muh Yusuf menjelaskan, sebelum terbentuknya Desa Lere dan Lambandia, lahan tersebut diolah bersama sejak tahun 1990, namun selang lima tahun terbit sertifikat tanahnya sehingga saat itu disepakati lahan di luar sertifikat dihentikan pengolahannya.
“Yang jadi permasalahannya sampai hari ini, adalah pembelian dari pihak keempat dalam hal ini H. Massaleang yang menjual tanahnya ke pihak kelima, yang dimana pihak kelima juga mengklaim sebagai pemilik lahan. Padahal H. massaleang pun membeli lahan tanpa mengetahui batas-batas tanah yang dibeli,” ungkapnya.
Sementara itu H. Masaleang selaku pembeli tanah, mengaku telah membeli lahan seluas 40 Hektar dari pak H.Lahabo pada tahun 2000 lalu, namun setelah dilakukan pengukuran hanya 30,5 Ha saja.
Dimana tanah yang dibelinya telah diselsaikan pembayarannya sampai tahun 2003. Kemudian dirinnya menjual kembali lahan seluas 8,5 Ha kepada tiga orang.
Di tempat yang sama, Aswan mewakili H. Lahabo selaku ahli waris, berpendapat bahwa lahan yang mereka akui itu telah sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati tahun 2005, dimana dalam SK itu telah ditetapkan bahwa mereka adalah ahli waris dan batas Desa Lambodi Jaya dan Lambandia berada di Kali Lambandia.
Ketua DPRD Konsel, Irham Kalenggo mengatakan, tujuan diadakannya rapat ini untuk mencari solusi atas permasalahan yang terjadi dengan musyawarah dan mufakat. Namun pihaknya tidak bisa memutuskan siapa yang benar dan yang salah, tetapi pelaksanaan Rapat ini digelar agar kedua belah pihak bisa duduk bersama untuk mencari solusi.
“Kami menghimbau kepada Masyarakat dari Desa Lambodi jaya dan Desa Lambadia untuk mempertahankan kesepakatan awal yang telah dibuat dan menekankan agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan kepala dingin,” jelasnya.
Ketua Komisi II Try Haryono menambah, SK Bupati yang keluar tahun 2005 itu sudah tidak berlaku lagi sejak dikeluarkannya SK Bupati tahun 2007 tentang pembatalan SK 2005 tersebut. Pihaknya juga memberikan kesimpulan terkait sertifikat yang sudah terbit jangan dipersoalkan.
Disamping itu, pihak-pihak terkait tidak diperbolehkan memobilisasi masa untuk menguasai lahan tersebut, sehingga diharapkan kepada Camat, Kades dan Kepolisian untuk memediasi.
“Kita harapkan pihak-pihak yang bersengketa untuk sementara waktu tidak boleh mengolah lahan, sebelum adanya keputusan mediasi. Sehingga jika tidak ada penyelesaian yang ditemukan saat mediasi, maka dianjurkan untuk dilanjutkan ke ranah hukum,” tutupnya. (A)