Reporter : Ardilan
Editor : Taya
BAUBAU – Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) sedikitnya sudah mencatat sekaligus menerbit kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) kepada dua penderita gangguan mental atau Tunagrahita.
Hal itu dilakukan menyusul adanya regulasi yang memperbolehkan penderita Tunagrahita memiliki hak pilih dalam pemilihan umum (Pemilu) pada 17 April 2019 mendatang.
Plt. Kepala Disdukcapil Baubau, La Ode Muslimin Hibali mengatakan, sejauhnya ini pihaknya sudah melakukan perekaman dan pencetakan KTP-el kepada dua orang penderita Tunagrahita. Keduanya itu berjenis kelamin perempuan.
“Sudah ada dua yang kita layani untuk dibuatkan KTP-el. Satu beralamat di Kelurahan Tampuna, Kecamatan Bungi, dan satunya di Kelurahan Wameo Kecamatan Batupoaro. Dua-duanya ini perempuan,” ucap Muslimin kepada mediakendari.com ditemui diruang kerjanya, Rabu (23/1/2019).
Menurut Kepala BPBD Kota Baubau itu, penderita Tunagrahita juga seharusnya wajib diberikan identitas KTP-el. Sebab, bisa saja sewaktu-waktu para penderita tersebut diperhadapkan pada persoalan yang memerlukan identitas pribadi mereka.
“Misalnya mereka ini masuk Rumah Sakit dan keluarganya ingin membuatkan BPJS. Itu harus ada KTP-nya. Makanya betul bahwa penderita Tunagrahita ini juga perlu diberikan KTP,” ujarnya.
Muslimin mengaku, pihaknya sempat mendapatkan sedikit kendala saat melakukan perekaman kepada penderita Tunagrahita tersebut. Dia menyebut kendalanya penderita sulit diatur saat proses perekaman.
“Kendalanya kita susah mengatur mereka. Nanti keluarganya yang mendampingi saat merekam yang atur mereka baru mereka mau ikut arahan,” bebernya.
Kendati demikian, Muslimin menegaskan pihaknya akan tetap melakukan perekaman KTP-el kepada para penderita Tunagrahita apabila ada permintaan. Pihaknya juga mengakui pelayanan yang sama dengan orang normal akan diberlakukan terhadap para penderita Tunagrahita.
“Kalau ada permintaan tetap kami layani, yang penting berkasnya lengkap ada keterangan dari lurah setempat. Kalau kita layani pada saat jam kantor, mereka ini kita utamakan lebih dahulu khawatirnya mengamuk. Tetapi biasanya kita sampaikan kepada keluarganya agar datang pada jam istrahat saja supaya tidak mengantri. Kalau memang tidak memungkinkan dilayani dikantor kita jemput bola alias mendatangi langsung tempatnya. Ini inisiatiaf kami bukan perintah menteri,” pungkasnya.(a)