KENDARI, MEDIAKENDARI.com – Polemik yang menimpa Pauno atau Mokole Rumbia VIII, Aswar Latif, S.Sos, kembali menguat setelah Lembaga Adat Moronene (LAM) menilai adanya sejumlah kejanggalan dalam proses hukum yang menjeratnya.
LAM menyebut terdapat indikasi kriminalisasi, terutama setelah sejumlah temuan dianggap tidak wajar dalam laporan dugaan perusakan hutan yang diarahkan kepada sang pemimpin adat.
Dorongan untuk membuka kejanggalan tersebut kembali mencuat setelah Tim Advokasi LAM bersama sejumlah perwakilan adat mendatangi Markas Polda Sulawesi Tenggara pada Rabu (10/12/2025).
Kedatangan mereka bertujuan menanyakan perkembangan laporan sekaligus menyerahkan saksi dan bukti pendukung yang dinilai memperkuat posisi Pauno Rumbia VIII.
Mantan Koordinator Advokasi LAM, M. Mardhan, menegaskan bahwa lembaganya tidak menolak jalannya proses hukum, namun menemukan sejumlah keanehan dalam penanganan perkara ini.
“Kami sangat menghormati proses hukum, tetapi kami tidak buta terhadap kejanggalan-kejanggalan dalam laporan tersebut,” tegas Mardhan.
Ia juga menyampaikan mosi tidak percaya terhadap penyidik yang menangani kasus ini, karena menurutnya berbagai bukti kuat sudah dipaparkan oleh LAM untuk menunjukkan bahwa Aswar Latif merupakan korban kriminalisasi hukum.
Tidak hanya Aswar Latif, dua warga lainnya Makmur dan Ratman Jaru Munara juga disebut menjadi korban tuduhan serupa. Pihak LAM kemudian menyoroti dugaan aktivitas ilegal di kawasan hutan berstatus HPT yang dilakukan oleh oknum masyarakat.
Aktivitas itu disebut tetap berjalan meski telah ada teguran dari Dinas Kehutanan. Menurut Mardhan, sejumlah masyarakat bahkan mengaku mendapat hak garap melalui transaksi yang dikaitkan dengan pihak yang kini melaporkan Pauno Rumbia VIII.
LAM menilai kondisi ini merupakan bagian dari kejanggalan yang ikut memperkeruh proses hukum, sehingga mendesak aparat penegak hukum agar bekerja secara objektif dan tidak tebang pilih. Mereka juga meminta pembebasan ketiga terlapor karena menilai tuduhan yang diarahkan tidak memiliki dasar kuat.
“Kami ingin memastikan pihak-pihak terkait bekerja secara amanah dan tidak tebang pilih,” ujar Mardhan.
Selain itu, LAM juga mengkritisi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya KPHP, terkait dugaan penetapan kawasan hutan yang dilakukan tanpa sosialisasi dan verifikasi langsung di lapangan.
Kejanggalan dalam penentuan status kawasan hutan ini disebut semakin memperburuk posisi para terlapor. Untuk menghindari simpang siur informasi dan memastikan transparansi di hadapan publik, LAM mendorong dilaksanakannya debat terbuka yang melibatkan semua pihak terkait.
Forum tersebut dianggap penting untuk menguji data, membongkar kejanggalan, dan mencari titik terang terhadap polemik pemakzulan Mokole Rumbia VIII.
“Kami siap hadir dan menjelaskan seluruh data serta bukti yang kami miliki dalam forum debat terbuka,” pungkas Mardhan. (B)
Laporan: Ahmad Mubarak
