Reporter : M. Ardiansyah Rahman
KENDARI – Tasnur Tehangga, mantan karyawan PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) bakal mengadukan perusahaan tersebut ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Aduan ini dilakukan atas dugaan tindakan sewenang – wenang manajemen perusahaan atas dirinya, yang berujung pada pengunduran dirinya dari perusahaan tersebut.
Tasnur menjelaskan, tindakan sewenang-wenang yang dimaksudkan yakni penurunan status karyawan atas dirinya dari karyawan kontrak menjadi karyawan magang.
BACA JUGA :
- Gerindra Sultra Akhirnya Tuntaskan Perbaikan Jalan Rusak di Lambuiya Konawe
- Harmin Dessy Paparkan Program Kemenangan di Pilkada Konawe di Hadapan Puluhan Ribu Massa Yang Hadiri Kampanye Akbar
- Empat Artis Ibu Kota Ikut Meriahkan Kampanye Akbar Paslon No 3 Harmin dan Dessy di Lapangan Sepak Bola Desa Humboto Uepai, Ribuan Massa dari 28 Kecamatan Turut Memeriahkannya
- DKPP RI Jatuhkan Sanksi Kepada Komisioner KPUD dan Bawaslu Konawe
- Sekda Konawe Gelar Rapat Kerja Besama Pemerintah Kecamatan Onembute
- Kampanye Dialogis Paslon Kada No 3 HADIR Berakhir di Padangguni Jemput Kemenangan
“Saya diturunkan statusku dari karyawan kontrak menjadi karyawan magang karena saya sakit, padahal saya mengirimkan surat keterangan sakit dari dokter ke HRD PT VDNI,” ungkapnya pada mediakendari.com.
Ia juga menjelaskan, dirinya menduga sakit yang dideritanya itu merupakan imbas dari buruknya manajemen ketenagakerjaan di perusahan tersebut, khususunya soal jam kerja.
Menurutnya, Ia bergabung di PT VDNI pada 13 Januari 2018 lalu di bagian smelter dengan jam kerja yang ketat dan terkesan berlebihan. Salah satunya, jam masuk yang ketat tapi jam pulang yang tidak menentu.
“Kerja dihitung 8 jam dan wajib untuk hadir 30 menit sebelum waktunya. Tetapi kalau pulang kerja kadang lewat 8 jam kerja, karena sudah ditentukan perusahaan dan itu harus selesai baru bisa pulang,” terangnya.
Namun sayangnya, kata Tasnur, meskipun harus bekerja dengan waktu yang melebihi ketentuan, hal itu tidak terhitung lembur sehingga tidak dapat upah lembur.
“Pekerjaan yang belum selesai atau adanya kendala pada saat jam kerja tidak terhitung sebagai lembur, kecuali hari kerja bertepatan dengan hari libur resmi. Apabila terlambat 2 kali berturut-turut maka akan dikenakan SP 1 dan seterusnya,” tambahnya.
Tidak hanya pekerjaan yang penuh tekanan, lanjut Tasnur, karyawan di Control Room Smelter (CRS) seperti dirinya bekerja dengan suhu ruang yang tinggi dan tidak disediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan lokasi kerja.
“Hal ini membuat karyawan rentan terkena penyakit dan bahkan beresiko kematian seperti yang dialami seorang karyawan di divisi Smelter dikarnakan menggunakan APD yang standar,” ujarnya.
Ia juga menyebut perusahaan multinasional di Konawe ini memakai sistem pegaturan kerja yang dinilainya memberatkan karyawan. Hal ini khususnya yang telah mengajikan izin sakit lebih dari tiga hari.
Pasalnya, kata Tasnur, karyawan tersebut akan langsung menjalani masa kontrak dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama dua bulan dengan ketentuan tidak boleh off, sakit, izin serta alpa.
“Jadi karyawan kalau sakit lebih dari tiga kali, akan ditraining ulang, tidak boleh off, sakit, izin dan alpa selama dua bulan itu, kalo begitu apami bedanya kita dengan budak,” tegasnya.
Untuk mengkonfirmasi masalah ini, redaksi mediakendari telah menghubungi HRD PT VDNI, Anto via selulernya, namun panggilan kami tidak mendapatkan jawaban.