Tanggal 2 Mei berdasarkan ketetapan pemerintah diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), di hari ini pula bertepatan kelahiran sosok pejuang pendidikan, Bapak Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau lebih dikenal dengan sapaan Ki Hajar Dewantara, peran beliaulah sehingga bangsa ini bisa terbebas dari penjajahan intelektual kolonial belanda.
Bayangkan jika beliau tidak berjuang terhadap pendidikan bagi pribumi, mungkin saat ini bangsa indonesia masih dalam belenggu kebodohan dan kita sebagai generasi sekarang tidak akan merasakan pendidikan.
Dibalik Hari Pendidikan Nasional
Hari pendidikan nasional yang setiap tahun diperingati diseluruh pelosok Indonesia merupakan momentum seremonial terhadap kelahiran tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara, karena di tanggal itu pula tepat kelahiran Ki hajar, hingga saat ini 2 Mei melalui ketetapan pemerintah disahkan sebagai hari pendidikan nasional.
Diharapkan peringatan Hardiknas bukan hanya dijadikan sebagai seremonial belaka tanpa arti, tetapi dibalik itu bagaimana kita memaknai di zaman ini kita telah mendapatkan kemudahan menempuh pendidikan.
Mengutip salah satu kalimat “Tuntutlah Ilmu dari Buaian hingga ke Liang Lahat” artinya menuntut ilmu adalah hal wajib, tua, muda tak ada batasan untuk terus menuntut pendidikan karena ilmu merupakan jendela dunia yang menjadi pelita bagi kehidupan.
Dibalik semua itu, kondisi pendidikan negara saat ini amatlah bertentangan dengan makna di balik hari pendidikan, Konstitusi telah mengamanatkan bahwa negara sepenuhnya menjamin seluruh warga negarnya untuk mendapatkan pendidikan hal ini tercantum pada Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Tetapi fakta berkata lain, amanat UUD 1945 sangat berbanding terbalik dari kondisi pendidikan masyarakat saat ini, mulai dari pelosok desa hingga pinggiran kota di negara ini masih banyak anak bangsa yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena keterbatasan ekonomi.
Di satu sisi justru pendidikan hanya milik segelintir deretan orang mampu, hal ini seolah membawa kita kembali berada di masa penjajahan kolonial Belanda, hanya mereka dari golongan bangsawan dan keturunan belanda yang bisa merasakan pendidikan, sedangkan bagi rakyat tak mampu dibiarkan buta huruf.
Peran Partai Politik (Parpol) dalam memberikan pendidikan politik sebagai wadah perjuangan dari kelompok masyarakat untuk menyalurkan aspirasi perjuangan politik dalam memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan pembangunan negara diharapkan hadirnya Parpol dapat memberikan asas manfaat kepada masyarakat dialam demokrasi dewasa ini.
Baik Buruknya sebuah Parpol akan berdampak pada baik buruknya pula sebuah tatanan negara, karena posisi dalam sebuah negara nantinya akan diisi oleh orang-orang dari Parpol yang memenangkan Pemilu.
Disinilah peran Parpol dalam memberikan edukasi politik kepada masyarakat amatlah penting demi terwujudnya para politisi putih (bersih) dalam memperjuangkan hak rakyat. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka diharapkan mampu menjamin demokratisasi yang sehat serta efektif.
Peran Partai Politik dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat telah tertuang jelas dalam UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, pada Pasal 31 ayat (1) berbunyi Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain:
- Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
- Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
- Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendidikan Politik dapat dikategorikan sebagai dimensi pendidikan, dalam konteks manusia adalah makhluk politik sebagaimana halnya pendidikan mempunyai fungsi nilai dan norma, maka pendidikan politik juga mempunyai fungsi politik yang akan direalisasikan langsung pada masyarakat setelah mendapatkan bimbingan di partai politik.
Pada konteks itulah peran partai politik menyiapkan kader-kader partai hingga simpatisan untuk mengeluti persoalan sosial yang siap dibentuk serta turut aktif dalam memberikan gagasan,ide yang solutif agar selalu peka pada konidisi masyarakat dalam mengawal hak konsituen dan akhirnya pendidikan politik bertujuan mentransformasikan segala sesuatu yang berkenaan dengan perjuangan partai politik kepada setiap kader agar mereka sadar akan peran dan fungsinya, serta hak dan kewajibannya sebagai mahluk politik.
Ketokohan Pemimpin Partai dalam memberikan Pendidikan Politik
Seorang pemimpin atau dalam pembahasan ini kami sebut dengan pendidik di partai politik adalah figur yang mampu mengayomi seluruh anggota karena tipe kepemimpin dalam partai politik amat berpengaruh terhadap dinamika proses pembentukan kepribadian politik dari setiap kader partai.
Pemimpin dalam Parpol merupakan tokoh sentral terciptanya kader-kader partai tangguh, pejuang serta militan karena cerminan dari watak perjuangan partai darinya terpancar semangat membara yang akan di ikuti setiap kader, karena di partai politik telah terpola komunikasi satu arah, dari arahan kepemimpinan pusat untuk di ikuti hingga kepengurusan level paling bawah.
Olehnya itu, ketokohan dalam partai politik amatlah mutlak adanya mengutip dari kata bapak pejuang pendidikan Ki hajar Dewantara “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani” di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat dan di belakang memberikan dorongan.
Figur kepemimpinan dalam Parpol haruslah bersikap seperti semboyan yang disampaikan Ki Hajar Dewantara yakni tauladan dalam bersikap, tindakannya terpancar semangat dalam memberikan dorongan motifasi kepada kader kader partai.
“Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir semua pelacur, anak terlantar dan pencuri terburuk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional” (Bertolt Bracht, Penyair Jerman).
Dari apa yang disampaikan Bertolct Bracht penyair jerman tersebut terkait pandangannya terhadap seorang yang anti politik mengingatkan kita sekalian untuk tidak apatis terhadap partai politik, karena seluruh kebijakan bernegara yang kita jalani saat ini merupakan hasil dari kebijakan para politisi-politisi yang duduk di Parlemen, merekalah yang menentukan baik buruknya kehidupan bernegara kita.
Begitu pula dalam Parpol, berjalan tidaknya roda organisasi kepartaian tergantung peran aktif ketokohan pemimpin partai sebagai sentrum pergerakan dalam merangkul pengurus disetiap tingkatan dengan pola manajerial baik, serta tak henti hentinya memberikan pendidikan politik sesuai rule perjuangan partai dengan demikian pola pencapaian melahirkan kader yang sadar akan fungsinya dan perannya tercapai sehingga akhir dari semua itu terwujudnya politisi politis putih (bersih) yang siap mengisi posisi di Legislatif maupun di pemerintahan.
Pola pencapaian tujuan dari sistem sosial agar sistem sosial tersebut bisa bertahan menghadapi tantangan baik dari dalam atau luar sistem tersebut.