Kolaka Utara

HMI Kolut Soroti Program Revitalisasi Kakao

521
pembibitan Kakao dalam Program Revitalisasi kakao di Kolut
pembibitan Kakao dalam Program Revitalisasi kakao di Kolut

Reporter: Ady Arman

Editor : Kang Upik

LASUSUA – Revitalisasi kakao merupakan program unggulan Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara (Kolut). Namun sayangnya, program yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 51 miliar dari APBN, APBD maupun APBDES ini dinilai tidak berjalan efektif.

Pasalnya, terdapat sejumlah masalah dalam perjalanan program yang rencananya akan merevilatisasi pertanian kakao di lahan seluas 43 000 hektar ini.

Hal ini menjadi sorotan sejumlah pihak, salah satunya Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kolut, Haeruddin. Menurutnya, program revitalisasi kakao ini tidak memiliki perencanaan matang serta pengelolaannya kurang efektif.

Misalnya saja, tentang pembagian pupuk benih kakao yang sudah dibagikan. Namun, benih terlambat dibagikan hingga pupuk telah diterima warga kondisinya sudah bercampur tanah karena terlalu lama tidak digunakan.

“Sekarang ini pupuk yang tersebar ke desa-desa sudah ada yang bercampur dengan tanah bahkan sudah tidak layak pakai hari ini, lalu siapa yang mau bertanggung jawab,” ketusnya.

Tidak hanya itu, soal pupuk juga disinyalir terdapat ketidaksesuaian data penyaluraan dan penganggarannya. Sebab, dari data Calon Penerima Calon Lahan (CPCL) pupuk mustinya dibagikan sesuai target lahan 43 ribu hektar. Namun faktanya, kurang puluhan hektar dari target tersebut.

“Sekitar puluhan Hektar yang berkurang. Tetapi anggaran yang dikucurkan Pemda tidak berkurang, lalu kemana sisa anggaran tersebut,” tambahnya.

Selain pupuk, Lanjutnya, penyaluran alat pengendali hama juga dinilai bermasalah. Pasalnya masih banyak kelompok tani yang belum kebagian dan belum mengetahui keberadaan alat yang dijanjikan tersebut.

“Alat pengendali hama dan penyakit serta perakitanya (kontak Babi) sampai hari ini masih banyak kelompok tani yang belum dapat dan bagaimna model dan bentuk perkitan tentang alat tersebut,” ujarnya.

Demikian juga dengan program pembagian bibit Talas Jepang sebagai tanaman sela, turut bermasalah. Dari 1000 bibit yang dijanjikan, hingga kini warga masih belum mengetahui kapan akan diterima.

“Padahal bibit ini sudah dianggarkan pakai dana desa sebesar 30 persen sebagai anggaran revitalisasi pertanian,” ungkapnya.

Program ini, kata Haerudin, juga diketahui tidak dilaksanakan dengan visi pemerataan yang baik. Sebab, Pemda Kolut hanya fokus pada wilayah utara sebagai sentra pengembangan.

Padahal, program ini harusnya merata dan milik seluruh masyarakat Kolut dan tidak difokuskan ke satu titik saja. Atas tidak adanya pemerataan ini, nasib program ini di selatan seperti tidak terurus.

“Inilah gambaran revitalisasi kakao yang tidak terasa sudah hampir satu tahun berjalan. Seharusnya program unggulan Pemda Kolut ini segera di evaluasi,” terangnya.

Evaluasi ini perlu dilakukan, kata Dia, untuk melihat sejauh mana perkembangan, titik kelemahan dan keunggulan program ini.

“Serta bagaimna tata kelola dan persoalan apa yang perluh kita perbaiki sehinggah management kedepan lebih baik efektif dan tepat sasaran,” pungkasnya.

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version