KONAWE SELATAN – Hari lebaran idul fitro 1444 Hijriah umat muslim berkumpul kembali, duduk bersimpuh di atas sajadah untuk melaksanakan salat idul fitri. Secara bersama – sama menggemakan pujian Keagungan kepada Allah, sehingga bumi dan langit di sekitarnya gemuruh syahdu dengan suara takbir, tahlil dan tahmid. Setelah itu, umat isalam diseluruh dunia serentak sujud, meratakan dahi di atas lantai yang dingin, sembari berdoa memuji Allah Rabbul Izzah.
Denyut jantung menyentuh qalbu yang fitrah, membuat kita larut semakin tak berdaya, terasa berlinang air mata kegembiraan dan keharuan. Bergembira karena hari itu adalah hari kemenangan dan kebahagiaan. rasa haru karena kita kembali merenungkan perjuangan dan pengorbanan yang selalu seiring dengan kehidupan manusia.
Bulan Ramadhan telah meninggalkan semua umat islam, banyak pesan dan kesan yang melekat dihati sanubari. Hari kemenangan idul fitri yang rayakan ibaratnya sebagai puncak proses daur ulang terhadap perjalanan rohani kamu muslim.
Sebelas bulan sebelumnya, warga muslim telah menempuh perjalanan hidup, mendaki menyelesaikan permasalahan dan menurun menikmati keberhasilan, berlari mengejar kesuksesan dan berdiam diri menyesali kegagalan.
Bulan puasa telah mendidik kita untuk bersikap yang luhur, mengendalikan diri, menahan hawa nafsu, menahan amarah yang tak tentu arah, maka akan berdampak melahirkan sikap mental yang perwira. Puasa ramadhan yang telah dilaksanakan sebulan penuh hendaknya membekas dan berkesan di dalam kehidupan. Masyarakat muslim harus melestarikan nilai – nilai ritual dan spiritual ramadhan di luar bulan ramadhan. Karena puasa yang sesungguhnya adalah puasa diluar bulan puasa yaitu puasa menghadapi kehidupan.
Hari ini semua umat muslim telah merayakan idul fitri dengan perasaan gembira dan haru. Kita gembira karena dapat berlebaran dengan keluarga yang utuh. Namun rasa haru karena ada diantara saudara – saudara kita yang hari ini berlebaran tanpa salah satu keluarga yang dicintai. Allah telah memanggilnya untuk menghadadap keharibaan sang pencipta.
Dihari yang fitri anak-anak bergembira berlebaran dengan memakai pakaian baru pembelian ayah, dan menikmati lezatnya makanan masakan ibu. Dalam sebuah kisah di tengah keriangan anak-anak kecil bermain di jalan ketika Rasulullah SAW keluar rumah untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, tampak seorang anak kecil duduk menjauh berseberangan dengan anak-anak yang sedang bermain riang gembira. Dengan pakaian sangat sederhana dan tampak murung, ia menangis tersedu.
Melihat fenomena ini Rasulullah segera menghampiri anak tersebut dan menyapa “Nak, mengapa engkau menangis? Mengapa Kau tidak bermain bersama mereka?” Anak kecil yang tidak mengenali bahwa orang dewasa di hadapannya adalah Rasulullah menjawab, “Paman, ayahku telah wafat. Ia mengikuti Rasulullah dalam menghadapi musuh di sebuah pertempuran. Tetapi ia gugur dalam medan perang tersebut.” Kemudian ibuku menikah lagi. Ia memakan warisanku, peninggalan ayah. Sedangkan suaminya mengusirku dari rumahku sendiri. Kini aku tak memiliki apa-apa, tidak punya makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Aku bukan siapa-siapa. Tetapi hari ini, aku melihat teman-teman sebayaku merayakan hari raya bersama ayah mereka. Perasaanku dikuasai oleh nasib kehampaan tanpa ayah. Untuk itulah aku menangis.”
Mendengar penuturan ini, batin Rasulullah terenyuh. Rasulullah segera menguasai diri. Rasul yang duduk berhadapan dengan anak ini segera menggenggam lengannya.
“Nak, dengarkan baik-baik. Apakah kau sudi bila aku menjadi ayah, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai paman, Hasan dan Husein sebagai saudara, dan Fatimah sebagai saudarimu?” tanya Rasulullah.
Mendengar tawaran itu, anak ini mengerti seketika bahwa orang dewasa di hadapannya tidak lain adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. “Kenapa tak sudi, ya Rasulullah?” jawab anak ini dengan senyum terbuka. Rasulullah kemudian membawa anak angkatnya pulang ke rumah. Di sana anak ini diberikan pakaian terbaik. Ia dipersilakan makan hingga kenyang. Penampilannya diperhatikan lalu diberikan wangi-wangian. Setelah beres semuanya, ia pun keluar dari rumah Rasulullah dengan senyum dan wajah bahagia.
Kepada kita semua menyadari bahwa setan tak pernah tinggal diam menyaksikan kita merayakan kemenangan idul fitri ini. Setan akan berusaha terus untuk kembali menjerumuskan umat isalm.
Masa depan kita terus menjelang, hari esok akan segera datang, sebagai orang yang beriman tentu kita menginginkan adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup kita, yang mengarah kepada sebutan insan yang bertaqwa. Taqwa yang diharapkan tentu taqwa yang sebenarnya sebagaimana tuntutan Allah kepada hambanya.
Firman Allah :
” Yaa ayyuhallaziina aamanuttaqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun”
Artinya : Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar benarnya taqwa dan janganlah sekali kali kamu mati melainkan dalam keadaan muslim (QS Al Imran : 102).
Rasulullah SAW mengingatkan; bahwa manusia di dunia bagaikan musafir yang hanya beristirahat sejenak, apakah di bawah pohon rindang atau di kolong langit di bawah teriknya panas atau curahan hujan,. namun yang pasti, perjalanan berlanjut terus, detik demi detik berganti, sampai akhirnya suka atau tidak suka, hidup di dunia ini akan berakhir. Jawabnya,..
إنا لله وإنا إليه راجعون
Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada Allah kami kembali.
Di hari yang suci dan fitrah ini marilah kita saling menebar maaf, karena memberi dan meminta maaf adalah sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. Sebab dengan begitu, sikap dendam dan rasa marah dapat dinetralisir oleh masing-masing individu. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi yang jelas sifat enggan memberi dan meminta maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain itu sikap mudah memberi dan meminta maaf merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa. Karenanya orang yang suka memberi dan meminta maaf sebagai pertanda seseorang memiliki nilai kepribadian dan ketaqwaan yang sangat luhur. Firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran ayat 133-134:
Artinya : Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”
Itulah sebabnya, sikap seperti itu melekat pada diri para Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang saleh. Sayyidina Ali RA pernah berkata:
“bahwa meminta maaf adalah perbuatan yang paling mulia, sedangkan memberi maaf lebih
mulia dimata Allah”.
Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Nabi Yusuf AS yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkan ke dalam sumur. Sikap tersebut juga ditunjukkan Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Mekkah yang dulu memusuhi dakwahnya, menyiksa dan mengusirnya. Dengan sikap inilah satu persatu penduduk Mekkah berbondong – bondong masuk Islam.
Demikian pula beliau senantiasa meminta maaf kepada para sahabat dan umatnya. Walaupun mereka mengakui bahwa beliau tidak pernah berbuat salah terhadap mereka. Menjelang akhir hayatnya beliau mengumumkan dihadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka, siapa-siapa yang disakiti atau merasa tersinggung selama dalam kepemimpinannya.
Sikap pemaaf Rasulullah SAW, juga diteladani oleh para sahabatnya dan orang-orang saleh. Dengan meminta maaf atau memaafkan, berarti kita telah menang melawan hawa nafsu. Sudah saatnya kita menyadari bahwa hakikat memaafkan adalah untuk kebaikan diri kita sendiri, bukan untuk kebaikan orang lain. Oleh karena itu, lepaskanlah rasa marah, dendam, dan benci. Biarkan dada kita lega dan lapang tanpa beban. Mari kita tebar sikap memaafkan dan mengutamakan kebersamaan. Sudah semestinya kita menerapkan Al-Qur’an dan AS-Sunnah sebagai prinsip utama dalam menentukan sebuah kebijakan dan sebagai petunjuk dalam menghadapi segala permasalahan di dunia. Bahkan, Al-Qur’an sudah terbukti mengajarkan manusia agar memiliki sifat saling mencintai, memaafkan, dan selalu menciptakan perdamaian.
Momen idul fitri tahun ini merupakan momen yang bersejarah dan istimewa, karena pada bulan sawal tahun hjriyah ini Konawe Selatan merayakan milad ke 20 Tahun. Banyak peristiwa-peristiwa penting yang telah kita saksikan bersama seiring dengan pertambahan usia Kabupaten Konawe Selatan yang sangat kita cintai ini. Dari perjalanan panjang tersebut, pimpinan Daerah telah mengambil bagian penting dari sejarah keberhasilan pembangunan. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, pemerintah Daerah telah berupaya keras untuk menurunkan angka kemiskinan secara progresif, dimana pada awal kepemimpinan Bupati H. Surunuddin Dangga, kemiskinan berada pada angka 11,36 % di tahun 2016 dan turun menjadi 11,08 % di tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan trend positif, dari 0,90 % di tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 5,03% di tahun 2022 menjadi 4,13%.
Pemerintah juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat Konawe Selatan terhadap fasilitas umum dengan membangun sarana prasarana infrastruktur jalan, jembatan dan sarana umum lainnya memadai sebagai perwujudan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung interkonektivitas pelayanan public. Dalam menunjang kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat Konawe Selatan, pemerintah bertekad untuk mengembangkan wilayah perkotaan terutama di wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah seperti ibu kota Kabupaten di Andoolo, serta wilayah-wilayah lain yang berpotensi meningkatkan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini untuk menunjang tekad pemerintah daerah yang sejak awal telah melakukan optimalisasi pembangunan pada wilayah perdesaan dengan jargon Desa Maju Konsel.
Reporter : Erlin