Reporter: Andri Sutrisno / Editor: Kang Upi
KENDARI – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 yakni digelar 9 Desember mendatang.
Hingga momen tersebut, calon kepala daerah hanya memiliki waktu lima bulan untuk berkampanye dan mendongkrak elektabilitas ditengah keterbatasan gerak akibat pandemi.
Terkait kampanye, PKPU Nomor 6 Tahun 2020 di pasal 57 dan 58 menegaskan agenda yang bisa dilaksanakan diantaranya, pertemuan di ruangan atau gedung tertutup, dengan jumlah peserta terbatas dan menjaga jarak.
Dengan adanya aturan tersebut, maka pengumpulan masa secara masif di lapangan atau ruang terbuka lainnya, bukan lagi cara efektif untuk show of force bagi calon kepala daerah.
Dengan keterbatasan akibat penerapan aturan tersebut, pemanfaatan media sosial (medsos) sebagai ruang publik, menjadi cara yang mungkin bisa dimanfaatkan sebagai media kampanye.
Namun, apakah itu efektif?. Akademisi UHO, Marsia Sumule saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 23 Agustus 2020, menjelaskan standar efektifitas terukur dari sampainya pesan dengan efek perubahannya.
Yaitu, terjadinya perubahan pemilih atau banyaknya jumlah orang yang melihat materi pesan yang disampaikan. Untuk itu, dengan tingginya jumlah pengguna medsos, pemanfaatkan media itu untuk kampanye, bisa efektif.
“Media sosial itu hampir semua orang memiliki media sosial, dan secara otomatis, jika itu digunakan oleh para bakal calon, jika diukur dari tingkat kecepatan, itu efektif,” jelas Marcia Sumule.
Namun, kata akademisi yang menjabat Ketua Jurusan Jurnalistik UHO ini, sebagai penyampai pesan, media sosial masih kurang dipercaya oleh para masyarakat, karena banyaknya informasi bohong atau hoax.
“Dari segi kepercayaan media sosial masih dipertanyakan, karena kita mengetahui bahwa dimedia sosial saat ini banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab, menyebarkan berita Hoax,” jelasnya.
Akademisi jebolan Universitas Hasanuddin menerangkan, dari segi jumlah orang yang melihat dan tingkat kepercayaan, media sosial masih dikalahkan oleh media elektronik, seperti TV.
“Jika dikalkulasi secara data statistik justru orang lebih banyak melihat TV. 94% khalayak lebih banyak melihat dan memiliki kredibilitas media elektronik TV, dibandingkan media sosial,” paparnya.
Meski demikian, kata ibu dua anak ini, dirinya tidak bisa memungkiri bahwa tingkat kepercayaan khalayak umumnya dominan dipengaruhi popularitas bakal calon kepala daerah.
“Popularitas bakal calon berperan penting dalam menggunakan media sosial sebagai alat kampanye, sisi baik dari media sosial adalah, informasi yang diberikan cepat sampai, dan banyak merekrut banyak orang, namun dari kridibelitasnya, masih dipertanyakan,” tutupnya.